Not Everything is As It Seems

Erika Angelina
Chapter #14

13

13

 

“Sepertinya aku tahu kenapa kita tidak bisa menemukan sidik jari Charlie Grant dimana pun,” hari sudah mulai menjelang sore saat Gary menyerukan penemuannya. Semua rekan detektif di Divisi 4 menolehkan kepala ke tempat Gary duduk. Aku berjalan mendekat.

“Rekam medis menunjukkan Charlie Grant pernah mengidap kanker kolorektal dan dua bulan lalu masih menjalani pengobatan. Salah satu obat yang digunakkannya adalah capecitabine. Saat aku mulai menari informasi mengenai kanker jenis itu dan pengobatan jenis itu, muncul informasi-informasi yang dapat menjadi jawaban dari pertanyaan kita. Penggunaan obat itu dapat menyebabkan hand-foot syndrome,” jelas Gary.

“Dan hand-foot syndrome adalah…?” Marcus bertanya.

Hand-foot syndrome adalah kondisi dimana terjadinya pembengkakkan, rasa sakit, dan pengelupasan kulit pada telapak tangan serta telapak kaki. Hal itu dapat terjadi setelah penggunaan capecitabine setelah beberapa lama. Pada beberapa kasus yang lebih ekstrim, penggunaan obat itu dapat menyebabkan orang tersebut kehilangan sidik jarinya,” jelas Gary.

Kami terdiam dan masing-masing tenggelam dalam pikirannya.

Well, itu menjelaskan kenapa dia tidak meninggalkan sidik jari dimanapun,” jawab James yang disusul dengan siulan pelan dari mulutnya

“Betul, probabilitas dari hand-foot syndrome ini sebagai penyebab dia tidak meninggalkan sidik jari dimanapun sangat besar. Apa lagi dia tercatat masih menerima pengobatan ini hingga sekitar dua bulan lalu,” tambah Gary.

Aku bertanya-tanya dalam hati, apakah dia masih berjuang melawan kankernya saat ini? Apakah dia juga masih merasakan kesakitan karena sakitnya saat ini di luar sana?

“Apakah dia melakukan pengobatan dua bulan lalu sebagai kontrol saja atau masih bagian dari pengobatan kankernya?” tanyaku.

“Catatan menunjukkan dia sudah berhasil sembuh tahun lalu. Tetapi dua bulan setelah dinyatakan sembuh, ternyata kanker itu masih ada dan berkembang lagi,” Gary menjawab dengan membaca rekam medis milik Charlie Grant di tangannya.

Aku tidak dapat memahami motivasi Charlie Grant. Dia sedang sakit dan bukannya dia memikirkan dan berfokus pada pengobatannya dia justru berada di luar sana melakukan hal-hal buruk ini. Apakah dia sudah menyerah dan merasa dia ada di posisi nothing to lose sehingga dia melakukan semua ini?

“Detektif Avabelle, ini laporan forensik tambahan,” saat itu Charles berjalan mendekat membawa file.

Kami begitu tenggelam di dalam pikiran kami sehingga kami tidak menyadari Charles yang berjalan keluar dari lift. Dia menyerahkan file itu dan aku langsung membukanya. File itu berisikan kemungkinan kejadian di motel berdasarkan noda darah yang ada di kamar itu dan beberapa data tambahan yang kurang.

“Charles,” aku menyapanya dan mengangguk. “Bisakah tolong kamu jelaskan kepada kami detailnya?” pintaku.

Aku meminta Charles untuk menjelaskan hasil analisis tim forensik agar menghemat waktu. Dia dapat langsung menjelaskan kepada lima detektif di saat bersamaan dan kami berlima dapat mendapatkan informasi yang sama-sama lengkap. Aku mengarahkan Charles ke papan kasus dan membantu dia untuk menjabarkan foto-foto yang dibawa di papan.

“Noda-noda darah ini saling berlapisan sehingga ada jejak darah yang kami sekalipun juga kesulitan mengidentifikasi kejadiannya secara pasti. Dugaan sementara kami darah ini berasal dari setidaknya dua orang. Yang pertama, darah di dinding ini,” Charles menunjuk area dinding dekat pintu kamar mandi dan dekat dengan area kasur, “disebabkan oleh luka tusukan yang terjadi beberapa kali. Pelaku menusuk korban di posisi ini dan bergeser hingga ke dekat pintu kamar motel.” Itu berarti korban berusaha bergerak untuk keluar dari kamar itu, keluar dari jangkauan Charlie Grant.

“Di dekat pintu utama kamar, ini menjadi lokasi terakhir korban penusukan. Korban jatuh dengan seluruh tubuh di lantai dengan posisi kepala menghadap pintu dan kaki menghadap ke arah dalam kamar. Di kolom sebelah sini dapat dilihat ada jejak kaki dengan darah dengan posisi korban tidur di lantai. Selain itu, ada kubangan darah kecil yang dihasilkan dari tetesan darah dari suatu benda yang tajam.”

Pelaku, Charlie Grant, berarti berdiri dengan senjata di tangannya dan menatap korban. Menatap korban yang sudah tidak bernyawa atau di ujung napasnya. Gambar wajah Charlie Grant kembali muncul di dalam kepalaku. Tiba-tiba aku berbaring di lantai motel, Charlie Grant berdiri di sebelahku. Aku dapat melihat darah yang menetes-netes dari pisau yang penuh dengan darah. Tangan penuh darah Charlie Grant menggenggam pisau tersebut dengan genggaman mantap. Matanya dingin menatap aku dengan mulut yang tersenyum. Aku memejamkan mata dan memijat area di antara alisku untuk berusaha menghalau gambar itu.

“Darah yang ada di dekat area penusukan awal korban yang itu, berbentuk seperti kubangan di lantai tetapi kami berhasil menemukan cipratan kecil-kecil darah di sekitarnya. Kemungkinan lokasi itu juga jadi tempat kejadian dari pembunuhan korban kedua,” Charles menjelaskan. Dia tidak perlu mengucapkan kalimatnya, tapi kami paham berarti di kamar motel yang sama itu Charlie Grant membunuh baik Kiana Ailee dan Maia Lou.

“Jejak kaki di motel apakah sama persis dengan jejak kaki di TKP pertama?” tanyaku memastikan.

Charles menganggukkan kepala satu kali dan memasang foto jejak di motel kemarin bersandingan dengan jejak di TKP pertama dan di truk. Kami sudah mengetahui pelakunya, bukti-buktinya telah terkumpul dan menggunung, tetapi kami belum berhasil menangkapnya bahkan dengan bantuan patroli dan mata penduduk Highland. Rasa frustasi dalam kondisi ini sungguh tidak terbayangkan. Aku tidak mengerti bagaimana dia bisa menghindari mata jutaan penduduk Highland.

Beban kasus ini semakin terasa pada kami semua. Lingkaran hitam mataku semakin gelap. Bahkan Hellen yang selalu menjaga penampilannya, belakangan ini tiba di kantor hanya dengan make up tipis dan mulai terlihat lingkaran hitam di bawah matanya. James tidak terlihat memegang handphone jika bukan untuk urusan telepon dan mengirim pesan. Aku menangkap Marcus beberapa kali menatap papan kasus dengan berdiri diam hingga lima belas menit. Aku juga melihat Gary menghela napas panjang dan memijat kepalanya saat tidak bersama kami, seperti di kantornya, atau dia merasa kami semua sedang sibuk dan tidak saling memerhatikan satu sama lain.

Setiap detik Charlie Grant di luar sana, rasanya seperti setiap detik dia menertawakan kami darimana pun tempatnya berada sekarang. Mata penuh tangis Keluarga Ailee, Mr. Harlow, dan Andrew Lam. Janjiku kepada Darcey bahwa aku akan membuat Charlie Grant membayar perbuatannya kepada Darcey. Semua itu terus menghantui malam-malamku. Perasaan bersalah menghantui aku dengan setiap detika aku belum memasukkan Charlie Grant ke dalam penjara.

***

 

Tanpa terasa hari sudah semakin gelap. Aku masih sibuk mengartikan catatan Charlie Grant saat aku mengangkat kepala dan melihat matahari sudah turun. Kegiatan mayoritas penduduk Highland hampir selesai untuk hari ini. Satu hari lagi akan berlalu dan kami belum menemukan keberadaan Charlie Grant. Satu hari lagi dia bebas di luar sana. Satu hari lagi dia belum berada di balik sel penjara. Satu hari lagi bedebah itu masih menghirup udara segar yang sama dengan kami semua.

“Ada yang mau kopi? Bukan kopi pantry, kopi yang lebih layak,” aku berdiri dan berencana ke Café Amore. Membelikan kopi adalah hal yang minim yang dapat aku lakukan untuk menambah semangat rekan-rekan detektif di Divisi 4. Aku tidak tahu berapa banyak kopi yang sudah aku minum sejak bekerja sebagai detektif disini.

Oh my God, yes please. Aku mau hazelnut latte,” jawab Hellen. Hellen merenggangkan badannya dengan berdiri dan melakukan perenggangan.

“Americano untukku,” jawab Marcus tanpa mengangkat mata dari layar komputernya.

Lihat selengkapnya