Niskala

Gloria Pitaloka
Chapter #13

Lentera Cinta


Devan tersenyum melihat Niskala berwajah cerah. Wajahnya yang indah mengukir senyum yang merekah. Bola matanya yang bulat dan bening seperti telaga tampak bersinar. 

Tiada yang lebih membahagiakan bagi Devan selain melihat senyum dari wanita terkasihnya. Dulu, ia hanya mahasiswa yang berani konfrontasi dengannya. Sebelumnya tak pernah ada seorang mahasiswa pun yang berani melawannya meski ia anak pengusaha kaya atau pejabat tinggi. Namun, Niskala si gadis beasiswa itu berani mempertanyakan setiap argumennya di dalam kelas. Keberanian dan kecerdasan yang awalnya membuat kesal lama-lama menjadi dirindukannya. 

Kali ini Niskala dan anak-anak kelas sepuluh sedang berbahagia. Rumah singgah mereka telah memiliki rumah yang mereka sewa dengan harga murah. Rumah yang termasuk megah untuk kelas singgah, meski sederhana bagi kawasan kompleks mewah. Ruangan tamu yang luas, ruangan keluarga yang akan dijadikan ruang kegiatan dan makan, dua kamar yang bisa dijadikan kamar anak lelaki dan perempuan, satu dapur, halaman belakang dan depan, satu toko di depan rasanya cukup untuk menampung puluhan anak-anak. Meski masih ruangan kosong hanya berisi karpet-karpet murah, bagi mereka adalah kebahagiaan besar. Tentu saja diam-diam Devan yang merekomendasikan harga murah itu dari temannya. 

Devan tak mengerti. Mengapa ia bisa hatuh cinta pada gadis sederhana itu. Mahasiswa yang sangat cantik sangat banyak di kampusnya. Belum koleganya dari kalangan putri pengusaha, pejabat, politik, pendidikan, dan artis. Namun, hanya Niskala yang mampu menggetarkan hatinya. Membuat malam-malamnya selalu tak bisa tidur karena merindukan mahasiswinya. Karena itulah, selama dua tahun menjadi dosen ia selalu membuat alasan agar Niskala bisa menghubunginya setiap waktu. Entah karena tugas atau hal lainnya. Sikap arogan dan menuntut kesempurnaan tugas hanyalah agar Niskala lebih banyak berkomunikasi dengannya. Tentu saja ada kebaikan agar gadis itu lebih cerdas dalam berpikir dan menambah wawasan. Meskipun ia tahu karena standar tinggi itulah Niskala harus bersikap ketus dan mendebatnya. 

Akan tetapi akhir-akhir ini ia sedikit lega. Karena berkat program kelas gratis SMK Kencana Wungu, Niskala banyak berkonsultasi dengan lebih lembut. Sepertinya gadis itu mulai menerima keberadaan dirinya dalam kegiatannya. 

Ketukan di pintu ruangannya membuyarkan lamunan." Masuk!" teriaknya. Seraut wajah yang dirindukannya muncul di balik pintu. Niskala. Ia mengenakan seragam putih dan blazer birunya. Stelan yang membuat ia seperti seorang wanita kantoran. Meski wajah itu mulus tanpa polesan make-up, namun wajah cantik alaminya sudah membuatnya terlihat sangat berkelas.

"Selamat siang, Pak Devan." Niskala mengangguk sopan. 

Lihat selengkapnya