Sejak kemarin, Mila menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan. Namun sebelumnya, ia ingin menemui putrinya terlebih dulu. Ia memakai masker wajah berwarna hitam dan topi yang menutupi seluruh rambutnya agar tak dikenali. Ia juga memakai jaket hitam dan celana jeans.
Ia mengendap-endap mengintip melalui pagar belakang sekolah putrinya. Beruntung sekali kebetulan putrinya sedang belajar di lapangan dan tampak sedang menanam sesuatu.
Mila hanya memandangi putrinya itu sambil menitikkan air mata. Ia tak mungkin memanggil putrinya karena ada gurunya dan juga teman-temannya. Ia hanya terus memandangi putrinya yang sedang menyiram tanaman di beberapa pot dan mendengarkan gurunya yang sedang menjelaskan tentang proses fotosintesis.
“Selamat tinggal, Anneth. Kamu kelihatan lebih happy sekarang.” Isaknya.
Begitu Anneth masuk kelas, Mila pun pergi.
Pulang dari sekolah putrinya kemarin, ia mampir ke pasar terlebih dulu untuk membeli beberapa keperluan.
Pagi ini di sebuah ruangan gelap berlantai semen dan hanya ada satu kasur tanpa dipan, ia sibuk memasang tripod. Setelah tripod terpasang, ia letakkan dan jepitkan ponselnya kemudian mengetes kamera depannya.
Ponselnya baru ia aktifkan sekarang setelah berminggu-minggu. Ia tak memedulikan banyak pesan yang masuk karena ia pikir hanya berisi orang-orang yang mengutuknya, sayangnya ia tak melihat pesan dari Arya yang memintanya bertemu. Ia juga tak melihat pesan dari netizen yang memberitaunya, Arya sedang live di Bullet TV untuk membelanya.
Tripod dan ponsel sudah siap, kini ia hanya perlu menyiapkan sesuatu sebagai background saat ia siaran live nanti.
Butuh kurang lebih 20 menit sampai akhirnya semuanya selesai. Jantungnya berdegup kencang. Ia menarik nafas panjang kemudian dihembuskan. Ia rapihkan penampilannya meski hanya mengenakan kaos oblong dan celana pendek. Toh, siapa yang peduli pada penampilannya jika beberapa menit lagi ia akan mati.
Begitu sudah mantap dengan rencananya, ia langsung membuka aplikasi instagram, menekan tanda plus pada pojok kanan atas, pilih live, terdiam beberapa saat kemudian langsung ia tekan tombol bulat putih bagian bawah. Ia langsung duduk di kursi belakangnya.
Belum juga mulai bicara, sudah banyak sekali yang menyaksikannya dan menuliskan komentar tapi tak ia baca. Ia menatap beberapa saat, mengatur nafas kemudian mulai berbicara.
“Selamat pagi semuanya. Sebelum memulai acara inti, saya hendak menyampaikan sesuatu.”
Ia jeda sejenak.
“Sekitar satu bulan yang lalu, ada seorang perempuan yang menghampiri saya. Dia tau saya sedang kesepian dan ditolak oleh masyarakat. Dia pikir saya sama seperti perempuan ini. Dia menepuk pundak saya dan bilang, hai Kamila ya? Saya nge-fans banget sama orang tua kamu dan mereka menginspirasi saya.”
“Jujur disaat orang tidak ada yang bersahabat dengan saya, ketemu orang yang ramah seperti itu membuat saya tergoda untuk menerima ajakannya. Untungnya saya mulai menangkap kalau ada yang mencurigakan dari perempuan ini. Singkatnya perempuan ini mengajak saya untuk mengikuti kegiatan dia dan pada akhirnya menyiratkan kalau dia ini seorang teroris. Saat itu saya langsung lari karena nggak mau jadi bagian dari itu.”
Mila jeda lagi.
“Sampai kemarin, saat saya di pasar saya nggak sengaja melihat dia. Untungnya dia nggak melihat saya. Dia sedang jalan dengan seorang teman. Saat di pasar gerak geriknya tidak mencurigakan, layaknya seperti orang biasa yang sedang belanja. Namun, saya penasaran maka saya ikuti mereka berdua sampai pulang. Saya ikuti sampai ke sebuah rumah yang tadinya saya pikir rumah salah satu dari mereka. Saya tadinya hampir mau pergi, tapi pas salah satu membuka pintu nggak sengaja saya melihat banyak orang di dalam dan kayaknya nggak umum.”
“Saya akhirnya mengendap-endap dan menguping pembicaraan mereka.”
Mila jeda sejenak sebelum ke bagian yang paling penting.
“Saya ingin memberitau terutama jika ada polisi yang kebetulan menonton……Mereka akan merencanakan pengeboman yang rencananya akan dilakukan di pusat kota Jakarta. Saya punya bukti rekaman video, percakapan dan mereka merakit bom. Semuanya ada di galeri ponsel saya, silahkan kalian hack atau bisa langsung ambil di tempat saya sekarang. Lokasi saya bisa dilacak. Markas mereka di Jalan Melati No.33, pagar warna abu-abu dan posisi rumah hook.”
Siaran IG Live Mila menimbulkan kepanikan semua pihak, banyak yang menonton dan seketika langsung viral. Polisi langsung bergerak cepat begitu mendengar kabar tersebut sampai tak mendengarkan omongan Mila selanjutnya.
“Kedua, atas nama kedua orang tua saya, saya memohon maaf terutama untuk kalian yang kehilangan kerabat dan sanak saudara. Saya sendiri mengutuk aksi terorisme dan saya membenci kedua orang tua saya!” Wajah Mila terlihat penuh kebencian.
“Mereka sudah menghancurkan hidup saya. Sampai kapan pun saya nggak akan sudi menganggap mereka sebagai orang tua saya. Perlu kalian ketahui kalau saya nggak ada kaitannya dengan ini. Bahkan saat itu saya belum lahir.”
Mila jeda lagi.
“Biar gimanapun, saya paham kemarahan, ketakutan, kebencian dan rasa waspada kalian terhadap saya. Semuanya bisa dimengerti.” Mila mulai terisak.
“Dalam waktu sekejap saya harus kehilangan karir saya, anak saya, terutama tunangan saya. Hidup saya yang tadinya saya pikir akan bahagia selamanya ternyata malah kandas.”
Mila terisak kemudian menghapus air matanya.