Reya memasuki ruang kelas yang telah ramai. Reya melangkah menuju salah satu kursi kosong di sisi kanan depan. Sementara Ray yang berada dibelakang hanya terpisah dua langkah, berjalan menuju barisan meja dan kursi disisi kiri. Ray berhenti di baris ke tiga terdepan, berbincang dengan Adre, Niko dan beberapa pemuda.
Tepat saat Reya baru saja duduk, "Re... kemana aja?" ujar Cleo yang baru muncul dari pintu depan kelas dan langsung berdiri dihadapan Reya.
Reya menoleh, "Ngak dari mana-mana."
"Re...," Riani yang muncul kemudian berdiri disamping Cleo, menengok-nengok heran, bergantian antara Cleo dan Reya.
Reya menatap heran, meletakkan kantong transparan ditangannya pada meja kecil hadapannya. Reya berganti mengernyit sembari mengamati isi kantong itu.
"Lo udah jadi beli obat Ri?" Cleo mengamati kantong plastik dimeja Reya.
"Belum. Gue pikir lo yang beli," sahut Riani.
Cleo menoleh pada Riani dengan heran, seakan menyuarakan bukan dari dia jugalah kantong obat itu berasal. Riani mengerutkan kening, turut heran.
"Bukan ya...," Riani bergumam pelan.
"Trus kamu beli sendiri Re?" Cleo beralih menoleh pada Reya.
"Hmmm...," Reya hanya bergumam pelan.
"Kan apotik dekat sini cuma dua, itupun tutup. Trus ini?" Riani berujar menganalisis, dan Cleo memasang raut selidik. Mereka masih sibuk menebak-nebak, sementara Reya beralih dan memperhatikan kantong itu lekat-lekat.
"Baik banget dia beliin ini," Reya membatin.
Sementara Reya serius mengamati kantong itu, Ray menoleh memperhatikannya. Ray mempertajam mata, menebak-nebak apa yang dilakukan Reya.
"Jangan-jangan ada apa-apanya?" Reya membelalakkan mata, membatin, kemudian terbatuk.
Reya menolah ke kiri, tepat saat Ray berpaling seakan mengetahui Reya akan menoleh. Dari kursinya Reya dapat melihat Ray diantara anak kelas yang berseliweran. Ray tampak duduk-duduk bersama Adre dan Niko, asyik berbincang. Reya mengernyit, kemudian menghela nafas, menyadari jawaban yang dia cari tak muncul dengan menatap Ray. Reya berpaling, kembali menatap kantong dihadapannya. Tepat saat Reya berpaling, Ray justru menoleh padanya, menatap dengan penasaran.
Reya meraih kantong dihadapannya, mengernyit, lalu menggeleng, "Ngak tau lah," menolak ide-ide aneh yang mungkin menjadi alasan kantong itu muncul.
Reya menurunkan maskernya, meraih kantong itu. Kemudian mengeluarkan beberapa butir tablet putih dari plastik-plastik kecil, lalu menelannya bersama tegukan air dari botol mineral dimeja. Sementara Reya menelan obat itu, Ray tersenyum lega, mengacuhkan Adre dan Niko yang masih asyik berbincang sembari memperhatikan layar telepon genggam. Namun tak hanya itu, Ray juga tak menyadari sosok dibelakang Niko. Sosok yang berada disamping Eva dan Hana, sosok yang menatap diam ditengah suara perbincangan dan sesekali tawa kecil, sosok Maya yang mengenyit curiga.
--
Waktu berlalu, perkuliahan usai pada sore yang kembali menghadirkan mendung... .