7
Begitu sampai di kantor lagi, kami langsung bekerja. Aku memberikan kancing temuanku di kamar Charlie Grant tersebut ke forensic dan meminta nomor plat kendaraan itu di masukan di sistem untuk masuk daftar pencarian. Aku dan Gary langsung naik ke lantai tiga membawa kotak berisikan file-file tersebut. Kami segera membongkar dan memeriksa file mengenai Charlie Grant, tersangka utama kami saat ini yang kami tidak tahu siapa orangnya dan dimana keberadaannya. Beberapa saat kemudian Marcus datang, disusul Hellen, dan melaporkan kemajuan dari kasus hilangnya Alison kepada Gary.
“Sebuah laporan masuk tadi pagi, dia melihat perempuan yang mirip dengan foto Alison di Taman Greenview tetapi saat petugas sampai di tempat, mereka tidak bisa menemukan perempuan itu. Saksi bilang Alison berjalan bersama seorang laki-laki dengan kepala menunduk. Ciri-ciri pakaiannya kaos lengan pendek berwarna putih dan celana jeans pendek, seperti deskripsi yang diberikan temannya hari Jumat lalu. Aku dan Hellen pergi ke lokasi untuk memastikan dan melihat apakah ada saksi lain lagi tetapi kami tidak mendapatkan apa-apa.” Ini berarti sudah hari keempat dari hilangnya Alison. Gary mengangguk sebagai jawaban.
Tidak lama setelah aku mulai membongkar dan membuka file Charlie Grant, aku merasa pengap dan kepalaku mulai sakit. Aku memutuskan untuk keluar sebentar membeli kopi di Café Amore, walau yang sebenarnya aku butuhkan adalah jalan dan menghirup udara segar untuk menjernihkan pikiranku. Selain itu, aku juga belum mendapatkan tidur yang layak membuat kelelahan ini mencegah aku dari berpikir dengan baik.
Matahari sore ini bersembunyi di balik awan mendung sehingga hari terasa lebih malam dari kenyataannya. Aku berjalan dengan kedua tangan di dalam kantong jaket menuju Café Amore. Begitu tiba aku langsung memesan vanilla latte panas dan beberapa gelas kopi lagi untuk dibagi ke rekan-rekan di kantor.
“Hari-hari yang berat?” Ezra bertanya kepadaku. Aku mengangguk.
“Aku butuh kopimu untuk membuat aku bersemangat lagi untuk sisa hari ini,” ada betulnya.
“Semua terlihat dari wajahmu, Ava. Langit mendung di luar tidak dapat menandingi mendung yang kamu pancarkan,” ucapnya saat menyerahkan kopi pesananku. Aku segera menangkupkan kedua tanganku pada gelas kertas kopi dan mendesah lega saat kehangatan merambat ke tanganku.
“Terima kasih untuk kopinya, aku pergi dulu ya.” Aku melambai dan segera berjalan keluar pintu Café Amore.
“Jaga kesehatan fisik dan mental kamu baik-baik, Ava,” ucap Ezra singkat namun sarat perhatian saat aku berpamitan.
Saa aku sampai kembali di kantor, aku memutuskan untuk mendatangi forensik dan mencari informasi baru. Aku menemui Lily, kenalanku di forensik.
“Apakah ada sesuatu yang baru? Bagaimana dengan kancing tadi?” aku bertanya sambil memberikan dia satu gelas kopi hangat.
“Kancing yang kamu temui tadi bersih tidak ada sidik jari, tetapi kami menemui bulu halus dari material kain berwarna biru. Sedangkan darah di potongan kain yang kemarin kamu berikan kepadaku, DNA itu cocok dengan DNA korban pertama, Kiana Ailee. Untuk DNA dari darah yang ada di dalam kuku korban pertama juga, itu bukan darah miliknya. Jadi kemungkinan besar itu DNA pelaku. Tetapi yang aneh kami tidak bisa menemukan orang yang cocok dengan DNA itu di sistem,” jelasnya. Aku mengerutkan kening berpikir. Pelaku ini seperti hantu, tidak ada jejak sidik jari yang bisa kami temukan dan kami tidak bisa menemukannya juga di sistem.
“Baiklah, terima kasih banyak ya,” jawabku dan menepuk pundak Lily. Saat aku akan pergi, Charles berjalan keluar dari dalam pintu ruang di belakang Lily.
“Halo, Ava,” sapanya. Aku menganggukkan kepala dan tersenyum sebagai jawaban.
Setelah selesai di lantai forensic, aku segera kembali ke lantai tiga. Sesampai aku di lantai tiga, Gary dan James masih membaca file-file Charlie Grant.
“Ada yang mau kopi?” tanyaku sambil meletakkan kopi di meja.
Aku ikut mengambil salah satu file yang ternyata adalah rekam medis dari Charlie Grant. Pasien menderita kanker kolorektal atau kanker di usus besarnya tiga tahun lalu. Pasien masih rutin menjalani kontrol dengan kemoterapi hingga tahun ini sekitar dua bulan lalu.
“Lihat ini, di surat masuknya Charlie Grant ke Rumah Sakit Locansania hanya ada nama Ibunya saja, Marie Anna Grant. Tidak ada alamat tempat tinggal atau nomor yang dapat dihubungi,” James memanggil kami. James memasukkan nama Marie Anna Grant untuk memeriksa data dan informasi yang mungkin dapat menghubungi kita dengan Charlie Grant.
“Sudah meninggal. Meninggal 22 tahun lalu. Ini alamat terakhir yang terdaftar,” James menunjukkan alamat itu kepada aku dan Gary.
“Tolong print keluar informasi Marie Anna Grant,” pinta Gary.
Alamat terakhir Marie Anna Grant ada di Kota Sheeft. Kota tersebut cukup jauh dan akan membutuhkan perjalanan udara jika kami mendatanginya. Maka, Gary menyampaikan pesan kepada kepolisian di Kota Sheeft untuk pergi memeriksa alamat tersebut.
Hari ini kami tidak berlama-lama lagi di kantor karena kami sudah terlalu lelah, terutama aku dan Gary karena kurang tidur dan perjalanan yang jauh. Kami pulang saat jam kerja telah selesai dan Gary mengantarkan aku pulang lagi.
Sesampai aku di flat, aku berjalan dengan langkah goyah, membayangkan kasur yang nyaman tetapi terhenti di atas tangga. Aku melihat Darcey dan seorang laki-laki sedang berpelukan mesra di depan pintu unitnya yang harus aku lewati untuk ke unitku. Aku berdiri canggung di atas tangga dan sedang mempertimbangkan kembali turun dan menunuggu sesaat sebelum naik lagi. Sebelum aku melangkah turun lagi, Darcey menyadari kehadiranku dan melepaskan pelukan laki-laki itu dengan malu.
“Eh, maaf,” ucapnya malu.
“Tidak apa-apa,” jawabku ringan dengan tersenyum dan berjalan menuju unitku. Darcey terlihat begitu bahagia dengan senyumannya yang lebar. Aku menyadari cincin di jari manisnya.
“Oh, itu,” aku menunjuk.
“Iya, kami baru saja bertunangan hari ini. Dia membuat lamaran yang begitu heboh di taman tadi pagi,” Darcey terlihat malu, namun kesenangannya melebihi rasa malunya. Aku jadi memaklumi adegan pelukan barusan, mereka sedang di mabuk rasa cinta mereka satu sama lain.
“Selamat ya,” ucapku dan memeluk hangat Darcy.
Aku masuk ke unitku setelah basa-basi sedikit lagi dengan Darcey dan dia memperkenalkan aku ke tunangannya, Andrew Lam. Aku segera bersih-bersih dan berganti pakaian tidur saat sampai di unit. Aku naik ke kasur tanpa banyak pikir dan terlelap dalam sekejap.