Chloe masih terbayang dengan apa yang terjadi barusan. Ia merasa bersalah karena sudah bertindak seperti anak durhaka terhadap ibunya. Rasa bersalah mulai menghantuinya, ia merasa tidak berguna sebagai seorang anak. Terlebih, bukan hanya dia yang merasa terluka dan dia bisa melakukan hal seegois itu tetapi ibunya juga. Chloe berjalan menuju meja riasnya, untuk melihat bagaimana mimik wajahnya saat ini.
Hampa.
Tidak hanya tatapannya saja, tapi juga perasaan dan hatinya.
Ia tidak tahu harus berkata seperti apa untuk pantulan dirinya dicermin. Apa dia harus menangis? Ataukah dia harus pergi berlari untuk meminta maaf? Atau mungkin haruskah dia mengabaikan semuanya dan menjalaninya seakan tidak ada apapun dikeesokkan harinya.
Ia bahkan merasa tidak ada tanda kehidupan dalam dirinya, karena ia sulit untuk mengeskspresikan dirinya di depan orang banyak, apalagi untuk menangis. Ia tahu jika menangis itu merupakan hal yang lumrah, bahkan patut untuk dilakukan agar emosi negatif kita bisa keluar. Tapi entah kenapa dalam dirinya menolak untuk menangis karena itu ia tidak ingin terlihat lemah.
Lebih tepatnya, hati gadis itu dilindungi oleh baja, padahal di dalam dia sangatlah rapuh.
Sebenarnya ada hal lain yang ia rahasiakan dari siapapun, yakni mengenai dirinya yang sudah didiagnosa depresi berat atau dapat dikatakan depresi mayor.
Depresi mayor merupakan jenis depresi yang membuat penderitanya merasa sedih dan putus asa sepanjang waktu. Gejala seperti; suasana hati yang murung dan suram, kehilangan minat terhadap hobi atau aktivitas lain yang sebelumnya disukai, memiliki gangguan tidur, sering merasa lelah dan kurang berenergi suasana hati yang murung dan suram, selalu merasa bersalah dan tidak berguna, sulit berkonsentrasi, dan adanya kecenderungan untuk bunuh diri.
Gejala ini bisa berlangsung berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Terlepas dari berapa lama gejala berlangsung. Depresi berat dapat mengganggu aktivitas dan kualitas hidup penderitanya. Tapi walaupun begitu, depresi tidak boleh dianggap remeh karena penderita harus segera ditangani oleh professional, karena jika dibiarkan, kejadian seperti self-harm dan bahkan niat untuk bunuh diri bisa saja terjadi jika depresi tidak ditangani dengan baik.
Chloe hanya bisa pergi sekali ke psikolog, untuk mencari tahu bagaimanakah gambaran dirinya. Psikolog tersebut berkata, apa yang terjadi pada Chloe dikarenakan trauma kekerasan yang ia lalui dimasa kecilnya yang membuatnya mimpi buruk dan mengalami sleep paralyze dengan rasa sakit ketika ia bangun.
Belum lagi belakangan ini dia mendengar suara-suara aneh yang bisa membuatnya meragukan dirinya sendiri,
“Apakah aku nyata?”
“Apakah ini hanya sugesti ku saja?”
“Bagaimana jika ini hanyalah kesedihan biasa yang kulebih-lebihkan?”
“Jika itu benar, mengapa rasanya semenderita ini?”
Pemikiran seperti ini terus menghantuinya dan di dalam kesendiriannya ia berteriak dalam hati. Ia tidak sempat lagi untuk ke psikolog maupun psikiater karena dia sudah mulai disibukkan dengan perkuliahannya.
“Aku tidak merasa apapun dalam diriku,”
Tapi, ketika permasalahan yang menyangkut keluarganya mencuat, semuanya berubah. Hal itu membuatnya hampir gila dan melakukan banyak self-harm, sebagai bentuk pelampiasan emosinya yang selama ini mati. Saat depresi menyerangnya, ia sadar tapi seakan tidak bisa menahan dirinya untuk terus menusukkan garpu ke pahanya. Dan begitu ketika dia sudah stabil, ia seakan dia baru sadar dari mimpinya jika dia sudah melakukan hal yang tidak baik.
Depresi hadir tanpa diduga-duga, terkadang karena hal sepele yang membuat penderitanya overthinking dan bisa juga memicu panic attack dan itu pernah terjadi pada Chloe, ketika ia membaca komentar-komentar di sosial media yang sangat meremehkan apa yang seorang depresi rasakan. Hal itu membuatnya down dan menangis hebat, padahal komentar itu bukanlah untuk dirinya.
Inilah yang menjadi pergumulannya setiap hari. Ia merasa seperti karakter antagonis di setiap aspek kehidupannya, karena ia susah sekali merasa simpati dan ia tidak merasa apapun dalam dirinya. Sangat disayangkan, jika ia rutin kontrol ke psikiater, pasti kondisinya membaik.
Juga, salah satu alasan ia menutup hatinya dengan baja adalah karena seorang sahabat yang seharusnya mendukung dirinya, malah meremehkan permasalahannya dan menjudge dirinya kurang beriman. Hal itu menghancurkan hatinya. Padahal, yang Chloe butuhkan adalah dukungan, tetapi remehan dan penolakanlah yang ia dapatkan. Sangat menyakitkan.
Sebuah depresi terjadi tahap demi tahap untuk bisa dikatakan depresi. Chloe hanya membutuhkan dukungan, tetapi dukungan itu pupus karena kurangnya pengertian masyarakat terhadap mental illness itu sendiri.
Menyakitkan? Sangat.
Sejak saat itu, ia berpaling dan tidak mempercayai siapapun karena manusia itu mengecewakan, baik sadar maupun tidak sadar.
****
Semua mata tertuju pada Chloe ketika Chloe hendak masuk kelas. Tidak diragukan lagi, kejadian saat ospek tersebut pasti pemicu mata-mata itu meluruskan pandangannya pada Chloe. Namun ada sesuatu yang menyita perhatian Chloe, yakni terlihat sebuah tangan yang melambai kepadanya. Dan tebak siapa itu?
Ya, itu Jocelyn. Chloe melihat perbedaan Jocelyn yang kemarin dan sekarang. Sekarang dia terlihat cantik dan cukup modis juga, kalau bisa dikatakan, ia memang terlihat seperti orang yang berada karena outfit dan barang-barang yang ia pakai. Berbeda dengan Jocelyn, Chloe hanya memakai kemeja kebesaran dengan celana jeans, ya seperti outfit mahasiswa lainnnya. Hal itu dinilai aneh bagi Chloe, untuk apa anak sepertinya seakan terus mencari perhatian kepadanya?
Chloe menilai, Jocelyn bisa saja mencari teman yang sederajat dengannya, memakai jam tangan mahal, outfit yang bernama, belum lagi dengan makeupnya yang minim, yang menambah kesegaran diwajahnya, tidak seperti kemarin yang lusuh. Chloe yakin, pasti akan banyak yang menyukai Jocelyn, karena dia memang cantik dan juga sifatnya yang ceria dan ramah.
Jocelyn sudah menyiapkan meja dengan meletakkan tas nya di bangku sampingnya agar tempat itu tidak diambil oleh siapapun. Melihat gadis it terus melambai, dan memberi isyarat untuk duduk di sampingnya, Chloe berjalan dan benar-benar duduk ditempat Jocelyn siapkan.
“Ternyata kita benar-benar sekelas ya,”
Chloe tersenyum kecil, sebelum dia mengeluarkan binder dan penanya. Jocelyn ingin sekali bercakap-cakap pada Chloe, tapi dia sangat bingung bagaimana caranya karena gadis itu terlalu cuek.
“Chloe,”
“Ya?”