Sejak kedatangan Nesha, gadis kecil itu membuat hari-hari Nira jadi bersemangat. Seperti peri kecil yang menghiburnya, mengajak bermain dan terkadang saling bercerita rahasia-rahasia kecil tentang hati keduanya. Dan, tak membutuhkan waktu lama. Mereka berdua menjadi sahabat sejati sekarang, meski usia mereka terpaut jauh.
Dibawah pohon yang rindang selepas pelajaran sekolah. Dan setelah Nira dan Nesha usai bercengkerama bersama menghabiskan waktu siang mereka.
"Nesh ..." tanya Nira sambil duduk menekuk lutut.
"Hemm, ya kak?" jawab Nesha sambil duduk di samping Nira sembari menunggu jawaban.
"Kenapa kamu bisa ada di tempat ini, siapa wanita yang membawamu ke sini waktu itu?"
"Ohh, itu Bi Ningrum. Aku biasa panggil dia Bi Ning."
"Bi Ning itu siapanya kamu?"
"Bi Ning itu dulu orang yang bekerja di rumah orang tuaku untuk membantu pekerjaan mama di rumah karena mama sangat lelah saat ada adek di perut mama."
"Jadi, kamu punya orang tua sebelumnya? Lalu kemana papa dan mama kamu?" tanya Nira dengan ekspresi semakin penasaran. Nesha pun mengangguk dan tertunduk sedih. Terdiam lama, hingga bibir mungilnya kembali bersuara. Dia mulai menceritakan awal mulanya ia menjadi anak yatim piatu.
Kisah Keluarga HANDONO, papa Nesha. Satu tahun yang lalu ...
Suatu hari, saat pulang bermain dari tetangga. Nesha pulang mendapati situasi yang menakutkan. Jeritan suara Bi Ning terdengar hingga depan pintu masuk. Saat ia melangkahkan kaki ke ruang tengah, ia melihat sang mama terbaring tak bergerak di bawah anak tangga dengan darah yang mengalir di lantai. Bi Ning menangis di samping mama tanpa bisa melakukan apapun hingga menunggu papa pulang setelah di telpon olehnya.
Nesha pun menjerit, menangis dan syok melihatnya. Ia sangat mengkhawatirkan keadaan mamanya dan juga calon adek yang sudah tujuh bulan di perut sang mama. Papanya akhirnya datang juga dengan tergopoh-gopoh dan segera membopong istrinya itu ke mobil dan membawanya ke rumah sakit.
Akibat terpeleset dari tangga, lalu berguling-guling hingga ke lantai bawah. Membuat mama Nesha terlalu banyak mengeluarkan darah dan juga lambatnya pertolongan. Begitulah kata Bu Ning menceritakan kejadiannya.