Noir

Marindya
Chapter #26

22 || Bertemu Dengan Maria

Sesi hipnoterapi yang saya terapkan untuk Arini belum selesai. Saya masih harus menggali lebih dalam lagi, sampai luka yang Arini pendam benar-benar keluar seluruhnya. Dan melihat bagaimana keadaan Arini yang semakin membaik setiap hari, saya memutuskan untuk kembali melakukan hipnoterapi hari ini. Tujuannya adalah mengeluarkan sisi Maria yang masih terpendam di dalam diri Arini. Dia tidak bisa dibiarkan untuk terus menganggap bahwa Maria benar-benar ada dan menjadi temannya. Kini, Arini sudah berbaring nyaman pada sofa panjang, dan mengikuti instruksi dari saya. Saya sungguh berharap bahwa Maria akan hadir dan berbicara dengan saya.

"Tarik napas yang dalam sekali lagi ... hembuskan melalui mulut. Sekarang, mari kita mulai mengisi kepalamu dengan udara sampai penuh. Lalu, isi kedua bahumu dengan udara itu ..."

"... sekarang udara itu menjalar untuk mengisi tangan kanan dan kirimu. Udara itu terus menjalar dan memenuhi tubuhmu, turun pada kedua kakimu. Seluruh tubuhmu sudah dipenuhi dengan udara sekarang. Apa rasanya sudah ringan seperti balon?"

Dia mengangguk.

"Sekarang mari kita masuk ke dalam lift, lalu tekan tombol hijaunya, Arini."

Arini terdiam cukup lama, sebelum akhirnya mulai berbicara dengan suara yang datar dan dingin, persis seperti ketika pertama kali dia datang ke Rumah Aman. "Kita di lantai dua puluh," katanya.

"Pemandangan apa yang kamu lihat pertama kali?"

"Arini meringkuk di atas kasur. Dia kelaparan. Bajingan itu memang pantas untuk dihukum. Kamu lihat sekarang? Arini kelaparan sendirian. Dia tidak punya makanan untuk dimakan, bahkan tidak ada uang satu rupiah pun di kantongnya. Kamu masih mau menyuruh Arini untuk berdamai dengan hidupnya? Omong kosong!"

Saya terlampau terkejut untuk segera menjawab perkataan Arini. Dia terdengar sangat kasar dan marah. "Apa kamu ... Maria?" tanya saya ragu.

"Iya. Kamu ingin kita bertemu, kan?"

Akhirnya! Kehadiran Maria benar-benar saya nantikan, sebab Maria adalah sisi lain dari Arini yang banyak menyimpan kemarahan. Jadi, saya ingin meredakan kemarahan itu, hingga Arini benar-benar bisa lepas dari sosok Maria yang selama ini mempengaruhi kehidupannya. "Halo, Maria. Bisa kamu beritahu saya kenapa Arini kelaparan?"

"Dia bekerja dengan upah kecil. Kadang, Arini harus mengirim uang untuk mama dan adiknya. Dia bahkan tidak punya uang yang tersisa untuk dirinya sendiri dan meminjam kesana-kemari hanya untuk makan. Hari ini dia tidak punya apa pun untuk dimakan. Sudah tengah malam begini, dan dia belum makan apa-apa sejak pagi. Dia membohongi perutnya dan mengisinya dengan air."

"Apa tidak ada yang bisa membantu Arini? Maksud saya, kemana teman-temannya? Atau ... rekan kerjanya, mungkin?"

Lihat selengkapnya