Titu tergelak saat Nyala bercerita kalau Tarung menatapnya dengan pandangan sayang. Nyala sebal saat mendengar suara tawa Titu di seberang telpon.
“Selama ini kamu gak sadar ya, berteman sama cewek menarik kayak aku,” ucap Titu masih dengan tertawanya.
“Kayaknya salah deh, foto kamu yang aku kirim ke VF. Kamu pakai kamera super jahat kan, jadi kelihatan muka kamu tanpa pori, kulit cemerlang, hidung lebih mancung, pipi lebih tirus…”
“Enak saja! Heh, itu bukan foto selfie, yang bikin muka jadi tirus. Itu foto biasa. Cantik kan?”
“Iya. Tapi kameranya tetap, kamera jahat.”
Titu tertawa.
“Kamu gak terima banget sih Nya. Kaf memandang aku dengan tatapan sayang…”
“Siapa yang gak terima?”
“Ini kamu ngamuk-ngamuk begini. Masih mengelak lagi. Kamu berharap, Kaf memandang kamu, seperti Kaf memandang aku?”
“Avatar Tarung bukan Kaf,” ralat Nyala.
“Sama saja. Mereka orang yang sama. Bentukannya saja sama.”
Nyala menghela nafas.
“Jadi bagaimana, masih penasaran sama Kaf? Kamu yang memutuskan pergi, kok kamunya yang penasaran sih?”
“Aku ingin membuktikan saja, kalau dia benar-benar lelaki brengsek, kasar, tidak punya perasaan memaki-maki orang!” ucap Nyala gemas.
“Tapi kenyataannya, Kaf manis kan?”
“Buaya darat.”
“Karena menatap aku dengan tatapan sayang?” Titu tertawa puas sekali.
“Aku akan buktikan. Kalau dia flamboyan sok perhatian, ke semua perempuan.”
“Haha. Seru nih. Eh, jadi kamu jalan-jalan virtual lagi? Ke Furano Hokkaido dong. Jepang. Walau aku gak merasakan ke sana. Paling tidak, “fisik” aku kan jalan-jalan ke sana. Sama avatar Tarung lagi.”
“Terserah aku, mau kemana…”
“Kalau kamu gak ke Furano, jangan harap bayar pakai kartu aku.”
“Iya-iya. Kenapa sih harus ke Furano.”
“Ada deh. Alasan romantis. Lagipula ada festival musim panasnya gitu.”
“Ada yang baru? Lagi?” Maksudnya Lelaki Baru. Pacar Baru. Titu berganti pacar seperti membeli minuman dingin di minimarket. Kapan saja dia mau.
“Mau tahu aja. Heh, bagaimana hubungan kamu dengan Dion?”
Nyala tidak menjawab.
&&&
Sejak pertengkaran sehabis ke makam Ibuk, Nyala dan Dion belum pernah bertemu lagi. Setiap hari ganjil, sepulang kerja, Dion menjemput Nyala. Nyala selalu punya cara buat menghindar. Karena ia sudah kongkalingkong dengan Satpam, hingga begitu mobil Dion masuk ke pelataran klinik, Nyala pasti sudah langsung menghilang dari meja resepsionis. Awalnya Dion langsung percaya saat Satpam bilang kalau Nyala telah pulang. Berikutnya, Dion tidak percaya dan memilih menunggu di kursi pengunjung sambil terus memantau meja resepsionis. Nyala panik, bagaimana kalau ada pengunjung yang datang. Beruntung Satpam dengan cekatan membantu pengunjung yang datang. Nyala selalu menyiapkan ucapan terimakasih ke Satpam berupa salam tempel, uang terimakasih buat sekedar beli bakso atau rokok.
Dion lalu memakai cara lain. Pagi-pagi ia menjemput Nyala di kosan. Lagi-lagi Nyala diselamatkan orang lain. Debby mengatakan kalau Nyala sudah berangkat. Padahal rumah Dion di Jakarta Barat, kosan Nyala di Jakarta Selatan. Terbayang usaha Dion pagi-pagi menjemput Nyala.
“Kamu gak kasihan apa, pagi-pagi sudah jemput ditolak lagi,” omel Debby.
“Aku kan sudah ngomong ke dia, kalau untuk sementara gak usah bertemu dulu.”
“Bolak-balik jemput ke kantor, sekarang malah jemput di kosan. Besok aku gak mau ikut campur ah. Kamu selesaikan sendiri masalah kamu..” ucap Debby berjalan keluar dari ruang makan.
“Biarkan saja, gak akan ada yang buka pintu kosan juga.”
“Tapi siap-siap saja Pak Kumis ke sini, untuk komplain karena gak ada yang buka pintu depan kosan..”
Esoknya, Dion datang lagi. Nyala membukakan pintu. Dion tersenyum lebar. Hati Nyala sesungguhnya langsung luluh. Lelaki inilah yang mengganggu mimpi-mimpinya sejak SMA. Mengapa sekarang, saat Dion berbaik-baik, malah Nyala bersikap dingin padanya. Tapi perasaan marah perempuan, tidak mudah menguap begitu saja.
“Jalan yuk, liburkan? Aku tunggu ya…di mobil..”
Dion baru sadar di teras tidak ada kursi.
“Gak dulu ya. Aku mau istirahat saja hari ini.”
“Nya…”
“Nanti aku kabari, kalau besok minta dijemput…”
Dion tampak lunglai, lalu berbalik badan keluar pagar. Nyala menutup pintu ruang tamu.
&&&
Tanggal genap. Saatnya jalan-jalan. Furano, Jepang. Kini Nyala dan Tarung berada di hamparan luas bunga lavender. Ungu sejauh mata memandang. Apa-apaan sih ini. Kenapa Titu mau ke tempat seperti ini. Ini pilihan Titu atau lelaki barunya yang entah siapa. Menyebalkan“Aku kan ke Furano mau melihat festival Hokkai Heso Matsuri. Harus ke sini dulu?” tanya Nyala sebal.
“Anggap saja bonus. Acara festivalnya sampai malam, sekarang kita di sini saja dulu.”
Nyala dan Tarung melangkah.
“Mau aku jelaskan tentang Furano?” tanya Tarung.
“Makasih tidak usah, cara kamu menjelaskan seperti membaca teks,” sungut Nyala.