Niscaya Langit Semakin Merah

Fitra Firdaus Aden
Chapter #1

Titik Penghabisan

"Jadi, inikah akhir Biru Langit Malam yang nyaris tidak tersentuh itu?" Bos Sayyid memajukan wajahnya, membuat hidungnya yang mirip terong ranum siap dipetik, semakin mencolok saja. Dia menjalin jari-jemarinya di atas meja, sebuah tingkah yang selalu terjadi setiap hendak bersabda. "Jadi, begitu sajakah, Biru Langit Malam yang selama 7 tahun di perusahaan media online ini selalu jadi tulang punggung penyumbang traffic tertinggi?"

"Iya, ini penghabisannya," jawabku pendek.

"Jadi, begitu ya. Kusangka kamu tidak selemah ini. Kusangka sikap diammu adalah tanda kamu ini orang yang tangguh. Jadi, ternyata aku yang salah sangka. Yah, apa boleh buat, kan? Kamu sudah ambil keputusan. Dalam istilah sepak bola, tidak ada pemain yang lebih hebat dari klub bukan?"

Kamu yang memaksaku mengambil keputusan ini, Bangsat! Setelah dia menghancurkan tim kami, mempreteli satu demi satu sesuka hati, sekarang sang bos hendak mengaduku dengan Mas Musa: bagai memasukkan dua jangkrik ke dalam kandang bambu untuk bertarung satu sama lain sampai mati.

Tapi, aku datang ke ruangannya bukan untuk berkelahi. Akan sia-sia mengotori tangan ini dengan darah yang keluar dari hidung terongnya itu. Najis sekali. Akan jadi aib jika sampai mengutukinya dengan sumpah serapah yang menggumpal tahun-tahun ini di kepalaku. Harus kujaga lisan ini dari ucapan nista demi bayi yang dikandung Lita.

"Terima kasih atas semuanya," hanya kata-kata itu yang keluar dari bibirku.

Setidaknya, berpamitanlah dengan sopan, kata Lita tadi malam.

Lihat selengkapnya