"Jadi anak perempuan itu jangan banyak tingkah! Nurut sama mami. Kamu di luar sana, tak akan berhasil! Jangan buat mami menyesal melahirkan kamu!" teriak Ningrum kalap kala itu.
Maaf, Mami, Tiara pergi tanpa pamit. Kelak, Tiara akan kembali membuat Mami bangga memiliki Tiara, batin Niskala mengenang ucapan ibunya.
Meski perih dan sedih. Namun, pantang bagi Niskala mengeluarkan air mata. Didikan Ningrum telah membuatnya menjadi sosok yang tegar dan kuat, juga keras hati.
***
Lentera Cinta Niskala1
Roda-roda besi raksasa itu telah datang ketika udara dingin subuh masih terasa di kulit Niskala. Gadis yang baru lulus sekolah lanjutan tingkat atas itu sudah bersiap untuk menaiki kereta. Dia tidak berebut karena hanya ada beberapa orang yang naik di stasiun kecil Cibungur Purwakarta.
Di atas kereta yang melaju dengan roda-roda yang berderak menggilas rel besi, Niskala memandang ke luar jendela. Hari masih terlalu gelap untuk melihat utuh pemandangan. Namun, bayangan-bayangan hutan jati, rumah-rumah warga tanah pinggir rel milik PJKA cukup terlihat dan tampak seakan-akan berlari menjauh ke belakang. Hari makin terang pemandangan yang terlewati menampakkan sawah-sawah dengan padi yang mulai menguning.
Beberapa waktu laku, tepat setelah kelulusan dengan nilai terbaik, ia berlari pulang ke rumah, tidak mengikuti kegiatan teman-teman sekelasnya yang berkumpul merayakannya dengan kegembiraan dan ekspresif: mencoret-coret pakaian putih abunya menggunakan pilok dan membubuhkan tanda tangan. Namun, Niskala ingin berbagi kebahagiaan dengan keluarganya.
Salam Niskala ucapkan ketika memasuki ruang tamu dengan perasaan yang gembira. Selain lulus dengan nilai terbaik, sebelumnya ia sudah mengirimkan berkas nilai semester-semester sebelumnya dan berbagai prestasi untuk mendaftar di jalur khusus di sebuah universitas swasta bergengsi di kota Tanggerang.
"Kamu memang yang terbaik, Nak." Senyum Niskala hilang ketika ibunya memuji sosok yang berpakaian putih biru dan asik mengamati nilai raportnya.
"Eh, kamu sudah pulang, Ra?" tanya Ningrum sang mami, perempuan yang sangat ia hormati dan sayangi.
Hati Niskala mendadak tercekat. Tenggorokannya seperti tersumbat. Ia merasa kelu untuk menyampaikan kabar gembira kelulusan dengan nilai terbaik dan diterimanya dirinya di kampus incarannya.