Kelas kali ini entah mengapa terasa begitu sunyi, terdapat hawa dingin yang menjalar namun bukan berasal dari pendingin di sudut ruangan. Beberapa pasang mata menoleh pada Reya yang baru muncul di pintu sudut ruangan, namun hanya beberapa saat, kemudian kembali sibuk dengan aktifitas masing-masing. Reya melangkah pada salah satu baris terdepan derat kursi dan meja, meletakkan ranselnya disalah satu kursi kosong dan menyampirkan beberapa berkas dan buku cukup tebal pada laci kecil yang tersedia.
Reya menoleh, kembali mendapati beberapa pasang mata memperhatikannya kemudian berpaling, "Kenapa sih?" batinnya.
Reya menyipitkan mata, namun hanya mendapati keheningan tanpa ujung, "Ah, udah lah," batinnya kembali.
Reya kemudian menyapukan pandangannya ke penjuru ruangan, seakan mencari sesuatu, namun dia kemudian menghela nafas sedikit kecewa. Reya meraih ranselnya, mengeluarkan telepon genggamnya dari kantong dalam ransel tersebut. Jemarinya kemudian beralih di benda tersebut, "Woi... kalian dimana?" dan pesan itu pun segera melayang.
Tuk... tuk... sembari mengetukkan jemarinya ke permukaan meja dan melirik telepon genggam, beberapa saat telah berlalu namun telepon itu tetap diam. "Eh... kok ngak di bales? Pada kemana sih?" gumamnya kesal, kemudian menekan-nekan logo telepon, namun hanya nada tunggu panjang yang menyahut.
Reya meletakkan telepon genggamnya dimeja hadapannya, dia mengatupkan ke dua tangan dan meletakkannya di bawah dagu, lalu mengetuk-ngetukkan jarinya ke wajah, merasa bosan. Reya mendesah kesal, lalu berdiri dan melangkah keluar meninggalkan kelas.
Reya baru berbelok pada koridor salah satu sisi lantai tersebut saat dia melihat seorang gadis dengan langkah terburu-buru muncul dari arah depan, lalu dengan sedikit mengerutkan keningnya Reya melangkah mendekat.
"Eva..,." teriaknya pelan.
"Reya...," gadis itu bergumam. Dia terhenti dan terlihat bingung sementara Reya telah mendekat dan dengan sedikit kaku tersenyum tipis.
--
Ray berjalan menuju kelas pertama dari deret ruangan di sisi kiri dalam gedung, kakinya nyaris sampai pada kelas yang dia tuju ketika... "Kak Ray...," sebuah suara menyeruak berasal dari belakang.
Ray berbalik, mendapati beberap junior perempuan selembaga dengannya muncul, berkerumun dengan wajah serius.
"Kita mau tunjukin ini kak, divisi kita udah selesai rancangannya," yang bertubuh pendek berujar dan menunjukkan sebuah buku kecil dengan coretan.
Ray meraihnya dan mengamati, setelah beberapa saat... "Menurut gue rancangannya oke. Kalian udah siapin detailnya?" sambungnya.
"Udah kak," sahut yang berkulit hitam manis semangat sembari meraih ranselnya, mengobrak abrik isi ransel tersebut.
Gadis itu masih sibuk dengan ranselnya dibantu salah seorang gadis lainnya, sementara Ray kembali serius dengan buku kecil di tangannya. Beberapa saat berlalu, kesibukan tersebut masih berjalan. Ray yang terpaku dengan buku tersebut, tak menyadari seseorang muncul dari ujung koridor dan berdiri hanya berjarak beberapa langkah darinya dan junior dihadapannya.
"Ketemu...," gumaman pelan itu samar tertangkap. Gadis berkulit hitam manis itu kemudian menghela nafas lega, menoleh pada Ray namun belum sempat dia mengeluarkan kata-kata...
"Ngapain lo?" suara ketus itu menggelegar.
Ray mengangkat kepala terganggu dengan suara tersebut, dia menoleh dan mendapati Reya berdiri dihadapannya tepatnya dibelakang junior lawan bicara Ray. Tatapan jengkel Reya kentara menunjukkan keheranannya, Reya bahkan berpangku tangan semakin menunjukkan sikap dinginnya.
"Lo kan bisa liat," Ray balik membalas ucapan ketusnya, namun Reya hanya mengangkat alisnya tak bergeming dari sikap dinginnya.