Sedang asyik-asyiknya melamun mengingat-ingat masa lalu, tiba-tiba ada yang mengetuk ruangan ICU dan Arya langsung terkesiap. Ia pun menoleh yang ternyata seorang suster.
“Maaf pak, tapi banyak yang cari bapak di luar.” Ujar suster itu sambil menunjuk arah luar jendela. “Polisi juga mau bicara sama bapak.”
Arya buru-buru mengelap air matanya kemudian menoleh ke belakang. Ternyata hampir semua yang dikenalnya datang dan melihat dari balik kaca tersebut. Kedua orang tuanya, Irvan juga malah menyusulnya, adik dan adik iparnya. Yang mengejutkan, Adam Alexander juga datang didampingi oleh Jessica. Teman-teman kantornya juga ramai termasuk ketiga sahabat Mila.
Arya mengelap matanya sekali lagi kemudian melepas tangan Mila perlahan dan langsung beranjak.
“Arya.” Ibunya yang pertama kali menghampiri dan memeluknya begitu ia keluar.
“Ibu sama bapak langsung dari Bogor?” Tanya Arya bingung. “Kok kalian bisa tau kalau aku ada disini?”
“Ibu, bapak, Asri dan Fany tadinya mau ke rumah kamu, biasa mau cek kondisi anak-anak. Terus begitu kita baru mau sampai rumah kamu, berita nya kan viral dimana-mana. Jadi langsung lah kita susul kamu kesini.” Saut ibunya.
Arya mengangguk sambil menyeka sisa air matanya. Matanya masih sembab.
“Kamu yang sabar, ya.” Ibunya menepuk bahu putranya.
Ayahnya, Asri, Fanny dan teman-temannya juga mendekat ke arahnya. Mereka memborbardir dengan pertanyaan seperti,
“Pak Arya, Mila gimana?” Tanya Sissy sahabat Mila.
Rara dan Veny pun juga menanyakan hal serupa begitu juga dengan temannya yang lain seperti Irvan. Disaat semua temannya menanyakan kondisi Mila kepada dirinya, Adam dan Jessica tak melakukan hal serupa dan hanya berdiri mematung sambil menatap Mila dari kaca.
Arya langsung menghampiri mereka berdua.
“Kalian ngapain kesini?” Ketusnya.
Adam dan Jessica langsung mengernyitkan dahi dan saling berpandangan.
“Hello, emang ada larangan ya kita kesini?” Balas Adam tak kalah ketus.
“Dia sampai kayak gini tuh gara-gara kalian, tai!” Maki Arya sambil menunjuk-nunjuk Adam dan Jessica bergantian.
“Ya, gara-gara nyokap bokapnya lah! Kenapa jadi nyalahin kita?” Jawab Adam acuh tak acuh. “Nggak usah munafik lah, lo bukannya ninggalin dia juga? Dengan gagah ngomong depan wartawan saya tidak akan menikahi Kamila Maharani.”
Ledek Adam menirukan suara Arya.
“Iya, tapi gue berusaha mengembalikan nama baik dia! Nggak kayak lo tiba-tiba selingkuh terus ceraiin dia!”
Teriakan kedua pria itu menyita perhatian yang lain. Ibu Arya langsung menghampiri dan menengahi.
“Arya, udah-udah! Kamu kan tau orang tua Jess teman mama juga. Nggak enak, ah!”
Arya hanya menatap Adam dan Jessica bergantian secara tajam kemudian pergi meninggalkan mereka. Ia hendak menghampiri polisi yang sedang menungguinya di lobby rumah sakit.
Dari ruangan ICU, ia berbelok ke kanan, melewati beberapa area seperti ruang konsultasi, kasir, cafeteria dan akhirnya tibalah di lobby.
“Pak Arya.” Panggil seorang pria usia sekitar akhir 30-an berbadan tegap yang mengalungkan lencana polisi. Ia juga didampingi oleh seorang polisi wanita.
“Betul, Pak.” Saut Arya.
“Saya Heru dari kepolisian dan ini rekan saya Dita.” Ucapnya sambil menunjuk rekannya. “Kami akan menanyakan beberapa hal mengenai kasus Mbak Kamila Maharani.”