Juli 2023. Nyala berusia 26 tahun. Beberapa tahun terakhir, hidupnya terasa terombang-ambing. Ia seperti berada dalam kapal yang oleng, ia kenyang air laut. Tapi ia juga puas memandang langit biru. Pandemi yang belum juga usai, kematian Ibuk, persahabatannya dengan teman kosan, kehadiran Kaf, dan kini munculnya Dion. Dion ternyata tidak seperti dalam bayangannya. Ia lebih santai dibanding dulu. Atau karena dulu, Nyala bukan orang terdekat Dion? Mereka bebas membahas apa saja. Percakapan mereka berada di frekuensi yang sama.
Nyala mem-posting di akun instagramnya foto saat jalan bersama Dion. Teman-teman SMA mereka langsung ramai memberi komentar; favourite couple, so sweet, uwu, awowowok. Salah seorang teman bertanya; Kalian pacaran? Congrattts! Di akun instagram Dion, ia tidak mem-posting apa-apa. Nyala membiarkan seluruh dunia tahu kedekatan mereka. Dion tidak mensinyalkan apa-apa. Nyala pernah cerita hal ini ke Debby. Debby menjawab, kalau lelaki pada umumnya seperti itu. Tidak suka pamer hubungan. Tidak suka kepo. Bukan berarti tidak punya perasaan yang sama.
Tanpa sepengetahuan Nyala, Kaf melihat posting-an itu. Kaf lalu mengklik akun Dion. Akun private. Kaf menghela nafas, lalu memutuskan tidak lagi mengintai akun Nyala. Hidup Nyala berjalan terus. Ia pun harus demikian.
Sore cerah. Dalam mobil, Nyala duduk di sebelah Dion. Nyala terlihat tidak nyaman, ia gelisah menoleh ke kanan kiri. Mobil Dion mau memasuki area drive in cinema.
“Kamu nyari apa sih?” tanya Dion sambil senyum.
“Kalau ada petugas, aku disuruh pindah ke belakang nih. Nanti viral lagi.”
“Viral, kalau akunya marah-marah.”
“Jadi kamu akan biarin aku disuruh pindah ke belakang?”
“Di sini gak mungkin lah. Yang punya usaha pasti sudah memikirkan protokolnya seperti apa. Pasti sudah di-acc sama yang berwenang. Tenang saja.”
Mobil melewati bagian pemeriksaan. Dion memperlihatkan tiket yang telah dibeli secara daring. Setelah lewat pos pemeriksaan, mobil melewati terowongan seperti tempat pencucian mobil, lalu mobil disemprot disfektan dari berbagai arah. Mendadak mobil seperti tertutup hujan lebat. Nyala terpukau menatapnya dan mulai berimajinasi.
“Pasti kamu lagi bayangin sesuatu,” ucap Dion sambil melirik menggoda, “Bayangin ciuman di tengah hujan ya..”
Mobil keluar dari area penyemprotan disfektan. Kini mereka melewati beberapa stan jajanan drive through. Dion memesan minuman dingin, popcorn dan burger. Dion mengangsurkan popcorn ke Nyala. Nyala menerimanya lalu memangkunya. Nyala terus menatap popcorn di pangkuannya.
“Nya, kenapa?”
Nyala menatap Dion.
“Aku kangen banget ke bioskop. Rasanya ingin balik ke tahun 2019.”
“Hei, gak boleh gitu.”
“Bisa gak dalam hidup kita skip satu tahun. Aku mau skip tahun 2020. Lompat ke 2021. Biar kita gak kenal yang namanya pandemi.”
“Hei, ini kan kita lagi di bioskop.”
“Beda Yon.”
“Sebetulnya terlepas dari ada atau tidaknya pandemi, kita harus siap dengan perubahan. Apa pun.”
Nyala mencoba tersenyum.
“Eh filmnya apa?”
Dion memperlihatkan tiket daringnya. The Ballad of Buster Scruggs.
“Kapan-kapan kita nonton Amelie ya.”
“Kalau pas mutar ya.”
Nyala mengangguk, lalu mulai mencemil popcornnya. Di layar super besar iklan lewat.
“Teman pernah cerita, temannya orang film ajak tunanetra ke bioskop. Setiap tunanetra ditemani relawan. Relawan itu nanti yang menceritakan apa yang dilihatnya di layar bioskop. Manis ya.”
Dion terdiam, memikirkan sesuatu. Ia lalu menunjuk syal yang melingkari leher Nyala.
“Pinjam Nya. Syal kamu.”
Nyala dengan keheranan, melepaskan syalnya. Dion membebat bagian matanya dengan syal. Nyala terbelalak tapi tetap mengunyah popcorn.
“Nya, kamu ceritakan ke aku. Apa yang kamu lihat di layar.”