Not Everything is As It Seems

Erika Angelina
Chapter #4

3

3

 

Keesokan harinya aku bertemu dengan Ezra pukul 1 siang. Dia menjemputku di depan flat dengan mobilnya, mobil Camry model lama yang berwarna hitam. Ezra merawat mobilnya dengan sangat baik sehingga terlihat lebih muda bertahun-tahun dari usia asli mobil itu.

“AVA! Totalitas sekali pakaian mu,” ujarnya dengan mengedipkan mata main-main saat aku masuk mobilnya.

“Hai, Ez,” sapaku sambil tertawa.

You look good too,” ucapku. Ezra menggunakan kemeja warna burgundy dan rambutnya digerai rapi di kepalanya.

 Hari ini aku menggunakan terusan rok yang aku beli dengan Hellen. Terusan rok ini berwarna hitam dengan potongan di sisi kaki kanan hingga sedikit di atas lutut dan memiliki potongan leher halter. Aku membawa jaket kulit merah untuk digunakan jika cuaca menjadi dingin malam nanti. Kami langsung berkendara ke pusat perbelanjaan terbesar di Highland, terbesar dari hanya beberapa pusat perbelanjaan di Highland. Sesampai kami di pusat perbelanjaan, Estrell Court Mall, kami menuju salah satu restoran yang sering kami datangi. Aku memesan nasi bakar dan Ezra memesan nasi kari.

“Apa kabar denganmu, Ezra?” dia paham aku bukan bertanya kabar sekedar baik atau tidak, tetapi mengenai hari-harinya dan perkembangan di hidup sehari-harinya.

“Café Amore akan membuka cabang baru,” jawabnya dengan cengiran lebar.

Oh my God! Selamat! Ini berita besar!”

“Jika semua urusannya lancar, bulan depan Café Amore yang kedua akan buka.”

“Kamu akan bertambah sibuk pasti ya.” Ezra mengangguk menanggapi.

“Bagaimana dengan mu?” tanyanya kepadaku.

Aku berpikir sebentar sebelum menjawab. “Seperti biasa. Hari-hariku begitu-begitu saja. Pekerjaan administrasi, kasus, pekerjaan administrasi, kopi dan donat,” aku menjawab dengan mengangkat bahu dan sedikit bercanda. Saat itu makanan kami datang dan kami mulai makan. Saat itu handphone ku berbunyi tanda pesan masuk. Nama Gary terpampang di layar.

‘Apakah sore ini kamu butuh tumpangan untuk ke Biza?’

Aku tidak tahu Hellen mengundang Gary juga. Aku mengetik balasan: ‘Terima kasih tawarannya tetapi aku akan pergi dengan temanku. Sampai jumpa di Biza.’

“Siapakah laki-laki atau mungkin perempuan yang membuat seorang Ava tersenyum seperti itu?” goda Ezra. Aku mengangkat kepala dan menyimpan handphone. Aku tidak menyadari senyumanku sampai Ezra mennyinggungnya.

“Bukan siapa-siapa. Dan jika siapa-siapa, itu adalah laki-laki,” jawabku dengan tertawa kecil.

Aku tidak tahu mengapa pesan dari Gary dapat membuatku tersenyum. Selama ini kami berbalas pesan untuk hal penting seperti pekerjaan saja dan tidak sering. Tetapi tiba-tiba pesannya membuat aku tersenyum. Aku tidak memusingkan hal itu dan melanjutkan makan saja, sebelum pikiran ini membuat wajahku memerah lebih jauh.

***

 

Setelah mengelilingi pusat perbelanjaan bersama Ezra akhirnya aku memutuskan untuk membeli sepatu untuk Hellen. Waktu menunjukkan pukul 4.30 sore saat aku selesai memilih sepatu. Aku dan Ezra langsung menuju Biza yang berada sejauh 25 menit perjalanan dari pusat perbelanjaan. Kami sampai di Biza pukul 5.10 sore, terlambat sepuluh menit. Sesampai kami di Biza tamu-tamu Hellen sudah tiba. Aku melihat Gary yang duduk di meja untuk rekan-rekan detektif Divisi 4 dan teman-teman Hellen lainnya dari Kepolisian Highland.

Biza adalah restoran kelas atas yang terkenal di Highland. Restoran ini luas dengan dua lantai area duduk pengunjung. Biza selalu ramai pada weekend dan hari libur lainnya. Interior Biza dipenuhi perpaduan warna merah, emas, dan hitam yang membuat ruangan terasa elegan dan mewah. Meja yang dipesan Hellen berada di lantai satu di bagian terdalam. Area itu semi terbuka dan memiliki akses yang dekat dengan bar.

“HEY!! Kalian telat!!” Hellen berteriak ditengah suara musik restoran dan suara obrolan pengunjung.

“Aku tahu, maaf ya. Ternyata memilih hadiah untukmu sangat sulit.” Aku memeluk Hellen. Kemudian Hellen lanjut mengobrol dengan Ezra. Aku berjalan menuju meja tempat rekan-rekan Divisi 4 duduk dan menyapa mereka. Gary mengangguk kepadaku saat aku datang menyapa mereka. Aku mengobrol singkat sebelum Hellen memanggil dan menyuruhku duduk di dekatnya. Aku dapat melihat Gary dengan jelas dari tempat dudukku.

Hari ini Biza padat dengan pengunjung. Hari ini Biza semakin padat pengunjung dengan adanya Hellen yang merayakan ulang tahunnya dan di lantai dua ada juga perayaan ulang tahun pernikahan. Gary terlihat banyak diam di kursinya dan hanya sesekali terlibat dengan pembicaraan dengan rekan Divisi 4. Hellen berjalan kesana kemari beramah tamah dengan tamu-tamunya. Tidak lama kemudian, aku melihat Gary berjalan keluar Biza. Aku mengikutinya keluar. Ternyata Gary keluar untuk merokok. Aku tidak tahu dia merokok, tetapi mayoritas detektif dan polisi di kantor merokok. Mungkin untuk melepas sedikit stress pekerjaan.

“Aku pikir kamu bukan tipe yang berkumpul ramai merayakan ulang tahun rekan kerjanya,” ucapku.

“Hellen mengundangku dan rasanya tidak sopan jika aku tidak datang. Setidaknya aku harus datang walau hanya sebentar,” ucapnya. Hari ini Gary menggunakan kemeja berwarna biru terang. Dia kemudian mematikan dan membuang rokoknya.

“Kenapa kamu buang? Bukannya kamu baru mulai?”

“Aku tidak akan merokok di dekatmu yang tidak merokok,” jawabnya. “Aku juga hanya merokok di saat-saat tertentu saja sebenarnya, merokok bukan keharusan untukku.”

Saat itu handphone Gary berbunyi tanda telepon masuk. Dia mengangkat teleponnya dan mendengarkan telepon itu dalam diam. Wajahnya seketika berubah menjadi serius. Wajah seriusnya saat bekerja. Aku berdiri diam di sampingnya dengan menyilangkan tangan di depan dadaku. Udara mulai dingin dan aku meninggalkan jaketku di dalam.

“Baik, saya akan segera ke lokasi. Sekitar 45 menit lagi saya sampai,” ucap Gary sebelum menutup telepon.

“Apa semuanya baik-baik saja?” aku bertanya. Gary terdiam sesaat dan terlihat berpikir.

Lihat selengkapnya