12
Semua detektif Divisi 4 bekerja lembur tadi malam. Kami pulang untuk beristirahat sekitar pukul satu pagi. Kami memutuskan pulang setelah kami sadar kelelahan yang kami rasakan telah melewati batasnya. Setiap kali aku menatap file apa pun lebih dari lima belas menit, aku akan berakhir dengan menatap kosong dan melamun. Kami mendengar Hellen membenturkan kepalanya beberapa kali di meja karena kepalanya tergelincir dari pangkuan tangannya. James setengah ketiduran saat menulis di buku catatannya, meninggalkan tulisan kata tidak masuk akal dan titik-titik untuk setiap kali dia ketiduran saat menulis. Marcus yang biasanya tidak terpengaruh beban pekerjaan pun terlihat beberapa kali berputar di kursinya dan melempar kertas-kertas ke tong sampah yang dia jauhkan. Gary berkali-kali ke kamar mandi untuk mencuci muka. Hingga dia mencuci muka kelima kalinya, dia berjalan kembali ke meja dengan wajah yang masih meneteskan air. Aku memutuskan kami semua sudah kehabisan energi dan fokus sehingga kami perlu istirahat.
“Aku rasa hari ini dapat kita akhiri dulu,” kataku.
James terlonjak bangun hingga berdiri saat aku menepuk pundaknya. Hellen berdiri dan bergumam tidak jelas tetapi dengan mata yang masih dipejamkan. Marcus dan Gary hanya meresponku dengan anggukan kepala dan mulai berberes.
“Saran yang bagus,” Marcus berbicara sendiri sambil membereskan barang-barangnya.
Meskipun kami sudah memiliki pengalaman sebagai detektif, tetapi bukan berarti kami juga tidak memiliki batasan. Kami masih manusia biasa yang dapat merasakan kelelahan dan sakit.
Aku masih ingat kasus besar pertamaku, penculikan seorang anak berusia 7 tahun. Saat terjadi penculikan terhadap anak-anak, detik demi detik yang terlewatkan sangat krusial. Bukannya dalam kasus pembunuhan seperti ini detik-detik itu tidak krusial. Tetapi dengan anak-anak, kami menyadari kerentanan dari seorang anak. Apalagi ada ketakutan bahwa pelaku menculik anak untuk melecehkan anak tersebut atau hingga membunuh anak tersebut atau human trafficking. Aku hanya tidur sebanyak tiga jam selama tiga hari dan aku hanya pulang untuk mandi dan berganti pakaian. Syukurnya, anak itu berhasil kami temukan dengan keadaan selamat dan pelaku berhasil kami tangkap juga. Setelah kasus itu aku jatuh sakit dan izin dari pekerjaan selama tiga hari juga. Seiring waktu berjalan, aku bertambah kuat dari menahan kelelahan akibat lembur terus menerus.
Tadi malam aku tiba di flatku sekitar pukul 1.30 pagi. Aku segera bersih-bersih sebelum mengganti pakaianku dengan piyama. Setelah aku selesai beres-beres aku segera naik ke kasur dan merenggangkan punggung. Aku mencoba tidur tetapi aku tidak kunjung terlelap. Mandi sedikit membuat aku lebih segar. Aku duduk dan memutuskan untuk menonton serial misteri yang sedang aku tonton belakangan ini. Yang aku tahu selanjutnya adalah aku terbangun dan melihat di luar sudah terang. Telivisiku masih menyala dan masih memutar serial yang sedang aku tonton. Serial itu sudah berjalan separuh musim. Aku melihat jam di dinding dan waktu telah menunjukkan pukul 7 pagi. Aku terlonjak bangun dan segera berberes secepat yang aku bisa. Aku bahkan naik taksi dan masih tiba di kantor dalam waktu yang pas-pasan.
Hari ini adalah hari Jumat 2 September, memasuki hari keenam sejak kasus pembunuhan ini kami tangani. Beban kasus semakin terasa ditambah tekanan dari publik. Hanya masalah waktu hingga kami mendapatkan tekanan juga dari pihak pemerintah Highland. Aku merasa mereka tidak menyadari beban tanggung jawab kami dalam pekerjaan ini. Mereka seperti menganggap kami tidak bekerja keras setiap harinya, kami hanya duduk-duduk dan minum kopi di meja kami.
Yang tidak mereka sadari, ada kalanya kemampuan maksimal kami belum cukup untuk dapat menyelesaikan kasus yang kami tangani. Yang tidak mereka sadari, ada kalanya kami sudah bekerja keras dan lembur berhari-hari, tetapi apa yang kami miliki memang belum cukup untuk kami menyelesaikan dan menangkap pelaku. Yang aku ingin mereka mengerti adalah tidak ada yang lebih ingin kasus ini diselesaikan selain kami, well, mungkin kami setelah keluarga atau kerabat korban tentunya. Kasus yang tidak dapat terselesaikan akan sangat mengganggu kami dan menghantui kami seumur hidup kami. Seperti alergi dengan reaksi rasa gatal di dalam tubuh yang tidak dapat diraih. Dalam waktu tertentu rasa gatal itu akan muncul dan mengganggu.
Telepon saksi yang disediakan masih terus dijaga, tetapi kami belum mendapatkan informasi apa-apa lagi. Telepon tersebut duduk dalam hening sepanjang hari kemarin setelah kami mendapatkan informasi terakhir dari Matthew Juliane di Motel Juliane. Berkali-kali aku menatap telepon itu, berharap jika ditatap cukup lama telepon itu akan mulai berbunyi dan memuntahkan alamat atau koordinat lokasi Charlie Grant saat ini. Sakit kepalaku semakin sering datang dengan adanya luka jahitan akibat benturan hari Selasa lalu. Setiap beberapa saat aku masih merasakan keningku berdenyut menyebabkan ketidaknyamanan yang luar biasa.
Selain kami, detektif Divisi 4, tim forensik juga lembur menganalisis bukti-bukti yang terkumpulkan dari truk dan motel. Aku berpapasan dengan beberapa tim forensik yang akan pulang saat aku tiba di kantor tadi. Setibanya aku di kantor, aku meletakkan barangku di meja dan menuju ke lantai tim forensik. Lantai tim forensik selalu dalam keadaan tenang tetapi hari ini terasa lebih sepi dari hari-hari biasanya. Suara dentingan lift masih menggema di koridor saat aku berjalan keluar dari lift. Aku berjalan menuju salah satu lab dengan jendela besar di depannya. Aku melihat Lily dan seorang lain sedang berdiri di atas lembaran kertas di meja. Aku melambaikan tanganku kepada Lily dan dia segera keluar membawa file di dalam tangannya.
“Ini laporan untuk barang-barang bukti di mobil truk yang kalian temukan dan yang kemarin di Motel Juliane. Kamu ingin aku jelaskan yang mana dulu?” tanyanya.
“Tolong jelaskan kepadaku hasil analisis tim forensik untuk truk dulu,” jawabku.
“Oke. Jadi potongan tubuh yang kamu temui di dalam salah satu tas itu, terbukti hasilnya positif adalah tubuh dari korban kedua, Maia Lou. Tidak ada tanda kekerasan lain di tubuhnya selain potongan-potongan mutilasi yang terjadi dan tanda tali di lehernya. Penyebab kematiannya adalah cekikan di leher. Kemudian untuk senjata yang ditemukan, kami tidak mendapatkan apa-apa karena senjata itu sudah dibersihkan dengan obat semacam pemutih. Kami tidak mendapatkan sidik jari apa pun dan tidak mendapatkan jejak darah. Pelaku membersihkan senjata-senjata itu dengan sangat teliti,” Lily sambil membuka file itu dan menunjukkan kepadaku penjabaran hasil tim forensik di kertas itu.
“Pada tas yang satu lagi, ditemukan isinya ada tiga pakaian milik perempuan. Kami menemukan rambut dari korban pertama, yaitu Kiana Ailee, korban kedua, yaitu Maia Lou, dan rambut yang tidak dapat kami identifikasi kepemilikannya tetapi juga kami temukan di motel. Sama seperti senjata-senjata itu, sleeping bag di truk itu sangat bersih. Seseorang telah membersihkan sleeping bag itu seteliti dia dengan senjata itu, sehingga kami juga tidak dapat menemukan apa pun disitu. Kami menelusuri senti demi senti truk itu. Pekerjaan yang paling memakan waktu sehingga hasil ini keluar lebih lama. Kami menemukan beberapa sidik jari dengan kepemilikan yang berbeda-beda juga. Kemungkinan dari pengguna sebelumnya di Rumah Sakit Locansania? Diantara beberapa sidik jari itu, kami menemukan sidik jari korban pertama, Kiana Ailee dan korban kedua, Maia Lou. Selain itu, terdapat jejak sepatu yang samar dan tidak utuh tetapi bentuk alas sepatunya sama dengan jejak sepatu yang ditemukan di TKP pertama. Darah yang ada di dalam bak truk itu teridentifikasi milik Maia Lou dan ada darah dengan DNA lain yang bukan milik korban,” jelasnya.
“Darah pelaku?” aku berasumsi.
“Mungkin,” Lily menjawab dengan mengangguk.
“Apakah ada hal lain lagi yang kalian temukan dari truk itu?”
“Sejauh ini hanya itu saja yang kami temui,” jawab Lily.
“Apakah senjata-senjata yang ada di truk cocok dengan luka pada korban?” tanyaku lagi.
“Pisau itu sesuai dengan jenis luka yang ada pada tubuh korban pertama. Untuk kapak dan gergaji, dua alat itu yang digunakan pelaku untuk memutilasi korban kedua dan ketiga,” jelas Lily.
Gambar Darcey yang terlungkup di lantai dan memandangku dengan mata kosong kembali ke kepalaku. Wajah Charlie Grant yang tersenyum di atas Darcey, memegang kapak untuk memutilasi Darcey. Senyuman dinginnya yang dipenuhi rasa puas. Tatapan dingin dan gilanya menatap langsung ke dalam mataku. Aku bergidik dan berusaha menghalau bayangan itu di kepalaku.
“Bagaimana dengan bukti-bukti di motel kemarin?”
“Kami belum melakukan banyak untuk bukti di motel kemarin. Hasil yang sudah keluar baru mengenai buku yang kamu berikan kepadaku. Buku dengan sampul biru itu. Aku tidak menemukan sidik jari siapa pun di buku itu. Buku itu bersih seolah-olah tidak pernah disentuh oleh tangan manusia. Selain itu, kami baru berhasil mengidentifikasi rambut yang terselip di ujung kasur itu. Rambut itu cocok dengan rambut di salah satu pakaian di truk tetapi tidak memiliki kecocokan dengan kedua korban atau darah milik orang ketiga di truk itu.”