Mayat-mayat diturunkan dari pepohonan oak, dikuburkan dalam salju atau dibakar dengan api. Termasuk mayat Petunia yang tetap utuh karena es membungkus jasadnya itu. Distrik Kholograd akan ditutup, sebab nyaris tidak mungkin lagi manusia dapat bertahan hidup di sini.
Ishana tertegun dan bara api terpantul di bening matanya. Api besar melahap rumah lamanya hingga menimbulkan bunyi gemeletuk kayu-kayu yang hancur. Dia mengucapkan selamat tinggal pada semua kenangannya tentang tempat tinggalnya itu.
Kini, agak sulit berjalan di atas salju. Satu-dua kali, wanita itu hampir tergelincir, terutama saat langkahnya itu semakin mendekati bibir pantai yang mulai mencair dan menyisakan bongkah-bongkah es besar yang mengapung di lautan.
“Hati-hati,” kata seseorang, setelah menangkap tubuhnya yang hampir tergelincir untuk ketiga kalinya. Ishana hapal aroma ini. Dia memeriksa dan benar saja, Kaulana yang menangkapnya.
Setelah berdiri dengan benar, Ishana berdeham. “Kamu—“
“Micela sudah pergi?” sela Kaulana, bertanya. “Kenapa tidak ikut?”
Bola mata Ishana bergerak-gerak cepat, pikirannya kacau. Apa benar, Kaulana akan menceraikannya?
“Padahal, bagus untukmu pergi ke Bali. Sudah coba daging pedas buatan Micela? Itu sangat enak. Mungkin, jika ke sana, kamu bisa belajar memasaknya juga.”
Ishana tertunduk, menatap bunga Snowdrop yang tak sengaja diinjaknya. “Itu bukan daging pedas. Namanya rendang.”