Not Everything is As It Seems

Erika Angelina
Chapter #19

18

18

 

Berhati murni, kuat, dan berani, Oneiropólos.”

Suara tersebut menggema di dalam kepala dan hatiku saat aku membuka mata. Sekali lagi aku terbaring pada lantai yang dingin. Aku berusaha bangkit dan merasakan sakit di kepalaku yang berlipat ganda kali ini. Saat sudah berhasil bangun dan duduk, aku menyadari bahwa aku bebas. Aku tidak lagi diikat, baik tangan maupun kakiku. Aku memegang kepalaku dan kening sebelah kiriku lengket dengan darah yang mengering.

Aku memerhatikan sekitarku. Ruangan ini berbeda dari yang sebelumnya saat Charlie meninggalkan aku terikat. Ruangan ini lebih kecil, dengan lantai keramik, dan terdapat beberapa perabotan di dalam kamar ini. Terdapat rangka kasur bekas di satu sudut, kursi dari besi, dan meja kecil di sampingnya. Aku berusaha berdiri dan berjalan menuju ke jendela yang penuh dengan debu. Jendela tersebut dibatasi oleh jalusi pada sisi dalamnya.

Angin berhembus dan cahaya matahari menyilaukan saat jendela aku buka. Matahari masih terang dan panas, tetapi hembusan angin sangat dingin. Aku berusaha melihat melalui jalusi, aku hanya melihat langit biru. Aku berusaha melihat ke bawah, tetapi aku tidak dapat melihat hal lain selain bangunan tingkat rendah, tanah, dan pepohonan. Dimana ini? Sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri? Sudah berapa lama sejak kejadian aku mengkonfrontasi Charlie di unit flat Charles?

Aku berjalan menuju pintu dan mencoba memutarnya. Pintu bergeming. Aku tidak mendengar suara apa-apa juga dari sisi lain pintu ini. Ruangan tempat aku berada sekarang terlihat seperti kamar rumah sakit. Aku mencoba mengingat apakah di Kota Highland ada rumah sakit yang terbengkalai dan tidak terpakai lagi. Kepalaku semakin sakit saat aku pakai untuk berpikir keras.

Ruangan ini terasa lembab. Hidungku dapat mencium bau debu dan apak yang kuat dalam setiap tarikan napasku. Aku membiarkan jendela terbuka untuk mendapatkan udara segar dan bersih dari luar. Semua perabotan yang ada di kamar ini sudah berkarat. Lantai memiliki noda berkerak pada bagian-bagian tertentu. Kamar ini sangat cocok dengan bentuk kamar rumah sakit dari film-film horror yang pernah aku tonton.

Aku kembali duduk. Tanganku mencoba memijat keningku di area antara alis, berharap tindakan ini dapat memberikan kepadaku sedikit ketenangan dan meringankan rasa sakit yang aku rasakan sekarang. Pikiranku berjalan menuju apa yang aku lihat saat aku tidak sadarkan diri tadi. Itu adalah bagian dari masa laluku yang aku tidak ingat pernah terjadi. Kenapa aku bermimpi itu di saat seperti ini? Kenapa aku bisa tidak pernah ingat dengan cerita yang Ibu ceritakan kepadaku? Aku tidak ingat kalau malam itu Ibu kembali ke kamarku dan membisikan kata itu. Apa nama yang Ibu sebutkan tadi? Aku berusaha mengingatnya. Oneiro… Oneiropólos. Apa artinya?

Apakah cerita yang Ibu ceritakan adalah… nyata? Apakah itu yang terjadi padaku? Tapi, bagaimana Ibu bisa tahu? Kecuali… tapi tidak mungkin? Apakah Ibu juga memiliki kemampuan seperti yang aku miliki? Jika yang Ibu ceritakan bukan lah dongeng dan merupakan kenyataan, berarti di luar sana ada banyak orang seperti aku? Aku tidak sendirian.

Pengetahuan itu menumbuhkan harapan di hatiku. Mungkin akan ada yang melihat aku dan mengirimkan bantuan kepadaku. Tetapi bukan berarti aku jadi tidak melakukan apa-apa. Aku tetap harus berusaha untuk membebaskan diriku sendiri. Aku tidak bisa bergantung sepenuhnya pada harapan itu yang aku juga tidak yakin seratus persen adalah benar.

Aku menghabiskan waktuku mencari cara untuk keluar dari ruangan tersebut. Aku lebih kuat dan berani dari yang aku sadari. Aku mengulang kalimat tersebut berkali-kali di dalam hati dan kepalaku. Memberikan suntikan semangat untuk diriku sendiri. Aku tidak boleh menyerah. Aku harus keluar dari sini dan menyelesaikan tugasku.

beberapa kali membenturkan kursi besi ke jalusi jendela. Jalusi tersebut terlihat rapuh karena berkarat, tetapi setelah aku benturkan berkali-kali dengan sekuat tenaga yang masih tersisa dariku, jalusi tetap bergeming. Tubuhku bergetar hebat dari setiap benturan yang terjadi antara kursi dan jalusi. Saat aku membenturkan kursi dengan terlalu keras juga kursi tersebut justru memantul kembali dan menarik tubuhku mundur karena beban kursi tersebut. Akhirnya aku menyerah untuk berusaha mengusik jalusi tersebut.

Ruang tersebut hanya memiliki ventilasi yang kecil, aku tidak dapat menggunakannya sebagai tempatku untuk keluar. Ventilasi tersebut hanya berukuran sekitar 40 sentimeter dikali 25 sentimeter. Aku sempat membuka ventilasi tersebut. Namun, kemudian aku mendengar suara kaki-kaki kecil menggema dari dalam ventilasi. Aku langsung buru-buru kembali menutupnya dan menghalangi ventilasi tersebut dengan rangka kaki kasur. Jika aku harus mati disini, aku tidak mau dikelilingi oleh tikus.

Aku mencoba menarik pintu sekuat mungkin, pintu tetap bergeming. Aku menendangnya kuat-kuat, tetapi pintu kayu tersebut tetap diam di tempatnya dengan kokoh. Situasi ini membuatku frustasi. Hari mulai gelap saat aku menyadari usahaku tidak ada yang berguna. Perutku bergerumuh, aku tidak ingat kapan terakhir kali aku makan. Aku bahkan tidak tahu sekarang sudah hari apa. Apakah rekan-rekan detektifku sedang mencari aku? Apakah Gary sedang mencari aku? Apakah seluruh unit polisi di luar sana mencari aku dan Charlie Grant. Apakah mereka mengira aku sudah mati? Apakah mereka sudah menyerah mencariku? Harapanku hanya Charlie Grant tertangkap. Aku harap mereka fokus dalam mencari Charlie Grant dan mereka dapat mencariku sesudahnya, mungkin Charlie Grant juga akhirnya akan memberitahu mereka keberadaanku. Mungkin.

***

 

Aku terbangun saat mendengar suara klik pelan. Aku menegakkan posisi dudukku di lantai dan berusaha mendengar sebaik mungkin. Punggung dan pinggangku kesakitan akibat tidur dalam posisi duduk di lantai. Aku membuka telingaku untuk mendengar baik-baik, tetapi tidak ada suara lagi dari balik pintu. Aku berdiri dan berjalan perlahan menuju pintu. Aku menempelkan telinga kananku ke pintu dan mencoba mendengar suara di baliknya. Hening.

Setelah hening untuk beberapa saat, aku mencoba memutar gagang pintu. Gagang terputar dan pintu terbuka dengan derit yang keras. Bunyi deritan yang membuat bulu kuduk meremang di malam yang sepi ini. Aku berdiri diam di pintu dan memerhatikan sekitarku. Ruangan ini hampir gelap total. Aku berjalan perlahan dan meraba-raba. Inderaku menajam dengan adrenalin yang mengaliri tubuhku. Aku mencoba merasakan dan mendengar jika ada keberadaan orang lain di sekitarku. Orang yang membuka pintu ruang kamar barusan.

Saat itu aku mendengar bunyi sirene samar, aku berdiri diam di tempatku. Aku mencoba berjalan ke arah jendela dan dapat melihat lampu merah dan biru dari mobil polisi menyala terang. Untuk sesaat, kelegaan membanjiriku. Mereka disini, pikirku. Tiba-tiba aku mendengar suara dentuman keras dari lantai di atasku. Setelah itu, suara teriakan. Aku mencoba berjalan perlahan ke arah suara itu. Aku berjalan dengan masih meraba-raba dan akhirnya menemukan tangga. Aku berjalan naik, dan suara tersebut terdengar semakin keras dan dekat. Aku menaiki tangga hingga dua lantai dan baru dapat mendengar suara itu dengan lebih jelas. Suara dua orang yang sedang berteriak saling beradu mulut.

Hembusan angin malam menerpa wajahku. Aku menghirup udara segar dalam-dalam. Paru-paruku menghirup udara dengan rakus setelah berjam-jam menghirup udara yang dipenuhi debu.

Setelah aku memerhatikan sekitar, aku menyadari ternyata aku berada di atap bangunan. Malam telah tiba dan bulan bersinar malu-malu di balik awan mendung. Aku dapat merasakan tetesan gerimis menyambutku saat aku melangkah keluar. Suara teriakan menyadarkan aku dari lamunanku. Kemudian, aku melihat mereka. Dua orang sedang bertikai dan saling berteriak, Charles dan Charlie.

“HEY!” teriakku.

Mereka berdua berhenti dan menolehkan kepala mereka kepadaku. Saat mereka menoleh, bulu kudukku meremang. Aku melihat dua Charles sekarang. Kedua laki-laki ini memiliki memar di salah satu matanya, bekas ikatan di lengannya, dan pakaian yang sama. Tipu muslihat apa lagi ini? Bagaimana caraku membedakan Charles dan Charlie? Mereka terlihat sama persis saat secara sengaja salah satunya berpenampilan seperti yang lainnya. Aku menatap mereka berdua dengan bingung.

“Ava! Syukurlah kamu masih hidup,” salah satu dari Charles/Charlie menghampiriku. Aku mundur, aku tidak ingin disentuh oleh salah satu dari mereka. Aku tidak dapat memastikan siapa yang siapa.

“Ava! Jangan dekat-dekat dia! Dia Charlie!” teriak Charles/Charlie yang ikut berlari mendekatiku.

“MUNDUR! KALIAN BERDUA, MUNDUR!” teriakku. Hujan mulai turun dengan lebih deras. Mereka berdua berjalan mundur perlahan. Kedua tangan mereka berada di depan dada, dengan telapak tangan menghadap keluar.

“Ava, dengarkan aku. Sungguh, aku Charles. Coba tanya apa pun mengenai Charles, aku pasti tahu,” kata Charles/Charlie yang ada di sebelah kananku.

“Bohong! Jangan mau dimanipulasi dia, Ava,” kata Charles/Charlie yang ada di sebelah kiriku.

Lihat selengkapnya