Sampainya di rumah, Renata melihat Ibunya sedang menangis di ruang Keluarga. Namun Renata terlihat tidak merasa khawatir seperti sudah tahu alasannya, justru dengan sedikit tertawa berkata, “Kaya anak kecil aja nangis, gara-gara perbuatan sendiri padahal”. Ibunya menjawab. “Lebih baik kamu diam. Jangan sok tahu karena kamu memang tidak tahu apa-apa”. “Renata tahu alasannya apa. Gara-gara Bunda di permainkan lagi untuk ke sekian kalinya, dengan Pria di luar sana kan? Udah tahu sering dikecewain, tapi masih aja gak berubah!”, kata Renata dengan suara penuh emosi dan langsung meninggalkan Ibunya ke dalam Kamar.
Saat menutup pintu kamar Renata langsung menangis sejadi-jadinya. Disatu sisi Renata sangat kasihan kepada Ibunya, namun disisi lain Renata juga kesal. Dia tidak tega melihat Ibunya nagis gara-gara Pria tak dikenal. Sudah cukup bagi Renata waktu Ayah mempermainkan Ibunya, bahkan sekarang dia sangat membenci Ayahnya. Sebenarnya itu adalah faktor dia tidak mau memiliki pacar bahkan di dekati Pria saja tidak mau. Tapi itu semua di pendam sendiri, dia tidak mau sahabatnya tahu kalau hidup dia kacau.
Keadaan Renata hari itu cukup parah. “Duh…!. Gimana caranya gue dapet cowok lagi, dikasih waktu enam Bulan doang. Apa gue kasih tau mereka keadaan gue ya?”, kata Renata. Lalu di berfikir-fikir. “Gak, gak mungkin gue jujur. Jangan pernah mereka tau keadaan gue”, tambah Renata. Kemudian dia mengambil telfonnya seperti ingin menghubungi seseorang, namun dia tahan untuk tidak menghubunginya sekarang. Dia memutuskan untuk meminum sejumlah obat saja yang sudah di kasih resep oleh Dokter. Setelah itu dia merebahkan diri sejenak di kasurnya untuk menenangkan diri. Tidak lama setelah itu dengan keadaaan sudah membaik baru dia membersihkan diri dan dilanjutkan untuk membaca salah satu Novel, itu salah satu cara untuk melupakan sejanak masalah dia.
Paginya. Ibunya mencoba untuk membangunkan Renata, “Nana… Na, bangun yuk. Udah pagi kamu gak sekolah?”. Nana adalah panggilan sayang dari Orang Tuanya. Renata kemudian terbagun. Dan melihat Ibunya sudah ada di sebelahnya, tapi dia seakan tidak melihat keberadaan Ibunya dan langsung bergegas bersiap diri. Ibunya tersadar melihat perilaku anaknya tersebut hanya bisa menghela nafas saja lalu keluar dari kamar anaknya.
Di Dapur. Renata akan membuat bekal, tapi Ibunya mendekati Renata dan berkata, “Na, ini Ibu coba membuatkan bekal untukmu”. Renata hanya melihat kearah bekal di tangan Ibunya. Lalu Ibunya menarik tangan Renata untuk memberikan Bekal yang dia buat, “Maaf kalo masakan Bunda udah kurang enak ya”, kata Ibunya. Renata hanya bisa menggenggam Bekal pemberian Ibunya, dan langsung pergi dari hadapan Ibunya. “Nana, hati-hati di Jalan, jangan lupa dimakan bekalnya, ya”, kata Ibunya sembari melihat anaknya kearah pintu keluar.
Di Koridor. Theo, Gavin, dan Zico sedang berjalan. Terlihat Renata mendahului mereka. Theo yang melihat Renata kemudian menyapanya, “Nata”. Mendengar Theo memanggil seseorang Gavin dan Zico kebingungan. “Lo manggil siapa?”, tanya Zico, namun pertanyaan sahabatnya secara tidak langsung diabaikan dan Theo menyapa Renata untuk kedua kalinya, “Renata!”. Kemudian Renata berhenti melangkah untuk menoleh ke belakang, “Theo, lo manggil gue?”. Theo hanya mengangguk. Melihat tingkah Theo yang aneh Gavin dan Zico terlihat kaget dan kebingungan, karena mereka tidak pernah melihat Theo seperti ini sebelumnya ditambah lagi yang disapanya adalah cewek. “Lo ngapain?”, tanya Gavin, namun Theo tidak menjawab pertanyaan dari sahabatnya lagi. Langkah Theo dan sahabatnya semakin dekat ke Renata. “Kenapa manggil gue?”, tanya Renata. “Jangan lupa nanti kita laporan progresnya ke Bu Laila ya”, jawab Theo. Secara tidak sadar mereka jalan berbarengan. Selama Renata masih bersama mereka terlihat Gavin dan Zico pandang-pandangan dengan wajah kebingungan dan hanya mendengarkan mereka mengobrol. “Enaknya kita laporannya kapan ya?”, tanya Renata. “Kalo nanti istirahat gimana?”, usul Theo. “Boleh-boleh, berarti nanti jam istirahat ya”, jawab Renata. “Iya, nanti waktu pulang Sekolah baru kita lanjutin progresnya lagi ya”, kata Theo. “Oke, siap. Gue masuk kelas dulu ya”, jawab Renata. Theo hanya mengangguk sembari melihat Renata memasuki Kelas.
“Lo kesambet apa?”, tanya Gavin dengan wajah heran. Dengan senyuman tipisnya Theo menjawab, “Hantu yang ada di belakang Sekolah”. “Jangan ngaco dong lo”, kata Zico mendekat kearah Gavin yang terlihat sedikit ketakutan. “haha.. baru gitu doang udah takut”, jawab Theo. “Baru kenal kemarin kayanya deh, tapi udah deket lo. Bukannya lo males ngomong sama orang yang baru kenal?”, kata Gavin. Theo hanya merespon jawabannya dengan melirik ke arah Gavin. “Lo gak mungkin naksir dia kan?”, tanya Zico secara tiba-tiba. Dengan wajah kaget dan sedekit kesal Theo menjawab, “Eh, jangan asal ngomong lo!”. “Wets… santai bro”, kata Zico sembari mengarahkan kedua tangannya ke depan. “Gue penasaran sama Renata”, kata Theo. “Hati-hati lo nanti kelaman bisa jadi suka”, jawab Gavin. “Vin, kaya gak tahu dia aja. Kalo gabut ngamatin orang kerjanyakan, haha…”, kata Zico. “Tahu aja lo Co”, jawab Theo. Kemudian mereka langsung memasuki kelas.