Seperti biasa lapangan parkir itu selalu dipenuhi berbagai sepeda motor, yang berjejer membentuk barisan panjang. Di sudut kanan nyaris kebelakang, Ray baru selesai memarkirkan sepeda motornya, dan kini dia dan Reya tengah berjuang keluar dari kerumunan sepeda motor yang barusaja datang menutupi jalur keluar, membuat mereka harus menoleh-noleh mencari celah. Reya berjalan pelan diantara motor yang berbaris, berhati-hati membawa tumpukan buku ditangannya. Di belakangnya Ray mengikuti dengan mengerutkan kening.
"Sini...!" Ray merebut buku-buku teks ditangan Reya, seusai mereka melewati sebuah celah, membuat tumpukan buku ditangan Ray menjadi lebih tinggi.
Reya tercengang, membiarkan Ray membawa buku-buku itu dengan bersungut-sungut. Sementara Ray yang telah mengatur tumpukan buku kemudian menoleh dengan kesal, "Ayo...!" ujarnya kemudian berbalik. Dengan mendengus Reya mengikuti Ray dengan langkah pelan-pelan.
"Cepetan tetangga!" Ray berbalik dan berseru pada Reya yang berada dibelakang.
"Ya lo duluan aja," gantian Reya yang kesal. Reya berhenti dan memasang wajah kelelahan, membuat Ray menghela nafas tak tega.
Sementara Reya kemudian menekuk wajah, Ray berkacak pinggang heran. Padahal Ray sudah membantu membawakan tentengan Reya yang entah mengapa begitu keras kepala memboyong buku perpustakaan hanya untuk mencari tambahan bahan yang sebenarnya sudah ada dalam bahan power point, dengan dalih bahan yang kurang lengkap.
Dengan wajah kesal Reya mengibas-ngibaskan tangan seakan begitu kelelahan. Diam-diam Reya menggulum senyumnya, mengerjai Ray dengan berlama-lama dan membiarkannya membawa banyak buku. Dan setelah beberapa saat, barulah Reya kembali melangkah dengan cemberut.
Melihat Reya mendekat, Ray yang bersungut-sungut turut berbalik dan berjalan pelan menyusuri koridor. Samar Ray dapat mendengar langkah pelan Reya dan dapat membayangkan Reya tersenyum girang berhasil mengerjainya. Ray tersenyum simpul, menahan tawanya, membayangkan ekspresi Reya.
Beberapa langkah dilalui, Ray sudah melewati pintu samping gedung. Ray merasa yakin Reya dibelakangnya, padahal baru dua langkah Reya berjalan, Maya muncul dari kanan menuruni tangga samping ruang kelas di koridor itu. Reya yang mempercepat langkah mengejar Ray terkejut dan terhenti, menoleh pada Ray yang tak menyadari dia tertinggal.
"Sory...," Reya menoleh pada Maya dan akan melangkah mengikuti Ray yang telah cukup jauh, namun...
"Gue liat kalian deket banget," Maya berujar.
"Hah?" Reya terhenti, menoleh heran.
Sementara itu, Ray yang masih melangkah merasa heran dengan hening tiba-tiba, tanpa suara langkah ataupun ocehan Reya, Ray pun menoleh namun tak menemukan Reya.
"Loh, mana tu anak?" Ray bergumam heran.
Ray berbalik dan menyusuri jalan yang dia lalui tadi. Tak berapa langkah didekat tangga ujung koridor sosok Reya tampak disana, berhadapan dengan Maya, nampak berbincang. Ray mengernyit, sedikit khawatir apa yang mungkin Maya katakan, namun melihat wajah tenang Reya, rasa khawatir itu hilang. Ray merasa bukan saat yang tepat untuknya muncul, Ray pun mundur dan menunggu sembari bersandar di depan ruang kelas berspanduk setinggi orang dewasa.