Arya berjalan menuju ruang ICU dan langsung memasuki kamar Kamila begitu tiba. Ia melihat temannya, Surya sedang memeriksa dan didampingi oleh seorang suster.
“Eh, Bro! Tumben baru dateng?” Sapa Surya yang masih sambil mengecek kondisi Mila.
“Iya, tadi main dulu sama anak-anak dan kebetulan Anneth juga lagi nginep di rumah.”
Lagi-lagi ia hanya melihat Mila tertidur tak sadarkan diri. Masih dipasangi ventilator dan selang infus. Suasana hening dan hanya mendengar suara monitor detak jantung.
“Oh, I see. Btw, gue udah denger berita soal Mila. Congrats, ya.” Ucap Surya. “Akhirnya kebenaran terungkap juga.”
“Ngomong-ngomong Mila kemungkinannya gimana ya? Kenapa dia nggak bangun-bangun juga?” Arya mulai cemas.
Surya menghela nafas.
“Kondisi otaknya masih belum sepenuhnya normal, Bro! Masih butuh waktu lagi. Tenang aja, lo masih bisa kenalin dia ke gue dan Taufik kok!” Kelakar Surya untuk menghibur Arya.
Arya hanya mengangguk sambil menatap Mila lemas.
“Ngomong-ngomong Taufik langsung jadi bintang tuh dia!” Surya terkekeh. “Banyak yang gagal fokus gara-gara penyidiknya polisi ganteng.”
Arya hanya tersenyum. Fokusnya terbagi karena masih harap – harap cemas dengan kondisi Mila.
“Wah, kalau Mila sadar gue juga harus viral nih! Gue kan nggak kalah ganteng sama Taufik. Wartawan tuh harusnya cariin gue juga buat tanyain kondisi Mila.”
Arya langsung tertawa geli. “Inget bini di rumah! Masih aja pengen digilai cewek-cewek.”
“Yee, siapa yang mau cari cewek? Tujuan gue itu buat nambah pasien, bodo amat dah sama cewek-cewek itu.”
“Eh, harusnya lo dan pihak rumah sakit bikin konferensi pers dong.” Usul Arya.
Surya mengangguk.
“Iya, paling minggu depan. Eh, btw lo masih bayar Bullet TV?”
Arya mengangguk. “Iya, kan memang sudah bayar full dimuka sampai kontraknya abis.”
Surya langsung menggeleng-gelengkan kepala. “Bener kata netizen, pengorbanan lo gila banget kalau sudah menyangkut cinta. Sampai bayar TV segala.”
Arya hanya tersenyum.
“Cuma dia yang berhasil bikin gue happy sejak Dara pergi.” Mata Arya menerawang sambil memegangi tangan Mila. “Gue udah ngelakuin kesalahan dan ini saatnya menebus.”
Surya menepuk bahu Arya.
“Ayolah, begitu ini semua selesai kita hangout lagi bertiga.” Ajak Surya.
“Iya, lo berdua kan yang paling sibuk sejak kuliah. Gue mah santai cuma budak korporat.” Celetuk Arya dan mereka tertawa bersama.
“Yaudah, nanti kalau ada apa-apa lo call gue ya! Gue cabut dulu.” Pamit Surya.
“Thank you, ya.”
Surya pun berlalu.
Arya kemudian duduk di kursi dan menatap Mila sangat dalam. Ia memajukan tubuhnya kemudian tangannya mengelus kening wanita itu.
“Ayo dong kamu cepetan bangun, aku kangen.” Arya memohon. “Akhirnya ada keadilan untuk kamu, Mil. Keadilan untuk orang tua kamu. Anneth juga sekarang tinggal sama aku. Tinggal nunggu kamu pulang terus semuanya lengkap kumpul lagi.”
Arya terdiam sambil terus mengelus-elus kening wanita itu.
“Aku janji, begitu kamu bangun, cuma ada kebahagiaan untuk kamu. Nggak ada lagi yang boleh bikin kamu sedih. Siapapun orangnya, aku pasti akan pasang badan untuk lindungin kamu.”
Arya tiba-tiba tertawa sendiri karena teringat sesuatu.
“Siapa yang tiap diajak makan atau lagi suntuk banget, pesennya selalu ramen sama es kopi susu? Aku yakin pasti itu yang pertama kamu cari begitu sadar.”