No Matter What You Are

Adristia Kusumo P
Chapter #8

BAB 7

Renata melihat Theo yang sedang mengamati sekitar. “Sepi banget ya?”, tanya Renata. “Hmm.. setiap hari gini?”, tanya Theo sedikit tidak enak mengatakannya. “Iya. Kan gue udah pernah bilang waktu itu kalau nyokap-bokap gue cerai. Jadi gue cuman tinggal berdua bareng nyokap, tapi jarang ketemu juga sama dia. kadang kalau sekali ketemu aja berantem, gak tau sebenarnya salah siapa. Guenya yang terlalu emosi atau dianya yang emang mancing”, jawab Renata. “Lo udah pernah berdiskusi bareng belum?”, tanya Theo. “sama siapa, nyokap?”, tanya Renata. Theo mengangguk. “Baru ketemu aja udah langsung berantem, apalagi kalau diskusi”, tambah Renata. “Belum di coba kok, udah pesimis duluan”, jawab Theo. Renata menghela nafas. “Perlu gue coba?”, tanya Renata. Theo mengangguk. “Mungkin dengan lo berdiskusi, bisa jadi nyokap lo berubah dan lo bisa juga ngasih tahu Phobia lo, siapa tahu dengan lo jujur bisa membuat Phobia lo itu mendingan. Gue cuman kasih saran ya”, kata Theo. Renata terdiam untuk memahami perkataan Theo. “Kalau nanti sama-sama ada waktu gue coba deh”, jawab Renata. “Nah, gitu dong. Coba dulu makanya”, kata Theo. Renata melihat Theo, Theo yang menyadari bertanya, “Kenapa lo ngeliatin gue kaya gitu?”. “Dulu, sebelum gue kenal lo. Sahabat gue pada bilang kalau lo anaknya pendiem banget udah gitu cuek sampe dibilang misterius gitu. Tapi gak deh nyatanya”, jawab Renata. “Sebenarnya gue cuman males ngobrol, enakan baca-baca”, kata Theo. “Lo juga gak cuek, buktinya lo udah mau ngebantuin gue sejauh ini”, kata Renata. “Itu karena o yang minta, tapi gue juga mau ngebantuin lo kok”, jawab Theo. “Thanks ya, Theo. gue gak salah orang minta bantuan, lo sendiri juga ngajarin gue selalu untuk berfikir Positif”, kata Renata tanpa sadar memegang tangan Theo. Ketika sadar Renata langsung melepaskan tangannya tersebut. “Nyantai Nat. Pokoknya kunci itu ada di pikiran yang Positif”. Kata Theo. Theo menggela nafas. “Dulu sebenarnya gue selalu gak di lihat usahanya sama keluarga, padahal nilai gue bagus, selalu juara kelas, ikut berbagai lomba. Tapi hasilnya nihil, mereka ngelihat gue masih kurang, gak kaya kakak yang sekarang jadi dokterkarena keinginan mereka”, tambah Theo. “Sampai sekarang?”, tanya Renata. “Sekarang untungnya udah gak lagi. Gue akhirnya memutuskan untuk mengeluarkan aspirasi gue. Kalau nantinya gue gak mau jadi apa yang mereka harapkan, gue mau bebas untuk menentukan masa depan gue sendiri. Pada akhirnya mereka menerima aspirasi gue dan mendukung gue”, jawab Theo. “Waw, ternyata lo keren ya”, kata Renata sembari tersenyum tipis. “Makanya jangan takut untuk mencoba apa yang belum kita coba”, kata Theo. “Thank ya udah nyemangatin gue”, kata Renata. Theo mengangguk sembari tersenyum, lalu dia melihat jam yang ternyata sudah sore. “Nat, udah ke sorean kayanya, gue balik dulu ya”. “Oh, udah sore sih emang, ya udah kalau gitu”, jawab Renata. Gue balik ya”, kata Theo sembari menuju ke pintu. “Hati-hati ya, Thanks sekali lagi”. Kata Renata sebari membukakan pintu. “Jangan sedih mulu”, kata Theo yang mengusap kepala Renata. Tapi untuk kedua kali ini Renata tidak terlihat kaget seperti sebelumnya malah tersenyum. Kemudian Theo menaiki motornya dan pergi dari halaman Rumah Renata.

           “Gue tadi kenapa sampai berantem sama Ben, cuman gara-gara Renata ya?”, gumam Theo sembari telentang di kasurnya. “Ben duluan sih yang nonjok gue. Tapi sebenarnya kalau gue gak mau bales juga langsung selesai, gak pake acara muka gue biru-biru gini”, tambah Theo. kemudian Theo diam sejenak, namun pikiran Theo mengingatkan waktu dia memegang kepala Renata. “Ngapain gue inget waktu gue ngelus kepala Renata?”, kata Theo heran. “Gak beres nih. Pikiran gue udah mulai ngaco kayanya”, tambah Theo. Tapi saat dia terdiam lagi pikirannya mengingat wajah Renata waktu dia mengelus Kepalanya. “Gak-gak mungkin. Lo harus sadar Theo, gue cuman sekedar peduli sebagai temannya. Gak lebih”, kata Theo. Dan dia memutuskan untuk menidurkan diri saja. “Kecapekan kayanya gue nih. Tidur aja lah”, kata Theo.

           Di Kelas 11-1 IPS. “Kalian mikir gak, Renata sama Theo sekarang makin deket?”, tanya Alyta. “Jangan-jangan Renata deketin Theo buat jadi pacarnya?”, kata Freya. “Masa sih? Mereka dekat gara-gara disuruh sama Bu Laila, jadi gak mungkin Renata deketin Theo buat jadi pacarnya deh”, jawab Jeni. “Bener sih, tapi bisa jadi juga Jen, Renata ngambil kesempatan itu buat deketin Theo”, kata Freya. “Nah.. itu..tu, kayanya benar deh. Lagian juga, Renata sebelumnya gak pernah sedeket ini sama cowok. Paling cuman sekedar nyapa atau ngobrol yang penting-penting”, kata Alyta. “Halah… cuman dekat gitu doang masa dibilang PDKT, kalian jangan ngada-ngada deh”, kata Jeni. “Jen, coba lo pikir baik-baik lagi deh. Kita udah ngancam Renata buat punya pacar dalam hitungan dua bulan ini, sekarang udah mau sebulan tapi dia gak pernah ngenalin atau seenggaknya nunjukin gebetannya ke kita. Dari Theonya juga kayanya asik-asik aja di deket Renata. Padahal lo tau sendiri kan kalau Theo sukanya menyendiri, dia aja jarang nongkrong bareng sahabatnya. Ya, gak sih?”, jawab Freya. “Masa sih, mereka emang lagi PDKT. Kayanya gak deh?”, tanya Jeni yang masih ragu-ragu. “Duh.. tolong ya Jen, kita tahu kalau lo emang anak baik dan selalu perfikiran positif tapi untuk sekali ini aja lo pikir-pikir lagi. gak ada salahnya juga kalau mereka pacaran nantinya”, jawab Alyta. “Bener kata Alyta jen. Kemarin ingat gak, waktu Theo masuk ke Aula dengan wajahnya yang kaya abis berantem? Sebelumnya Renata nyaperin gue sama Gavin cuman buat nanyain Theo kemana”, kata Freya. “Gue kaget tuh, waktu dia masuk. Tapi kalau emang Renata nyari Theo kenapa gak barengan aja dan wajah Theo kenapa babak belur? Zico waktu itu juga sempet nanya kenapa wajahnya gitu, tapi dia malah bilang gak perlu tahu. Padahal sahabatnya sendiri yang nanya”, tanya Alyta. “Gue juga liat sih, dia bawa tasnya Renata waktu kita semua di suruh pulang. Tapi pas gue tanya Renata dimana, dia gak tahu keberadaannya dan alasannya dia bawa tasnya buat diamanin. Aneh sih menurut gue”, tambah Jeni. “Beneran jangan-jangan, ada apa-apa nih kayanya sama mereka berdua”, jawab Freya. “Tapi kalau emang benar ada apa-apa kita kan udah di peringatin sama Renata waktu awal kita ancam, kalau kita gak boleh nyari tahu tentang Renata lagi deketin cowok”, kata Jeni. “Bikin tambah penasaran nih jadinya”, jawab Freya.

           “Pagi semuanya, gossipin apa sih kalian, kayanya serius banget?”, Renata datang sembari merangkul Freya dan Jeni dengan wajah senang. “Pa-pagi ren”, jawab Freya terbata-bata. Saat Renata melihat satu per satu wajah sahabatnya terlihat mereka canggung terhadap kehadiran Renata. “Kalian kenapa aneh gini, waktu gue dateng? Tadi gue liat kalian dari depan pintu serius banget, lagi pada gossipin apa? gue jadi penasaran kan”, tanya Renata heran. “Gak ada papa kok Ren”, jawab jeni. “Bener?”, tanya Renata yang ragu. “Inget Ren, tantangan dari kita. Lo harus punya pacar”, jawab Jeni. Renata tertegun sejenak lalu berkata, “Satu Bulan lagi kan?”. “Gue kira lo lupa”, kata Alyta. “Ren, lo ada hubungan sama Theo ya?”, tanya Freya. Jeni dan Alyta melirik ke Freya sedangkan wajah Freya yang polos dan dengan penuh penasaran. “Kita saling bantu sebagai ketua perwakilan acara kan. Jadi wajar kalau ada hubungan”, jawab Renata. “Bukan itu maksud gue. Hubungannya itu kaya gebetan atau pacar, mungkin?”, tanya Freya. Renata tertegun untuk kedua kalinya. “Gak mungkin lah, gue punya hubungan kaya gitu sama Theo. Kenapa lo bisa berfikir sampai jauh gitu?”, jawab Renata. “Kita perhatiin soalnya, lo sekarang jadi tambah deket sama Theo. jadi kita kira lo emang lagi PDKT sama dia”, jawab Freya. “Apaan sih kalian, gue deket sama Theo bukan berarti punya hubungan spesial sama dia. Jadi jangan kejauhan deh ngiranya”, jawab Renata. “Sorry deh, kita gak tahu. Jadi kalau bukan sama Theo, sama siapa dong?”, tanya Alyta. Terlihat dari wajah Renata yang kebingungan untuk menjawab pertanyaan sahabatnya. Namun saat masih mencari jawaban Theo memanggil Renata dari depan pintu, “Nata”. Renata spontan menengok ke arah Theo. “Ayo kita laporan ke Bu Laila. Keburu masuk nih”, kata Theo. Renata langsung bergegas mendekati Theo dan menuju ke Ruang Guru.

           “Saya lihat dari laporan kalian, masing-masing divisi sudah membuat progress ya. Cukup bagus juga konsep yang kalian bikin”, kata Bu Laila. “Terima kasih Bu. Iya kita juga setiap pulang sekolah mengerjakannya bareng-bareng di Aula, jadi bisa saling bantu”, jawab Renata. “Apa kalau mengerjakan setiap pulang Sekolah tidak ada kendala?”, tanya Bu Laila. “Kita sudah berdiskusi di awal pertemuanan dan mereka juga menyetujuinya kalau mengerjakan setiap pulang sekolah”, jawab Theo. “Berarti kalau tidak ada kendala, kalian bisa melanjutkannya lagi”, kata Bu Laila. “Baik Bu”, jawab Renata. “Kami permisi dulu Bu. Mau bel masuk juga”, kata Theo dan kemudian mereka keluar dari Ruang Guru.

           Di Koridor. Theo yang dari tadi ngamatin Renata terlihat dia sedang memikirkan sesuatu. “Lagi mikirin apa lo?”, tanya Theo. “Hmm… lo mau nolongin gue lagi gak?”, tanya Renata balik. “Nolongin apa?”, tanya Theo. “Jadi sebenarnya gue lagi ditantang sama sahabat gue buat punya pacar dalam hitungan kurang dari dua Bulan ini. Sementara lo tahu sendiri gue punya Phobia”, kata Renata. “Kok bisa bikin perjanjian itu?”, tanya Theo. “Karena Mereka gak pernah ngelihat gue pacaran, di deketin cowok aja gue langsung berubah jadi aneh. Jadi mereka ngancam buat jodohin gue yang gak tahu orangnya, kalau dalam hitungan kurang dari dua Bulan ini gak dapet pacar”, jawab Renata. “Lo maunya gimana?”, tanya Theo. Renata berfikir sejanak. “Lo punya temen cowok atau sahabat cowok di luar Sekolah gak?”, tanya Renata. “Buat apa?”, tanya Theo balik. “Jawab dulu punya atau gak?”, kata Renata. “Punya, cuman satu tapi. Temen Rumah”, jawab Theo pasrah. “Perfect, kenalin gue ke dia dong”, kata Renata. “Lo mau ngapain?”, tanya Theo kaget. “Gue mau nyoba beneran buat pacaran, mungkin kalau gue nekat dan berani, Phobia gue bisa hilang”, jawab Renata. “Yang benar Nat?”, tanya Theo untuk memastikan. “Gue yakin’, jawab Renata sembari mengangguk dan spontan megang tangan Theo. Theo tidak menjawab dan Renata melepaskan tangannya dari tangan Theo, lalu bel masuk berbunyi. “Please bantuin gue”, tambah Renata. “Tapi jangan di paksa ya kalau udah gak kuat. Bahaya”, jawab Theo. Dan pada akhirnya Theo memutuskan membantu Renata. “Nanti, kenalan dulu, gue ajak lo ketemuan sama dia”, Tambah Theo. 

Lihat selengkapnya