Kaf berpikir mungkin kematian Yogi, membuat hubungannya dengan Payau membaik. Ternyata tidak juga. Payau tidak pernah merespon pesannya. Kaf mencoba berbaik sangka. Cara orang menghadapi cobaan berbeda-beda, ada yang menarik diri. Tidak ingin berbagi. Mungkin Payau termasuk yang demikian. Seperti halnya Kaf, yang menghabiskan waktu dengan banyak tidur, kalau perasaannya sedang tidak nyaman.
Pintu kamar diketuk. Kaf tidak merespon. Pintu terbuka.
“Kaf, tolong temeni Tatal ke depan. Dari tadi merengek minta keluar. Mau main sepeda,” pinta Nur.
“Mmm..”
“Sekalian berjemur. Kaf.”
“Masih ngantuk, Kak.”
Pintu ditutup. Kaf tidak bisa memejamkan mata. Pikirannya melayang kemana-mana. Tahun ini umurnya bertambah tua. Ia masih tinggal dengan orangtua. Pekerjaannya sedang bermasalah dan ia tidak punya keahlian lain. Kaf pernah ikutan kelas daring yang mengasah ketrampilan. Kaf selalu merasa bisa melukis. Tapi saat ikut kelas daring dan kemudian praktek, ia meragukan kemampuannya. Apalagi saat Alif, abangnya, kebetulan pulang, berkomentar, saat begini, orang akan lebih butuh uang untuk makan daripada beli lukisan. Kecuali ia Picasso. Lagipula kebanyakan pelukis lukisannya dihargai secara karya juga harganya melangit setelah meninggal. Kaf semakin yakin, melukis bukan dirinya.
Kaf membanting tubuhnya ke ranjang.
Nur menemani Tatal bermain sepeda di jalanan depan rumah. Saat itu dari ujung jalan melaju sepeda motor. Pengendaranya Pria Dewasa dan Anak-anak seusia Tatal memakai baju Batman. Tiba-tiba sepeda yang dikendarai Tatal oleng menuju sepeda motor dari arah yang berlawanan. Sepeda motor menghindar. Naas malah menabrak pot besar, sepeda motor berguling. Suara gedubrak membuat beberapa tetangga keluar rumah. 3 orang mendekat ke tempat kejadian.
“Aduh maaf ya Pak. Anak saya baru belajar naik sepeda,” ucap Nur.
“Gak papa Bu,” Pria Naas itu mengecek anaknya, “Dek, jangan nangis…” Anak itu tetap menangis, mungkin karena masih terkejut.
“Itu ujung bajunya kesangkut..” ucap Nur. Terlihat ujung “sayap” baju Batman anak kecil itu tersangkut ke jeruji motor. Hingga anak kecil itu tidak bisa bergerak.
“Bisa pinjam gunting, Bu?”
Nur segera lari ke dalam rumah. Tak lama, ia membawa gunting dan dengan cekatan menggunting ujung “sayap” baju Batman. Tetangga ada yang membantu Pria Naas itu mendirikan motor.
“Ambilkan minum,” seru Bapak Tetangga Lainnya pada keluarganya yang berdiri di pagar rumahnya.
“Gak usah, Pak. Saya balik aja. Maaf Pak, Bu, bikin repot.”
“Gak ada yang luka Pak? Anaknya juga?” ujar Nur prihatin.
“Enggak. Gak ada. Makasih. Permisi semuanya.”
Pria Naas itu bersama Anak Kecil melaju dengan motornya. Tatal yang merasa bersalah, masih berdiri memegang stang sepedanya. Nur baru tersadar, sedari tadi Tatal tidak bergerak. Tampaknya shock.
“Kasih minum Bu Tatal, Tatal shock kayaknya,” usul Tetangga.
“Iya. Saya masuk dulu ya Pak. Ayo Tatal, mainnya besok lagi.”
Jalanan yang sempat agak ramai sejenak, kembali sepi.
Dua hari sejak hari itu. Petugas Kesehatan datang bersama Pak RT. Pak RT mendata siapa saja yang ada saat peristiwa kecelakaan tunggal itu. Tersebut nama tiga orang tetangga beserta Nur dan Tatal. Pria Naas yang kecelakaan tempo hari ternyata positif terkena Virus X. Saat itu juga diadakan tes. Dua tetangga, Nur dan Tatal positif. Sedang yang satu negatif. Dua Tetangga beserta Nur dan Tatal dibawa ke rumah sakit. Kompleks itu kini dalam pengawasan.
&&&
Nyala membuka blog-nya, tulisannya terhenti setelah dilabrak seseorang bernama Kaf Permana. Sebenarnya kenapa juga ia harus berhenti menulis. Nyala mulai merunut apa alasannya berhenti menulis. Mungkin ia kesal karena dianggap mencuri dan berbohong. Mungkin pula saat ia berhenti menulis, ia mulai dekat dengan teman-teman kosannya, yang selama ini tidak pernah terbayangkan akan sedekat ini. Nyala mulai bertanya-tanya, ia menulis karena ia butuh. Atau selama ini, ia menulis karena kesepian?
Ponsel Nyala berbunyi. Mas Redam Calling. Nyala terkejut, karena Mas Redam, kakak satu-satunya nyaris tidak pernah menelponnya.
“Hallo Mas.”
“Kamu di mana?”
“Di tempat kerja.”
“Oh ya..”
Mas Redam seperti bingung mau berkata apa.
“Lagi gak sibuk Mas? Kata Ibu, Mas Redam sibuk sekarang.”
“Ya, ya…lumayan. Gini Nyal…”
Cuma Mas Redam yang memanggil Nyala dengan Nyal. Kependekan kenyal. Karena menurut Mas Redam sewaktu kecil pipi Nyala kenyal-kenyal seperti permen yupi.
“Kenapa sih Mas?”
“Ibuk Nyal. Ibuk…positif.”
Nyala langsung lemas. Kata positif beberapa tahun terakhir ini amat familiar, sekaligus menakutkan dan bisa dipastikan berhubungan dengan Virus X. Karena orang yang hamil di masa ini tidak cukup memakai kata positif, tapi positif hamil. Karena kata positif seakan telah menjadi ”milik” Virus X.
“Aku ke sana sekarang.”
“Jangan Nyal, kata Ibuk gak usah. Kamu gak usah pulang.”
“Aku harus pulang!”
“Nyal. Jangan emosi.”