Noir

Marindya
Chapter #23

19 || Hati dan Segala Isinya yang Rumit

Hari ini saya kembali menemui Arini di ruang rawatnya. Ini adalah pertemuan kami yang keempat sebagai 'teman cerita'. Saya senang karena Arini akhirnya bisa mengungkapkan perasaannya perlahan, dan dia sudah lebih banyak terbuka. Kemarin, saya memberi sebuah jawaban yang membuat Arini meminta untuk kembali bertemu dengan saya. Jawaban atas pertanyaannya; 'apa aku memang gila?', 'apa ada yang salah di dalam kepalaku?'. Saya mengatakan padanya bahwa dia tidak gila, bahwa tidak ada yang salah dalam kepalanya. Hanya saja, dia memiliki luka yang cukup serius dalam dirinya. Luka batin. Luka itu harus sedikit dibuka kembali, untuk akhirnya diobati dengan benar. Selama ini, Arini mungkin menganggap lukanya sudah sembuh seutuhnya. Padahal, bisa jadi luka itu hanya mengering di bagian luar saja, sementara bagian dalamnya masih basah, dan bisa membusuk jika terus diabaikan. Oleh karena itu, saya hadir untuk menemani penyembuhan luka batin Arini. Lalu, diluar dugaan, Arini ternyata setuju pada pendapat saya. Dia bilang, dia ingin bertemu dengan saya lagi hari ini dan setuju untuk diobati.

Saya tidak bisa melakukan hipnoterapi hari ini, sebab keadaan tubuh Arini sedang tidak baik. Saya tidak ingin keadaannya memburuk setelah sesi hipnoterapi. Memang benar bahwa hipnoterapi bisa membuat perasaan lebih rileks. Namun, jangan lupa bahwa dalam beberapa kasus, sesi itu justru akan memancing kecemasan Arini untuk kembali keluar, sama seperti kemarin. Jadi saya memutuskan untuk mendengarkan apa yang ingin Arini sampaikan hari ini. Saya akan mengajaknya untuk lebih banyak berbicara, lebih banyak terbuka. Karena untuk menyembuhkan luka batin, mengeluarkan segala yang terpendam adalah yang paling penting.

Kami sedang duduk berhadapan saat ini. Arini duduk bersandar pada ranjangnya, dengan kaki bersila. Saya juga turut duduk di ranjang itu, tepat di hadapan Arini. Barusan, saya memberikan sebuah buku catatan kecil untuknya. Mulai saat ini, buku catatan itu akan menjadi teman baru untuk Arini.

"Ini untuk apa?" tanya Arini tepat setelah dia menerima buku catatan itu.

"Buku ini untuk menemani penyembuhanmu, Arini. Saya sudah menulis beberapa pertanyaan untuk kamu di buku ini, lalu kamu harus menulis jawabannya setiap kali kita bertemu."

Arini mengangguk setuju. Dia membuka halaman pertama dari buku itu, lalu membaca pertanyaan disana. Pada pertanyaan pertama, Arini tidak butuh waktu lama untuk menuliskan jawabannya. Tidak ada gurat keraguan dalam gerakan pena yang sedang menari di atas kertas putih itu. 'Apa tiga kebaikan yang dimiliki oleh orang yang berada di hadapanmu?', adalah pertanyaan saya yang pertama. Arini memberikan jawabannya dalam buku itu dalam waktu kurang dari lima menit.

-Suka membantu orang.

-Perilakunya lembut.

Lihat selengkapnya