Mereka pun akhirnya tiba juga di Studio 1. Saat ini siaran langsung berita tengah berlangsung. Melihat bos besar masuk, para crew langsung terkesiap. Presenter yang sedang berbicara langsung gagal fokus. Untung agenda hari ini tak mengundang narasumber.
Mila dan Arya langsung memasuki studio itu tanpa ingin mengganggu keberlangsungan acara.
“Anggap saja saya nggak disini.” Ucap Mila begitu melihat beberapa crew menghentikan aktivitas sejenak. “Lanjut kerja saja.”
Mila dan Arya tampak celingak celinguk melihat seisi studio dan cara kerja para staff. Mereka kemudian menaiki tangga, menuju ke bangku penonton yang kosong dan duduk di salah satu bangku tersebut.
“Abis ini mereka mau kemana lagi?” Bisik Yohan kepada Narendra.
Baru saja mau menjawab, Arya tampak melambaikan tangan kepada Narendra. Narendra pun langsung berjalan mendekat. Arya dan Mila tampak membisikkan sesuatu kepada pria tersebut.
Setelah selesai, Narendra kembali menghampiri Yohan.
“Panggil pemred dan semua wartawan yang ada kesini sekarang!” Perintah Narendra kepada Yohan.
“Hah, serius lo?” Yohan terbelalak.
“Emang gue kelihatan bercanda? Cepetan jam 8 bapak sama ibu mau meeting.”
“Iya…iya.”
Yohan langsung bergegas mengangkat telepon kabel dekat situ untuk menghubungi Rika.
“Rika, kamu sama semua wartawan ke Studio 1 sekarang! Bapak sama ibu mau ketemu kalian.” Yohan bisik – bisik sambil melirik ke arah dua bos besar.
“Hah serius, Pak?” Saut Rika panik dari seberang sana.
“Udah cepetan, lima menit kalian udah harus sampai sini! Jangan ada yang mangkir ya, kalau ketahuan saya SP!”
Yohan langsung menutup teleponnya.
Acara siaran sudah selesai. Yohan langsung ketar ketir begitu melihat bos besar berjalan ke salah satu crew kemudian membisiki sesuatu sambil menyerahkan flashdisk.
Crew tersebut kemudian tampak berjalan ke arah laptop dan Yohan langsung menghampirinya.
“Disuruh ngapain, lo?” Tanya Yohan.
“Nggak tau, Pak. Saya cuma suruh colokin USB ke laptop dan nggak boleh buka file nya sampai disuruh.”
Belum sempat menanggapi, Yohan langsung dipanggil oleh Arya dengan melambaikan tangan. Tentu saja Yohan langsung menghampiri.
“Ada apa, Pak?”
“Berapa jumlah semua reporter dan wartawan disini?”
“Ada 50, Pak. Tapi 5 orang sedang tugas lapangan dan 1 orang izin nggak masuk sakit.”
“Jadi sama pemred harusnya yang bisa datang sekarang ada 45 dong totalnya?” Tanya Arya.
“Betul, Pak.”
Tak lama pemred dan para wartawan pun memasuki Studio 1.
“Nah, itu mereka datang.” Tunjuk Arya. “Suruh mereka semua duduk di bangku penonton. Lalu para crew dan cameramen suruh mereka semua keluar.”
“Baik, Pak.”
Yohan pun langsung mengatur semuanya sesuai permintaan big boss. Arya dan Mila langsung berjalan ke depan dengan ekspresi wajah serius. Mereka semua berhasil dibuat deg-degan. Narendra mengambil alih laptop tempat crew tadi mencolokkan USB.
Begitu semua sudah rapih berkumpul dengan wajah tegang, asisten Arya, Adi langsung mematikan lampu studio. Semuanya pun panik dan bertanya-tanya.
Tak lama layar besar di depan mereka pun menyala. Mereka bisa melihat rekaman saat Mila dilempari telur oleh wartawan One Two Media begitu pertama kali Adam Alexander melakukan konferensi pers mengatakan bahwa orang tua Mila adalah seorang teroris. Saat itu posisi sedang berada di depan rumah Adam Alexander.
Suasana begitu hening. Para wartawan dan juga Yohan langsung memasang wajah ketakutan.
“Oke, pause!” Perintah Arya dengan suara menggelegar.
Mereka tambah ketakutan mendengar suara Arya.
Narendra pun mem-pause video.
“Untuk wartawan yang merasa melakukan ini silahkan maju ke depan!” Ucap Arya lantang.
Mereka pun saling menoleh dan menuding satu sama lain.
“Saya tau siapa yang melakukan ini! Kalian mau ngaku atau saya langsung tunjuk orangnya?” Bentak Arya dengan suara menggelegar.
Yohan langsung memberi isyarat kepada wartawan siapapun agar segera menuruni bangku dan menuju area panggung studio.
Akhirnya lima orang wartawan, tiga orang laki-laki dan dua orang perempuan pun turun dengan wajah menunduk.