Kyra menatap ke langit yang berada di atas kepalanya, tak lama sebuah rintikan air jatuh mengenai wajahnya, rintikan air itu semakin banyak namun tidak terlalu deras, matahari pun masih nampak cerah seperti ingin bermain di tengah hujan. Kyra menghela napasnya membiarkan dirinya dibasahi oleh gerimis yang turun dari langit, tidak peduli jika bajunya basah atau tidak. Ia lebih memilih berdiam di sana, setidaknya ia merasa sedikit lega ini hanya gerimis dan bukan hujan besar. Kyra menyukai hujan, namun tidak dengan petirnya.
"Di mana salah gue sebenarnya? Kenapa Kak Adel gak mau kasih tau gue salah apa? Ayolah Kyra ingat-ingat lo pernah berbuat salah apa ke Kak Adel," gerutu Kyra di tengah rintikan air hujan, mengacak-acak rambutnya yang sudah mulai basah.
"Di sini kamu rupanya," kata seseorang membuat Kyra terkejut karena tiba-tiba ada suara orang lain selain dari dirinya di atap sekolah. Kyra mencari ke arah sumber suara tersebut dan menjadi semakin terkejut ketika melihatnya.
"Kak Theo?"
"Kamu gak apa-apa? Ngapain sih kamu sampai hujan-hujanan begini?" tanya Theo dengan nada yang risau sembari berjongkok untuk menyamai tinggi Kyra yang sedang duduk. Theo membuka almameter nya dan menaruhnya di atas punggung Kyra.
"Kok Kak Theo tahu saya ada di sini?" Kyra segera menghapus bekas air mata di pipinya serta merapikan rambutnya agar tidak terlihat seperit orang yang baru saja menangis. Namun, sangat kentara bahwa ia baru selesai menangis karena matanya yang merah dan sembab.
"Nggak tahu, saya cuman coba nyariin kamu di setiap sudut sekolah, dan ternyata kamu di sini."
"Kakak ngapain nyariin saya? Ah apa karena saya bolos kelas, Kak? Maafin saya ya Kak." Kyra baru ingat dirinya tidak mengikuti kelas lagi setelah istirahat tadi, ia jadi takut dirinya malah akan kena hukum karena bolos kelas.
"Nggak, bukan karena itu, kok. Sekarang kamu bisa jalan gak? Apa perlu saya gendong?" Theo berdiri sembari menunggu Kyra untuk berdiri juga.
"Eh eh gak usah, Kak! Saya bisa jalan sendiri," ucap Kyra buru-buru dan segera berdiri, membersihkan debu atau kotoran yang mungkin menempel di roknya.
"Ya sudah, ayok," ajak Theo tiba-tiba.
"Ayo ke mana, Kak?"
"Ke ruang kepala sekolah, saya mau laporin kamu bolos,"
"HAH? IH KAK JANGAN DONG, NANTI KALAU SAYA DISKORS GIMANA?" teriak Kyra dengan refleks, terkejut dengan Theo yang ia kira kawan ternyata lawan. Theo pun dibuatnya kaget oleh suara nyaring Kyra karena gurauannya dianggap serius olehnya.
"Astaga saya cuman bercanda, gak perlu teriak juga kali. Saya mau antar kamu ke UKS doang, kok. Kamu istirahat saja di sana, tadi Viona sudah saya suruh izin ke guru piket buat bilang kalau kamu sakit," jelas Theo membuat Kyra mengangguk paham dan menghela napas lega mengetahui bahwa dirinya tidak akan diskors atau dihukum.
Sesampainya di ruang UKS, Theo menyuruh Kyra untuk berbaring di salah satu kasur yang disediakan untuk murid yang jatuh sakit secara tiba-tiba di sekolah. Theo tidak langsung meninggalkan Kyra sendirian, tetapi dia menarik sebuah bangku dan duduk di sebelah kasur Kyra.
"Kakak nggak balik ke kelas?" tanya Kyra untuk mengisi keheningan di ruang tersebut.
"Kelas saya lagi jam kosong, guru yang seharusnya ngajar lagi gak masuk, guru lain juga gak ada yang bisa inval."
"ah begitu rupanya.."
Beberapa menit berlalu dan tak ada satu suara pun yang berani memecahkan keheningan di sana. Theo sibuk mengutak-atik barang yang ada di sekitarnya, sedangkan Kyra sedang menatap kosong ke atas. Sampai Kyra memutuskan untuk memecahkan keheningan di antara mereka.
"Kak Theo sadar gak, sih? Kalau setiap kali saya lagi kesusahan, Kak Theo pasti selalu muncul."