No Matter What You Are

Adristia Kusumo P
Chapter #7

BAB 6

terlihat Renata dan Theo sedang berada di Aula Serbaguna untuk menyiapkan dan menyusun barang-barang untuk melanjutkan membuat progress Farewell Party, mereka memang sengaja datang berdua sebelum panita yang lain datang untuk memastikan tidak ada barang yang tersebar kemarin. “Lo ngecek yang di sebelah sana aja, biar di sini gue”, kata Renata sembari menunjuk bagian kanan Aula. “Kalau ada barang yang cuman sendiri- sendiri atau tersebar kumpulin aja dulu, nanti baru kita kasih tahu yang lain kalau mau nyari barang itu”, jawab Theo. setelah mengecek sana-sini akhirnya mereka memutuskan untuk istirahat dulu. “Lumayan juga keliling Aula”, kata Renata yang terlihat capek dan sembari menaruh beberapa barang ke sampingnya. Renata yang sadar di lihati oleh Theo mengatakan, “Kenapa ngeliatin gue?”. “Ga papa kok”, jawab Theo. “Lo mikirin yang kemarin waktu gue bawa lo ke Kak Naya, ya?”, tanya Renata. “Gue cuman masih bingung aja, kenapa orang yang pertama kali lo kasih tahu gue, sebenernya lo bisa kasih taunya ke sahabat lo atau orang tua lo kan?”, tanya Theo. “Gue gak mau sahabat tahu keadaan gue karena yang selama ini mereka lihat gue baik-baik aja dan gak ada masalah, sedangkan aslinya jauh dari kata baik-baik. Hubungan gue sama orang tua gue aja mungkin udah gak bisa dibilang saling terikat kaya dulu, bokap sama nyokap gue cerai waktu gue SMP, gara-gara bokap selingkuh sama temen kantornya dan gak tahu sekarang keberadaannya, nah.. dari situ nyokap mulai melapiaskannya dengan cara gonta-ganti cowok, padahal udah sering di sakitin, dan gak jarang juga pulang-pulang nangis dan sesekali bilang kalau udah gak mau disakitin cowok lagi. Tapi kenyataannya tetep ngulangin lagi”, kata Renata.Theo terdiam. Suasana jadi sepi, Renata wajahnya mulai terlihat sedih. “Gue boleh nanya sesuatu gak?”, tanya Theo. renata mengangguk. “Sekarang berarti lo tinggal sama nyokap lo doang?”, tanya Theo. “Bener banget, tapi jarang ketemu juga”, kata Renata. “Kalo jarang ketemu, kenapa lo setiap hari di bawaain bekal?”, tanya Theo. “Oh, mbak lo yang bikin ya?”, tambah Theo. Renata tertawa kecil sembari berkata, “Bukan, yang setiap hari nyiapin bekal buat gue ya.. gue sendiri”, jawab Renata. “Tapi kenapa temen-temen lo kayanya tahunya bekal lo dibuatin?”, tanya Theo. “Gue sengaja nutupin itu supaya mereka mikir gue emang baik-bak aja”, jawab Renata. Theo terdiam lagi. “Gue cerita ini ke lo cuman sekedar cerita kok, soalnya gue gak bisa mendam sendiri lagi”, kata Renata. “Gak papa kok, lo kalau mau minta bantuan juga gak papa, siapa tahu gue bisa bantu”, jawab Theo.

Terdengar ada yang membuka pintu Aula, ternyata panitia mulai berdatangan. Setelah panitia sudah berkumpul semua, mereka membuat lingkaran besar untuk memulai memberikan masukan dan yang harus dikerjakan hari ini. “Kita setelah ini langsung mulai ngelanjutin progress yang kemarin aja dan kalau peralatannya ada yang hilang coba kalian cek di depan sana mungkin ada”, kata Renata. “Jangan lupa, kita juga harus saling membantu, dan mengingatkan satu sama lain”, kata salah satu panitia. “Benar itu, kita ini erja tidak sendiri-sendiri jadi kalau ada yang merasa kesulitan bilang saja sama yang lain, dan kalian yang merasa nanti di minta tolong, dibantu ya”, kata Renata. “Itu saja yang bisa disampaikan saat ini, tapi kalau kalian nantinya ada saran bisa langsung memberi tahu ya, kita langsung mulai aja progressnya kalau gitu, tetap semangat dan kita pasti bisa!”. Kata Renata dengan semangat. Kemudian semua panitia mulai melanjutkan tugasnya masing-masing di Aula Serbaguna. Di tengah-tengah sedang mengerjakan Theo teringat untuk mengambil beberapa alat bersih. “Nat, gue ke gudang dulu. Mau ngambil sapu dan pengki buat beres-beres selesai ini”, kata Theo. “Oke-oke”, jawab Renata.

Theo sedang jalan di Koridor untuk menuju Gudang dengan tenang sembari memikirkan cerita Renata tadi. “Apa gara-gara orang tuanya seperti itu, Renata jadi punya philophobia?”, gumam Theo. “Berarti kalau dari pemikirannya sudah negatif dia bakal kambuh, tapi kalau dia tetap berfikir yang positif bisa jadi sembuh. Pola pikir dia juga harus diubah sebenarnya gak semua cowok bakal nyakitin dia, atau bahkan kaya nyokapnya ganti-ganti cowok mulu. Hmm.. tapi balik lagi kemampuan dia sanggup gak”, tambah Theo. Langkah dia berhenti saat dari arah belakang ada yang memanggil namanya. “THEO!”, kata seseorang engan suara yang lantang dan berat. Saat mendengar namanya, sangat tidak asing. “Ben”, gumam Theo. benar saja saat memutarkan badannya Ben sedang berdiri tidak jauh dari Theo.

Lihat selengkapnya