"Ba, bagaimana caraku masuk dan menemui staf BAAK?" gumam Niskala. Matanya membulat, mulutnya menganga melihat betapa megah dan luasnya kawasan kampus yang dia masuki. Mungkin jika ada lalat akan mudah untuk memasukinya.
Sebelumnya, ia bahkan kebingungan jika saja jemputan dari kampus tak membawanya memasuki area Garuda Karawaci ini. Di mana seluruh kawasan tempat gedung-gedung pencakar langit berada.
Gedung megah Universitas Kencana Wungu 30 lantai sangat megah. Bahkan halamannya pun sangat luas. Entah berapa hektare, nyaris yak terjangkau pandangan mata yang terbatas. Pintu gerbangnya saja sangat luas dengan sistem pengamanan yang luar biasa. Niskala tampak kebingungan. Meskipun sudah mencari informasi sebanyak-banyaknya, tetaplah ia gadis desa yang sederhana dan mengalami syok budaya yang mendadak.
Di sinilah ia akan menuntut ilmu sekitar 3-4 tahun, jika lancar tak ada kendala. Gadis yang berusia 18 tahun itu kebingungan bagaimana menemui pihak yang menangani berhubungan dengan beasiswa yang ia dapatkan.
Beruntungnya, nomor ponselnya sudah ia simpan untuk berjaga-jaga. Dalam pesan balasan di website yang ia ikuti, dia diperintahkan langsung menuju ruangan Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK) Fakultas Ilmu Politik Universitas Kencana Wungu. Biro ini biasanya yang menjadi pelaksana administrasi universitas yang menyelenggarakan pelayanan administrasi akademik dan kemahasiswaan, salah satunya mengurusi beasiswa. Niskala sudah terdaftar tinggal konfirmasi dan meminta pengarahan.
BAAK ini, biasanya dipimpin oleh Kepala, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Rektor.
Setelah mengirim pesan singkat melalui ponselnya, Niskala mendapatkan balasan akan dijemput orang dari dalam kampus. Sementara supir jemputan yang sudah meninggalkannya begitu saja meskipun Niskala meminta agar mengantarnya sampai ke dalam gedung.
"Kamu, Niskala Mutiara Kencana?" tanya seseorang yang berpakaian seragam khusus dan membawa motor matic. Matanya menatap tajam. Di dadanya ada tag-name: Marco.
Niskala mengamati orang yang berdiri di hadapannya, lalu mengangguk. Kembali, orang yang berseragam itu memindai-nya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Niskala merasa risih atas pandangan yang seperti menelanjangi dan menatap meremehkan itu. Kedua tangannya saling meremas dan kakinya digerakkan hingga ujung sepatu itu saling bertautan ke dalam.
"Hmm, biasa aja kali lihatnya, Bang. Aku manusia, bukan hantu!" sentaknya. Namun, ucapan itu hanya sebatas ada dalam pikirannya. Mana berani ia berkata yang kurang sopan pada petugas yang akan membantunya. Meskipun tak suka, saat ini, dia hanyalah anak baru yang masih belum mengenal medan dengan baik.
Sabar-sabar, Tiara, batinnya.
"Saya diperintahkan untuk menjemput Anda. Silakan ikuti saya," titahnya.
Meskipun Niskala heran, ia mengikuti ajakan orang itu dan menaiki motor beserta ransel bawaannya. Tak banyak barang yang ia bawa selain pakaian ijazah, transkip nilai, dan buku-buku belajar yang ia miliki. Ia memang tak memiliki apa-apa dari desanya berasal selain nilai akademik sekolah dan hasil tes penjaringan beasiswa itu.