Di dunia yang ini, langit selalu kelabu. Tidak ada awan cerah yang menyenangkan. Di dunia yang ini, seorang gadis sibuk merutuk dan menagih janji bahagia seumur hidup. Janji yang tidak pernah terpenuhi. Di dunia yang ini, seorang gadis sibuk berdoa pada Tuhan untuk kehancuran hidup seseorang.
Di dunia yang ini, seorang gadis— dengan seluruh kecewanya, mengubur rindu yang tidak pernah lagi terjamah ....
***
“Arini, kau memang bodoh! Mati saja! MATI, ARINI! MATI!” Suara itu terus menggema meski aku sudah menutup telinga dengan kedua tanganku. "Lihat aku, Arini. Berhentilah menghindar!"
Tanganku masih gemetar sambil terus berusaha menutup telinga, ketika aku kembali merasakan sentuhan sosok itu pada tubuhku. Pundakku terasa dingin begitu tangan milik sosok itu bersentuhan dengan kulitku. Tubuhku kembali menegang. Aku tidak tahu apa yang diinginkan sosok bayangan hitam itu. Mengapa ia terus mengikutiku? Apa salahku padanya?
"Apa maumu?" Dengan suaraku yang tak kalah gemetar dari tubuhku, aku berusaha untuk berbicara padanya. Tanganku sudah tidak lagi menutup kedua telingaku. Kemudian dengan sisa-sisa keberanianku, aku menoleh perlahan pada sosok itu. Aku menatapnya tak kalah tajam. Aku sudah muak dengan keberadaannya.
"Aku tidak mau apa-apa darimu, Arini. Aku hanya ingin kamu sadar. Kamu menghancurkan semua yang ada di sekelilingmu. Keluargamu, teman-temanmu, semuanya berantakan karena ada kamu. Kamu sumber masalah, Arini. Kamu sumber kehancuran."
"Tidak! Aku bukan sumber masalah!"
"Arini, aku hanya ingin mengingatkanmu. Kamu tidak layak berada di sini. Kamu tidak layak berada di sekitar siapa pun. Kamu akan menghancurkan hidup banyak orang di masa depan. Berhentilah, Arini. Aku bersikap seperti ini karena menyayangimu."
"Apa semuanya salahku? Apa keluargaku hancur juga salahku?"