Begitu mereka semua sudah pulang, Mila langsung duduk di teras rumah untuk menghubungi ayah Anneth. Biar bagaimanapun, dirinya harus memberitau jika terjadi sesuatu pada putri mereka.
Ia pun membuka menu kontak di ponsel, mencari nomor telepon mantan suaminya kemudian menekan tombol panggil. Sambil menunggu telepon diangkat, Mila melongo ke dalam rumah memastikan anak dan pembantunya tak mendengar. Ia menutup pintu depan agar aman.
“Hallo!” Jawab suara laki-laki dengan nada ketus dari seberang sana.
Mila langsung bernafas lega karena tumben-tumbenan mantan suaminya itu mau mengangkat teleponnya.
“Adam, syukurlah kamu angkat. Ini Anneth tadi jatuh dari ayunan. Dia nggak kenapa-napa, sih. Cuma lecet sama benjol aja. Tapi dia kangen tanyain kamu terus. Kapan kamu mau tengokin dia?” Mila langsung memberondong dengan pertanyaan.
Terdengar helaan nafas kasar dari seberang sana.
“Gue sibuk shooting.” Jawabnya kasar dari seberang sana. “Itu urusan elo, lah! Kan hak asuh di elo!”
“Astaga, kamu kan ayah kandungnya. Masa nggak mau tengokin anak sendiri, sih! Luangin waktu sebentar emang ga bisa? Pas disela-sela break shooting misalnya.” Mila memohon.
Adam hanya menghela nafas tak merespon. Mila tau persis mantan suaminya itu sedang kesal. Maka ia terus membujuk.
“Aku tuh nggak tau cara bilangnya ke Anneth.” Mila mulai terisak. “Anneth terus tanya kenapa nggak pernah ketemu papanya lagi? Kenapa papa belum pulang? Papa datang, kan?”
“Bodo amat, emang apa peduli gue?” Adam tertawa mengejek.
“Astagfirullah, kenapa kamu jahat banget sih? Aku lihat di instagram kamu kayaknya banyak waktu sama Jessica Amanda.” Tuding Mila. “Aku nggak minta apa-apa kok, cuma minta temuin Anneth aja.”
Mila jeda sejenak kemudian melanjutkan kembali.
“Oiya, kamu kan harusnya wajib nafkahi Anneth sampai usia 18 tahun. Aku minta bantuan kamu lah untuk itu. Soalnya hutang aku makin numpuk. Aku takut nantinya nggak bisa ngasih pendidikan, gizi dan lingkungan terbaik untuk Anneth.”
Mila biasanya enggan meminta tapi saat ini kondisinya sangat mendesak.
Pria di seberang sana masih belum merespon, maka Mila terus bicara.
“Dari awal sejak kita mau nikah, aku tuh udah sabar-sabar lho. Sabar mulai dari saat pernikahan kita harus disembunyikan, sabar karena nggak pernah diakui jadi istri kamu demi fans kamu, sabar saat lahiran sampai Anneth masuk TK nggak pernah didampingi kamu, puncaknya aku juga sabar saat kamu mengumumkan ke publik kalau pacar kamu Jessica Amanda.”
Mila menangis tersedu-sedu dan melanjutkan lagi.
“Ternyata benar kamu emang pacaran beneran sama dia. Saat aku lagi pusing membagi waktu antara kerjaan dan urus Anneth kamu malah asyik-asyikan selingkuh. Saat kepergok kamu malah nyalahin aku. Ibu dan kakak-kakak kamu juga!”
Tanpa Mila ketahui, Adam sebenarnya hanya di rumah bersama pacar, ibu dan juga kedua kakaknya. Sejak tak merespon tadi, pria itu hanya meletakkan ponselnya diatas meja dan bermesraan dengan Jessica Amanda.
“Okelah kalau kamu nggak peduli sama aku, tapi jangan Anneth juga. Tolonglah bantu aku bayarin uang sekolah Anneth, setidaknya sampai aku promosi jabatan. Ini aku belum ada promosi lagi karena atasan aku baru ganti.” Mila yang sudah sangat putus asa sampai mengabaikan harga dirinya.
Sejak tadi ibu Adam diam-diam mendengarkan dan langsung menyambar.
“Mila….Mila…..ckckckck.”
Mila pun langsung terperanjat.
“Loh, Mama?”
“Mama…Mama, saya bukan mama kamu!” Ketusnya.
“Oh, Tante.” Mila pun meralat.
“Duh, gini ya Mila! Siapa suruh kemarin kamu tuh memilih bekerja? Padahal kalau kamu di rumah aja, Adam bisa mencukupi kebutuhan kamu, lho! Wajar aja dia selingkuh sama Jessica, karena perempuan cantik itu bisa kasih kenyamanan. Bisa luangin waktu untuk Adam. Kamu kemarin kan boro-boro ada waktu untuk Adam. Pergi pagi pulang malam terus.”
Mila kesal karena mantan ibu mertuanya itu bersikap manipulatif. Ia enggan memperpanjang masalah.