Reya mendelik kesal, menyesali langkah tak perhitungannya, langkah yang membuatnya berada disini. Dalam kurungan hujan, dibawah naungan atap yang sama dengan Ray. Hanya berdua dipersimpangan jalan yang lengang dan sesekali dilalui beberapa kendaraan yang melintas cepat, sementara pemuda tadi, satu-satunya manusia lain selain Reya dan Ray telah menghilang diantara guyuran hujan. Reya masih menoleh kesal pada Ray, manusia paling menyebalkan yang pernah Reya temukan, manusia yang dengan beraninya mengatai Reya aneh bahkan bawel.
Reya membuang muka, berganti menatap hujan, "Ayo dong hujan, berenti dulu," dalam hati berujar lirih.
Namun hujan tetap turun, tak terima kompromi.
Reya mengerutkan kening, "Ngapain lagi gue belok ke sini?" menyesali keberadaannya, "Iiih...!" menggerutu kesal.
Reya masih menatap hujan, melantunkan harapan agar hujan bersedia berhenti. Namun hujan semakin turun dengan deras, mengalahkan harapan yang Reya lantunkan. Dengan cemberut Reya mengamati hujan, sementara Ray nampaknya tak ingin mengusik keheningan antara mereka. Tak terasa langit yang sebelumnya terang kini telah berganti gelap, senja yang telah meninggalkan singgasananya, cahayanya yang berganti tak kalah terang lampu jalan dan pertokoan, namun hujan masih dengan setia menghiasi.
Reya dan Ray yang masih terdiam, tenggelam dalam benak masing-masing. Kemudian gemuruh terdengar, derai hujan mendadak sedikit mereda, seakan memberi sedikit harapan. Dengan ragu Reya menengadahkan tangannya yang langsung disambut tetes hujan. Intensitas hujan yang sudah berkurang meskipun masih mengalir rapat dan cukup membuat basah kuyup, tak menunjukkan peluang akan segera musnah. Hujan yang seakan semakin meragukan Reya, namun nampaknya menjadi satu-satunya jalan bagi Reya untuk menghindar dari sana. Derai hujan mengesalkan yang membuat Reya tertahan disana, pada tempat yang salah dengan kehadiran Ray disampingnya. Meski tak yakin Reya memperbaiki ranselnya, menyimpan beberapa bundel kertas yang sebelumnya dia dekap, menoleh-noleh menembus hujan. Reya melangkah mendekati batas teduh atap bangunan.
"Re... lo mau ngapain?" suara Ray mengangetkan Reya.
"Kepo," Reya berseru kesal.
Belum Reya menggerakkan kakinya, suara Ray kembali mengalir... "Lo mau jalan? Ih gila lo masih hujan gini," sergahnya diantara derai hujan.
"Peduli amat sih," sahut Reya kesal dan mendadak hujan yang sempat berkurang kembali lebat, membuatnya terkejut.
Ray yang bersandar didinding batu ruko sembari menanti hujan, beralih berdiri tegak tak lagi menyender, lalu menarik tangan kiri Reya, menghindarkannya dari tetes hujan yang lebih deras. Reya yang terdiam pun tertarik mundur. Dengan terpaksa dan sedikit kesal, Reya mundur kembali ke posisinya.
Reya sudah kembali diposisinya, kini menyilangkan kedua tangannya, sementara Ray telah menarik tangannya, keduanya sama-sama kembali mengamati hujan dalam diam. Menanti hujan yang tak kunjung pergi, Reya beralih pada telepon genggamnya, mencoba mencari solusi yang sayangnya nihil.
Ray melirik, menerka hal nekad apa yang mungkin Reya pikirkan, "Lo pesen mobil? Ujan segede gini mana ada yang mau antar," sahut Ray melihat Reya mengotak atik telepon genggamnya.
"Berisik," jawab Reya ketus.
"Ya udah coba aja," sahut Ray.
"Ngak ada kan," sambungnya kemudian.
"Sialan!" Batin Reya tak berhasil menemukan taktik untuk menghilang dari sana. Tidak untuk berlari menembus hujan yang masih setia turun, tidak menemukan ojek pangkalan lewat, tidak dapat meminta pertolongan tebengan Cleo yang sudah pasti berada dalam kondisi sama dengannya, malas menembus hujan, juga tidak dapat menemukan kendaraan online.
"Huhu malang banget sih gue...," batin Reya.
--
Beberapa saat berlalu kembali dalam keheningan Reya dan Ray sibuk merunut hujan. Hingga kemudian derasnya kembali berkurang, meski masih meninggalkan gerimis rapat. Seakan langit begitu labil hari ini, memberi harapan semu ditengah perangkap hujan. Beberapa sepeda motor dengan pengendara bermantel melintas dengan kecepatan tinggi, menyibak tirai hujan. Ray mengamati derai hujan, kemudian bangkit menghampiri motornya yang terparkir disamping kirinya, sementara Reya masih berdiri diposisinya bertahan menekuk wajah.