“Maaf!” Ishana berlutut setelah sadar perbuatannya. “Aku pasti kehilangan akal. Aku—“
“HAHAHA!” Penyesalan gadis itu terpangkas oleh tawa Grey Finlay yang membahana. “Berdiri, Nona. Tidak usah khawatir, dia memang pantas ditampar!”
Kaulana mendelik kesal ke arah kakeknya itu. Namun, melihat kakeknya balas melotot, Kaulana memalingkan wajah dan menghela napas kasar.
“Kamu pasti cari mati,” desis Kaulana, melihat Ishana berusaha berdiri.
“Jangan dengarkan dia, Nona.” Grey menyela lagi, lalu menatap Kaulana jengkel. “Pergilah. Kau tidak ada urusannya dengan kami.”
Kaulana mendecih geli. “Gimana bisa? Ini soal hidupku!”
Grey terkekeh lagi. “Hidupmu ada dalam genggamanku, Anak Muda. Berapa kali harus kubilang?”
Untuk beberapa saat, sepasang kakek dan cucu itu bertatapan sengit. Hingga, Kaulana mengeraskan rahang, lalu pergi. Baik Grey maupun Ishana, sama-sama menatap punggung yang marah itu dengan dua sorot mata berbeda. Yang satu sorot meremehkan, satu lagi sorot mengasihani.
Setelah lengang, Grey menghela napas. “Kita bicarakan soal keputusanmu di ruanganku, Nona. Ayo.” Pria itu berbalik dan melangkah.
“Tidak, Tuan. Aku bicara sekarang. Aku takut berubah pikiran.”