Not Everything is As It Seems

Erika Angelina
Chapter #1

Prolog

PROLOG

 

Aku melihat semuanya.

Aku melihat semua yang dilihat para korban pembunuhan. Aku melihat semuanya dari mata korban itu sendiri. Aku melihat semuanya dan nyaris bisa merasakan sakit yang dirasakan korban.

Saat orang-orang dengan tenang tidur pada malam hari, aku berharap malam tidak pernah datang. Aku berharap manusia tidak membutuhkan istirahat berupa tidur.

Saat orang-orang tidur untuk melepaskan kepenatan setiap hari, melepaskan beban mereka, dan melepaskan pikiran mereka untuk sesaat, aku berjuang dengan sekuat tenaga untuk tidak tidur.

Saat orang-orang ingin dapat mengingat mimpi mereka dengan baik karena mereka ingin mengulang kembali mimpi-mimpi indah yang dialaminya saat tidur. Orang-orang begitu berharap agar dapat hidup di dalam mimpi-mimpi indahnya, atau setidaknya mimpi-mimpi indah mereka menjadi nyata.

Mimpiku menjadi nyata, salah, aku memimpikan apa yang terjadi di kenyataan. Aku tidak ingin mengingatnya. Aku tidak ingin bermimpi terus-terusan.

Bergelas-gelas kopi aku minum setiap malam. Berbagai kegiatan aku coba lakukan saat malam hari agar aku tetap sibuk dan terjaga. Kasur dan sofa empuk aku singkirkan. Semua aku usahakan agar aku tidak tidur.

Namun pada akhirnya aku akan tetap tidur, kebutuhan tubuhku dan rasa lelah akan menguasai aku. Pada akhirnya aku tidak dapat melawan takdir ku untuk melihat mimpi buruk yang nyata setiap malam dan harus hidup selamanya dengan semua ingatan itu.

***

 

Aku terbangun. Napasku memburu. Aku dapat merasakan detak jantungku begitu keras hingga terdengar oleh telingaku sendiri di kesunyian malam ini. Aku menghirup udara sebanyak-banyaknya yang dapat dihirup oleh paru-paruku dalam setiap tarikan napasnya. Tubuhku berkeringat, membuat aku merasakan panas dingin di udara kamar yang dingin ini. Gambar terakhir di dalam mimpiku terlihat sangat jelas. Aku melihat wajah seorang laki-laki yang berkulit pucat, memiliki hidung bengkok, mata berwarna hitam legam, dan senyuman dari telinga ke telinga yang begitu mengerikan.

Aku melihat jam di meja, waktu menunjukkan pukul 5 pagi. Aku memutuskan untuk berjalan ke dapur dan minum segelas air dingin. Aku berkonsentrasi untuk mengatur napasku dengan menatap ke luar melalui jendela yang ada di sebelah sofa area menontonku. Unit flatku merupakan unit sederhana dengan dapur dan ruang menonton yang berada di satu area besar, satu kamar tidur, dan satu kamar mandi. Tata ruang flatku juga sederhana. Ruang menontonku hanya berisikkan satu sofa putih, meja kecil, dan TV yang menempel pada dinding. Di bawah TV terdapat lemari yang berisikan buku-buku dan CD album musik koleksiku. Terdapat satu jendela besar yang menghadap ke luar, memperlihatkan bangunan yang ada di seberangku dan cahaya lampu jalan. Saat ini aku menatap ke luar dan melihat bangunan di depan masih gelap di balik gorden-gorden tersebut, belum ada tanda-tanda aktivitas manusia.

Lihat selengkapnya