Anatasha namanya. Bukan Anastasia.
Salah sebut sedikit saja, dia akan mengomel tanpa jeda. Aku sengaja menggoda, dengan menyebutnya Anesthesia.
"Hey, Anastasia."
"Anatasha, Om. Bukan Anastasia."
"Baiklah. Hai, Anesthesia."
Dia merengut. Wajahnya mengkerut, persis jeruk purut.
"Ganteng-ganteng kok lemot. Ngucapin Anatasha aja nggak bisa," ucapnya.
Sial.
Eh, tapi ... apa dia bilang tadi? Ganteng?
Kusurai rambutku sejenak, sebelum aku kembali menggodanya.
"Jadi ... menurutmu aku ganteng?" tanyaku. Dia kembali memonyongkan bibirnya. Lucu sekali.
"Nggak. Nggak ganteng. Auto hilang gantengnya karena Om nggak bisa sebut namaku dengan benar," jawabnya. Aku tertawa.
Ya, Anatasha namanya. Agar lidahku tak keseleo, aku menyebutnya Tata. Gadis berambut ekor kuda yang masih berseragam SMA. Mungkin, 18 tahun usianya.
Aku bertemu dia tak sengaja, di hari pertama aku pindah ke rumah ini.
🌸🌸🌸
Pagi itu.
Aku hampir menabraknya karena dia muncul tiba-tiba. Tanpa menunda, aku turun dari mobil untuk memakinya.
"Hey! Punya mata nggak sih?" omelku.
Aneh. Dia justru tersenyum padaku.
"Punya lah, Om. Ini apa kalau bukan mata?"
Begitu jawabnya, tanpa rasa berdosa. Bahkan, kini dia mengedip-ngedipkan mata. Apaan coba. Apa dia pikir aku akan tergoda dengan mata cantiknya itu?