"Arsenio," panggil Bu Thea yang tengah duduk di meja guru seraya memeriksa tugas hukuman yang telah dikumpulkan oleh Arsenio, Arsenio pun mengangkat kepalanya ketika mendengar namanya terpanggil.
"Sini kamu," lanjut Bu Thea. Dengan langkah malas, Arsenio terpaksa harus bangun dari kursinya dan pergi menuju ke meja guru. Beberapa murid mulai memperhatikan Arsenio, beberapa masih bersikap acuh.
"Ini kamu yang kerjain?" tanya Bu Thea dengan ekspresi yang tampak seperti sedang menahan tawa.
"Iya lah, Bu. Siapa lagi kalau bukan saya," bohong Arsenio yang ia coba tutupi dengan berakting.
"Yakin?" tanya Bu Thea lagi, membuat Arsenio sedikit kesal kenapa Bu Thea tidak mau tertipu dan terus bertanya berkali-kali.
"Iya Bu astaga gak percaya amat sama saya." Tawa yang sedari tadi ditahan-tahan pun akhirnya pecah, Arsenio melihat wanita paruh baya di depannya ini dengan penuh heran, bukan Arsenio saja, namun seluruh isi kelas mulai memperhatikan kejadian yang sedang terjadi di depan.
"Ibu baru tahu kamu suka menggambar, gambarnya lucu banget pula, ditambah tulisan tangan kamu jadi cantik begini," ujar Bu Thea yang masih sulit mengkondisikan tawanya. Bingung apa yang di maksud oleh Bu Thea, Arsenio mengambil buku tulisnya dan melihat halaman yang terbuka itu.
"Sekali lagi Ibu tanya ya, yang ngerjain benar-benar kamu atau orang lain?" Kali ini pertanyaan itu terdengar serius. Mau tidak mau Arsenio harus mengakui kebohongannya yang menghasilkan ia harus menulis hukuman itu dua kali lipat.
"Awas saja lo Kyra," gerutu Arsenio setelah kembali ke tempat duduknya.
"Nananana," senandung Kyra yang tampak sudah dalam suasana hati yang baik, setelah kejadian semalam tentu ia bersedih hati, namun setelah mengekspresikan rasa sedihnya melalui menggambar, ia sudah melupakan kesedihannya.
Kali ini Kyra berencana pergi ke perpustakaan untuk menghabiskan waktu istirahatnya, Viona pernah bercerita kepadanya kalau perpustakaan sekolah mereka itu lumayan besar, namun tetap saja tidak banyak orang yang suka ke perpustakaan.
"Pagi Bu," sapa Kyra pada perpustakawan yang sedang menaruh buku-buku pada rak. Perpustakawan itu mengangguk menerima sapaan Kyra sebelum kembali melakukan pekerjaannya.
"Baca buku apa ya..." bisik Kyra pada dirinya sendiri seraya menelusuri buku per buku pada kategori novel. Setelah beberapa menit Kyra menemukan sebuah buku yang menangkap matanya. Namun, buku nya terletak terlalu tinggi bagi Kyra, berjinjit pun tidak membantu sama sekali.
"Aish kenapa gue terlahir terlalu pendek ya? Eh nggak, gak boleh gitu, maksudnya kenapa raknya tinggi banget, sih? Tangga mana ya?" Sebelum Kyra dapat berputar untuk mencari tangga, ia berhadapan dengan tubuh seseorang yang menyuguhi wangi parfum yang menyenangi indra penciumannya. Kyra membeku pada tempatnya, terlalu terkejut sehingga sistem internalnya memutuskan untuk berhenti bekerja sejenak.
"Nih," ucap orang yang telah membantu Kyra sembari memberikan bukunya kepada Kyra.
"Terima kasih- Kak Theo??" Ternyata orang yang lagi-lagi membantunya adalah sang ketua osis, Theo.
"Kak Theo kok bisa ada di sini?" tanya Kyra.
"Loh memangnya saya gak boleh kesini?" gurau Theo.
"Eh bukan gitu Kak, maksud saya eee.. ya gitu deh Kak intinya." Theo tertawa melihat tingkah gugupnya Kyra yang tidak tahu harus berlaku apa.
"Kalo kamu? Kamu ngapain di sini?" tanya Theo balik untuk melanjutkan pembicaraan mereka.
"Yaa mau baca buku lah, Kak. Mau ngapain lagi?"