Noir

Marindya
Chapter #32

26 || Dan, Selesai ...

Banyak perubahan baik yang sudah ditunjukkan oleh Arini, selama satu bulan dirawat— setidaknya begitu menurut Maudi. Kondisi Arini menunjukkan perkembangan yang cukup bagus. Meski pada minggu-minggu pertama Arini sempat kembali mengalami ketegangan pada tubuhnya hingga ia tidak bisa bergerak, tapi hal itu sudah bisa ditangani dengan baik. Tidak ada kondisi medis yang bisa menjelaskan tentang ketegangan pada tubuh Arini, sebab hal itu didasari oleh pikiran yang ia ciptakan sendiri. Pikiran Arini percaya bahwa tubuhnya tidak mampu menanggung beban berat, hingga seluruh ototnya menegang dan sulit untuk digerakkan, termasuk otot-otot pada wajahnya— yang menyebabkan Arini sulit berbicara dan wajahnya terus berkedut. Kondisi tersebut hanya muncul ketika Arini mengalami kecemasan berlebih. Jadi ketika kondisi tersebut muncul, hal yang bisa dilakukan adalah menenangkan Arini, dan meyakinkan padanya bahwa tubuhnya baik-baik saja.

Selama satu bulan di rumah sakit, Arini tidak pernah sekalipun melewatkan jadwal minum obatnya. Maudi percaya, bahwa kemauan Arini untuk sembuh begitu besar. Sementara Arini— ia mengikuti seluruh arahan Maudi, karena dirinya sudah tidak tahan lagi berada di rumah sakit yang menyesakkan ini, dan ingin segera pulang ke rumah. Satu minggu lalu, Arini mengatakan bahwa dirinya masih melihat Maria dan Gracia, meski mereka tidak lagi berbicara padanya. Kemudian, Maudi menyediakan satu ruangan kosong dengan tiga kursi di dalamnya. Tujuannya adalah untuk membiarkan Arini berbincang dengan Maria dan Gracia untuk terakhir kali. Agar Arini bisa mengatakan bahwa dirinya sudah tidak lagi membutuhkan mereka berdua, bahwa mereka berdua sudah bisa pergi dari sisi Arini.

Di dalam ruangan itu, Arini duduk sendirian dengan dua kursi kosong di hadapannya. Sementara di ruangan yang lain, Maudi memperhatikannya melalui cermin dua arah. Pada tiga puluh menit pertama, Arini hanya diam sambil terus menatap dua kursi kosong di hadapannya. Pada saat itu, Maudi berpikir bahwa Gracia dan Maria mungkin belum muncul, atau Arini sudah tidak lagi bisa melihat mereka berdua. Namun, dalam bayangan Arini, mereka berdua sudah duduk di hadapannya, sambil terus menatap kecewa ke arahnya.

"Aku sudah bisa memaafkan diriku atas semua kegagalan yang pernah kubuat," kata Arini pada akhirnya. Sementara di hadapannya, Maria terkekeh tanpa mengatakan apa-apa.

"Baguslah, saya senang kalau Arini begitu," sahut Gracia.

Untuk beberapa saat, Arini kembali terdiam. Ia menunduk dan meremat jemarinya. "Kalau gitu, kalian tidak perlu datang lagi. Aku sudah baik-baik saja."

"Sudah kuduga kalau kamu akan mengusir kami pada akhirnya. Kamu percaya pada mereka? Percaya bahwa aku dan Gracia tidak nyata? Percaya bahwa dirimu gila?"

Arini mengangguk. "Aku percaya. Aku tidak bisa terus seperti ini. Aku juga ingin hidup normal seperti yang lainnya. Aku juga ingin hidup berdampingan dengan orang lain, jadi ... aku minta maaf. Kalian boleh pergi dari kepalaku."

Lihat selengkapnya