Reya melangkahkan kakinya di pelataran fakultas dengan riang, langit cerah hari ini membuatnya bersemangat. Tak jauh kelebat sosok yang baru menginjakkan kakinya dibagian depan pelataran mempercepat langkahnya, mengikuti langkah Reya. Sosok itu Ray, yang kini hanya berjarak beberapa langkah dibelakang Reya setelah melalui kerumunan kecil yang juga berada disana. Kemudian...
"Re..." suara menyebalkan itu terdengar jelas, membuyarkan suasana hati Reya, seketika membuatnya menghela nafas kesal.
Reya berbalik mendapati sosok menyebalkan itu, Ray... berjalan di sisi kanan pelataran.
"Ngapain tuh manusia disana? Manggil gue lagi," Reya membatin kesal.
"Gue mau ambil bahan," ujar Ray santai seusai langkahnya berhenti dihadapan Reya.
"Perlu lo tu bahan?" ujar Reya dingin.
Ray terdiam menghadapi Reya yang telah kembali pada mode menyebalkannya, berpikir mungkin saja Reya kesal dengan keisengan Ray memanggilnya tetangga atau karena tempo hari Ray tak mengangkat panggilannya. Namun bukankah itu sudah berlalu? Ray tak mengerti bisa-bisanya Reya yang kemaren menunjukkan sedikit kebaikannya mendadak berbalik haluan pada sikap awal.
Ray menghela nafas, mengenyahkan keheranannya akan sikap dingin Reya. "Ya iya lah, lagian ngapain lo ambilin kalo ngak mau lo kasih," jawab Ray sekenannya.
Sementara Reya bertahan dengan gaya dinginnya. "Ya udah kalo lo ngak mau kasih, ntar gue jemput ke tempat lo," sambung Ray otomatis.
Seakan tergerak, Reya menatap heran, "Iya. Bentar, bentar," sahut Reya kesal lalu meraih dan mengangsurkan salah satu bundel di tangannya, "Nih." Reya memasang wajah kesal seakan mengatakan... "Dasar manusia nyebelin."
"Makasi," ujar Ray disambut senyum kesal Reya.
"Ngomong-ngomong, kata ketua kelas lo anter tugasnya langsung ke Bapak?" tanya Reya terbata, seakan ragu mengajukan pertanyaannya.
"Iya... untung belum pulang," jawab Ray.
"Makanya bangun pagi. Jangan malas-malasan, mentang-mentang lo sibuk lembaga," ujar Reya sinis.
"Telat dikit," kilah Ray santai.
"Serah," seru Reya dingin.
"Lo sebagai tetangga yang baik ingatin kek," sahut Ray jahil, menyadari Reya yang akhir-akhir ini begitu sensitif disinggung perihal mereka bertetangga.
Reya mendelik tak suka, "Hah? untung lo aja, lagian tetangga apaan. Males banget punya tetangga elo," sahut Reya jengkel.
"Gue apa lagi," balas Ray.
"Iiih...!" seru Reya kesal.