NONE the red wol

Alpri prastuti
Chapter #5

24 25

24 Desember 2019, pukul 07:00.

Adora berdiri di samping proyektor besar di ruang rapat. Tim 5 dan tim 3, beserta komisaris dan ketua kepolisian Distrik 3 duduk dengan tegap mendengarkan penjelasan Adora.

"22 Desember 2019, Kepolisian Distrik 3 di kejutkan dengan penemuan mayat di perkomplekan elite, mayat yang terlilit wol merah dan mengenggam lonceng menjadi pesan dari si pembunuh, kapan si pembunuh melakukan aksinya lagi," Adora menampilkan foto-foto tersebut di layar, "lalu, seorang laki-laki terlihat di rekaman CCTV beberapa jam sebelum mayat di temukan oleh seorang warga, tim kami menemukan dia sebagai suspek pertama dari penemuan mayat tersebut, identitas Henry lau, seorang pelukis yang baru melakukan debut pertamanya. Kami juga di kejutkan dengan satu lukisan yang mirip dengan keadaan mayat di temukan."

"_pada tanggal 23 Desember 2019, kami menangkap Henry di rumahnya dan seorang anggota kami ... terluka akibat di serang suspek. tetapi, kami menemukan petunjuk tentang siapa pembunuh sebenarnya dan meyakinkan kami kalau Henry kebetulan menjadi kaki tangan si pembunuh. kami juga tidak menemukan benda yang menjadi bukti bahwa korban di bunuh akibat sesak napas serta benda yang di pakai pembunuh untuk menusuk korban."

"Kenapa masih di nyatakan benda?" tanya kapten tim 5.

"Karena, benda tersebut tampaknya bukan pisau. benda tersebut runcing diatas dan berbentuk lingkaran, memang seukuran 23cm. serta luka sayatan di anggota tubuh korban lainnya di sebabkan oleh pisau 23cm."

"Apa pisaunya di temukan?" tanya komisaris.

"Belum, tetapi bisakah kita lanjutakan dahulu tentang pesan si pembunuh?" pinta Adora sembari menampilkan foto wol merah dan lonceng yang di genggam korban.

Beberapa saling berbisik.

"Aku meminta komisaris mengerahkan seluruh anggota polisi Distrik 3 untuk berpatroli di tempat-tempat penting, seperti alun-alun, swalayan dan beberapa tempat yang merayakan malam natal, sebab si pembunuh akan memulai aksinya di malam natal."

"Kenapa?" tanya Komisaris.

"Karena, si pembunuh akan mencari korban di malam tanggal 25," William menimpali.

"25? Malam natal, alun-alun akan di padati warga sipil dan turis, lalu."

"Kerahkan seluruh anggota kepolisian, sebar di titik orang-orang berkerumun, jangan sampai ada korban selanjutnya," Jendral Andrea memberi perintah kepada kepala kepolisian.

Jendral Erik memberi hormat dan keluar dari ruangan.

"Bagaimana dengan pembunuh Henry lau?" tanya Komisaris.

Adora kembali melanjutkan deduksinya, ia menampilkan video hasil rekaman CCTV di hari meninggalnya Henry. Dalam video tersebut menampilkan lorong tepat ruang interogasi, tidak ada yang mencurigakan, hanya beberapa anggota yang berlalu-lalang, tiba-tiba video mati lalu kembali menyala memperlihatkan Jefri yang membawa dua gelas plastik masuk ke ruang interogasi.

"Apa itu?" gumam Jefri.

"Petugas pengamat bilang, pada hari itu semua CCTV normal tapi, dalam rekaman cctv lorong tidak tersimpan dan layarnya mati," Adora menatap William yang juga menatap dirinya, "ada dua kemungkinan, pelakunya anggota polisi atau penyusup."

"Kau mencurigai kami?" Stenly tidak terima dengan kesimpulan Adora.

"Ini hanya sampai dengan kemungkinan, kenapa seorang polisi tidak bisa di curigai? Polisi juga manusia."

"Tapi."

"Menurut forensik, racun di temukan pada jari-jari korban serta ujung gelas," Adora memotong sangkalan Stenly.

Stenly membanting notesnya ke meja dengan kesal.

"Henry memiliki kebiasaan memainkan jarinya di ujung cangkir sebelum meminum minumannya, pelakunya sangat mengenali Henry." Adora menapilkan video rekaman di ruang interogasi sebelum Henry meninggal, "racun tersebut lebih kuat di jari-jari korban ketimbang pada ujung gelas."

"Racunnya?"

"Sangat unik, arsenik."

*****

Jefri berdiri di parkiran kantor polisi dengan ponsel di telinganya, ia berbicara pelan sambil menggesekan sepatunya di aspal parkiran, "Aku belum bisa pulang malam ini. Maaf, Honey," ucapnya dengan intonasi sedih.

"Ya, tidak apa-apa. Mau ku antar pakaian ganti ke kantor?" tanya istrinya di sebrang telpon, "atau ku bawakan makanan ke sana ya?"

"Ah, Honey. Tidak perlu," tolaknya dengan tersenyum, "bagaimana keadaan, Luna? apa dia masih demam?"

"Tidak, dia sangat baik."

"Baiklah, aku harus segera bertugas," ucapnya. Ia menoleh kearah Adora yang berdiri di sampingnya.

Adora tersenyum sembari merapikan rompi di balik jaket bombernya, "Bagaimana keadaan kakak ipar?" tanyanya.

Jefri menghela napas panjang, "mau makan steak dan segelas wine? ayo, selesaikan tugas ini dan segera berkumpul dengan keluarga."

Lihat selengkapnya