19
“Vanilla Latte atas nama Avabelle,” suara Ezra terdengar dari balik konter. Aku berjalan mendekat untuk mengambil tumbler berisikan minumanku.
“Kamu sungguh seharusnya beristirahat lebih lama, Ava,” gerutu Ezra. “Ambil cuti atau apa, pergi liburan ke pantai atau mendaki gunung. Atau pulang ke rumah orang tuamu untuk makan dan tidur sepanjang hari. Wajahmu masih pucat, kamu tahu,” tambahnya.
“Aku tidak apa-apa Ezra. Sungguh. Empat hari di rumah sakit adalah empat hari paling membosankan dalam hidupku.”
Setelah kejadian di atap malam itu, aku menghabiskan empat hari di rumah sakit. Aku kehabisan cukup banyak darah dan lukaku perlu dijahit. Tusukkan pisau Charlie Grant tidak menyebabkan luka pada organ fatal sehingga aku masih terselamatkan. Walaupun menurut dokter yang menangani aku, kemungkinan aku tidak selamat malam itu sangat tinggi. Hari itu aku kehilangan kesadaran akibat kekurangan darah dan shock.
Hingga hari ini, setelah satu minggu sejak hari aku diculik oleh Charlie, kepalaku terkadang masih dapat terasa sakit sesekali. Sebenarnya dokter tidak menyarankan untuk aku langsung kembali ke pekerjaanku, tetapi aku tidak tahan dengan tidak melakukan apa-apa. Aku mau menyelesaikan kasus Charlie Grant dengan resmi dan memastikan dia mendapatkan hukuman yang sesuai. Akhirnya dokterku menyerah dan hanya memberikan pesan agar melakukan pekerjaanku dengan perlahan.
Gary menceritakan apa yang terjadi setelah aku kehilangan kesadaran. Gary berhasil menahan Charlie Grant sebelum dia melangkah melewati tepi atap dan petugas polisi segera memborgol dia dan menggiring dia menuju mobil polisi. Petugas medis membawa aku dengan ambulans. Mereka cukup kesulitan karena bangunan cukup tinggi, yaitu tujuh lantai, dan mereka harus berhati-hati agar tidak membuat lukaku bertambah buruk. Charles mendapatkan perawatan juga dan dimintai keterangan sebagai saksi.
Menurut kesaksian Charles, dia dikurung di ruangan lain saat aku dikurung juga. Kemudian malam keesokan harinya – yang berarti aku kehilangan kesadaran di ruangan itu selama satu hari – Charlie membuka pintunya dan menarik dia ke atap. Kemudian Charlie membuat dirinya sendiri terluka seperti Charles untuk memanipulasi aku dan petugas polisi lainnya. Menurut Charles, saat Charlie melukai dirinya sendiri, dia tidak terlihat segan-segan sama sekali.
“Charles diculik oleh Charlie sejak Jumat malam lalu. Sejak hari itu, Charlie beraktivitas di flat dan sekitarnya sebagai Charles. Dia lebih pintar dari yang kita bayangkan. Penduduk sekitar flatmu sudah mengenal wajah Charles dan tahu dia bukan Charlie jadi tidak ada yang curiga untuk melaporkan apa yang mereka lihat ke polisi.”
Aku bergidik mendengarnya. Seharusnya aku memercayai perasaanku lebih karena aku sudah merasa ada yang salah dari terakhir aku berpapasan dengan Charles, yang ternyata adalah Charlie. Aku memikirkan semua orang yang berinteraksi dengannya tanpa mengetahui apa pun. Siapa saja bisa menjadi korban lagi. Aku sungguh lega karena aku dapat menahan dia dari mencari lebih banyak korban lagi. Aku lega aku dapat menghentikannya.
“Apakah tubuh Alison Starker berhasil ditemukan?” tanyaku.
“Tidak, Charlie Grant diam seribu kata mengenai hal itu. Jawaban yang dia berikan hanya, kutip kalian tidak akan bisa menemukannya lagi kutip,” jawab Gary.
Selama empat hari aku di rumah sakit, Ibu yang menjaga dan menemani aku saat siang hari. Aku berkali-kali bilang aku tidak apa-apa dan masih bisa mengurus diriku sendiri tetapi Ibu bersikeras untuk datang dan menemaniku sampai aku sehat sepenuhnya. Hari ini sudah hari ketujuh dari kejadian itu dan Ibu masih menginap di flatku. Dia bertekad dengan sungguh-sungguh untuk menunggu aku pulih sepenuhnya. Beberapa kali aku terpikirkan untuk menanyakan ke Ibu lebih dalam mengenai Oneiropólos. Apa itu, siapa itu, apakah Ibu juga memiliki kemampuan itu. Satu juta pertanyaan. Tetapi aku menahan diri dan menunggu waktu yang lebih tepat saja.
Teman-temanku, rekan-rekan detektif Divisi 4 juga beberapa kali mengunjungi aku setelah pulang dari kantor. Hellen dan Ezra datang berkali-kali. Gary datang setiap hari. Dia bersikeras untuk Ibuku beristirahat saat malam hari dan dia yang menjaga aku. Jadi Ibu menjaga aku dari pagi hingga sore. Sedangkan saat malam hari, setelah Gary pulang kerja, gentian dia yang menemani aku. Setiap malam dia datang membawakan aku makanan dari luar dan kami makan malam bersama. Kemudian kami menghabiskan malam dengan mengobrol atau menonton film dari laptop yang dia bawa.
“Jadi, sudah berapa lama hubungan Ava dengan Gary?” pagi hari kedua Ibuku bertanya setelah Gary pulang.
“Eh…” aku tidak tahu mau menjawab apa.
“Gary laki-laki yang baik kok,” tambah Ibu.
Aku mengangguk dengan malu-malu. Aku merasakan pipiku memanas. Untungnya Ibu tidak bertanya-tanya lagi mengenai Gary.
Sejak kejadian di atap itu, aku terus memikirkan cerita dari keluarga Gary. Aku sangat ingin bertanya itu kepada dia. Setelah banyak pertimbangan, baru aku berani bertanya di malam ketiga aku di rumah sakit.
“Gary, mengenai cerita keluargamu…” aku tidak menyelesaikan kalimatku, tetapi aku tahu Gary mengerti apa yang mau aku tanyakan.
“Apa yang aku ceritakan di atap itu semuanya benar,” jawabnya dengan mengangguk.
“Aku… aku minta maaf, mengenai kedua orang tuamu,” ucapku dan mengelus pelan tangannya. Dia menggenggam tanganku dan mendekat.
“Tidak apa-apa, Ava. Itu sudah lama sekali. Aku juga tidak ingat banyak lagi tentang mereka. Aku hanya ingat Ayah selalu membawa aku dan Ibu ke taman setiap Hari Minggu sore. Ibuku memiliki rambut ikal yang cantik. Ibu sangat pintar memasak dan makanannya yang paling aku ingat adalah Mie Kepiting,” bibir Gary membentuk senyuman saat menceritakan itu. Matanya memandang jauh.
“Orang tua kamu terdengar sangat hebat,” ucapku dan mengelus salah satu pipi Gary.
Gary menopangkan ringan dagunya ke tanganku. Kenyataan mengenai keluarganya ini membuat aku merasa lebih dekat lagi dengannya. Aku tidak pernah menyangka sama sekali Gary memiliki masa lalu yang begitu sulit. Masa lalu yang begitu keras tidak membuat Gary merutuk pada dunia. Dia tidak dendam pada dunia. Dia justru mendedikasikan dirinya untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik. Gary adalah definisi sesungguhnya berhati murni, berani, dan kuat.
***
Setelah kunjungan singkat ke Café Amore untuk mendapatkan kopi yang sudah sangat aku rindukan, aku dan Gary langsung menuju ke kantor. Sejak aku pulang dari rumah sakit, Gary tidak membiarkan aku pergi dari pandangan matanya. Dia hanya meninggalkan aku saat aku sudah aman di dalam flatku bersama Ibu. Ya betul, Gary bahkan mengantar dan menjemput aku di depan unit flatku. Aku bilang dia terlalu berlebihan, tetapi dia hanya menjawab dengan, “terakhir aku meninggalkan kamu, kamu hilang dan berakhir dengan kepala yang berdarah dan tubuh yang ditusuk pisau.”
Dia tidak melanjutkan kalimatnya tetapi aku tahu apa kata-kata yang ada di kepalanya. Aku hampir kehilangan nyawa. Setelah beberapa kali berdebat dengan Gary, aku akhirnya memutuskan untuk tidak ambil pusing lagi. Saat keadaan sudah lebih baik, Gary pasti tidak akan seposesif ini lagi, aku meyakinkan diriku sendiri. Lagi pula, Gary juga memiliki pekerjaan dan dia tidak akan bisa menjadi pengasuhku 24/7.
Saat kami tiba di kantor, meja detektif Divisi 4 sudah penuh terisi. Mata dari orang-orang di kantor sudah tidak menatap kami dengan penuh tanya lagi. Well, aku rasa gossip menyebar dengan sangat cepat di kantor ini.
“Ava!” sapa Hellen. Dia memelukku dengan erat, membuat aku tertawa dan sedikit meringis karena pelukan erat membuat jahitan di perutku agak sakit.
“Kamu yakin sudah cukup sehat?” tanya James sambil memelukku.
“Ugh, aku bersumpah aku akan ngamuk terhadap orang selanjutnya yang memberikan aku pertanyaan itu lagi. Aku sudah cukup sehat, terima kasih untuk perhatiannya teman-temanku,” jawabku bercanda.
“Senang melihat kamu di kantor lagi,” sapa Marcus dan memberikan aku pelukan ringan.
“Terima kasih,” jawabku. Aku segera duduk di kursiku dan bersiap untuk bekerja menjalani hari ini.