Cerita ini karya fiksi. Tidak berkaitan dengan tokoh, peristiwa, organisasi atau latar asli.
***
Pagi ini aku sangat bersemangat. Karena hari pertama pergi ke sekolah baru yang sudah lama dinantikan akhirnya datang juga. Seragam putih dengan rok putih terlihat sangat rapi karena baru saja disetrika ulang. Dan kenapa aku jadi kesal karena kamu akhirnya memakai seragam yang sama denganku.
"Buna, minta jepit dong," kamu bayi gede yang pagi ini merengek minta jepit punya buna melirik sekilas ke arahku.
"Minta kak Mina, dong. Ini jepit emak-emak, emang kamu mau?" buna menyebutkan namaku.
"Mampus, nggak akan aku kasih."
"Tuh, kan, buna. Kak Mina nggak ngasih!"
"Mina, adiknya pinjam loh," buna ikut merayu.
"Emang Mina pernah pinjem barang-barang Yuna? Nggak-"
"PERNAH."
Saat itu mataku jelas melirik meminta penjelasan.
"Kamu pernah pinjam laptop, pinjam sandal, pinjam baju, minta parfum juga pernah! Jadi, nggak usah pelit," aku dengan cepat mengangguk setuju. Melihat itu, kamu langsung masuk ke kamarku dan mengambil jepit cantik kesayangan.
"Eh tapi nanti kalau aku pinjam barangmu-"
"IYA IYA."
Setelan seragam SMA Bhineka Tunggal Ika selaras denganmu. Akhirnya bayi gede sudah dewasa. Seragam SMA sudah cocok di badannya. Rambut yang biasanya kamu kepang dua kini kamu gerai dengan jepit cantik 'milikku' di sebelah kiri.
Aku sendiri mengikat rambutku. Rapi dan simpel. Cocok untuk modelan siswi teladan sepertiku.
"Mas Cahyo, selamat pagi!"
Mendengar sapaanmu, ayah mendengus kesal. Panggilan itu terdengar genit di telinga ayah. Jadi kita harus memanggil mahasiswa Jogja itu dengan sebutan 'pak' Cahyo.
"Eh pak Cahyo maksudnya," pak Cahyo membalas dengan senyuman manis. Dia terlihat enjoy saja dengan panggilan itu. "Kita berangkat sekarang, ya, pak!"
Di dalam mobil, aku sibuk memainkan ponsel. Sedangkan kamu, aku tidak peduli. Apa yang kau lakukan saat itu?
"Godain pak Cahyo."
Bakk.
"Yang bener aja!"
"Ya udah tau nggak mungkin, kenapa masih nampol sih?"
Jadi saat itu kamu sedang apa?
"Dengerin musik."
Sedangkan kamu malah mendengarkan musik alih-alih panik jadi siswi SMA. Mungkin itu salah satu cara untuk mengurangi gugup, aku tidak tahu.
Aku mengalihkan pandanganku dari layar ponsel ke jendela mobil. Jalanan Jogjakarta yang luas pagi itu sama sekali tidak menandakan adanya kemacetan. Hembusan angin dingin di pagi hari menampar pipiku. Aku mengharapkan teman meski hanya seorang.
Aku beneran mau seorang teman..
Rasa khawatir itu aku terbangkan dengan udara pagi ini. Apapun yang terjadi nanti, aku menyerahkan semuanya kepada Allah. Melihatmu yang berusaha keras untuk tidak gugup juga memberiku energi.
"Eh ada anak baru!"
"Kayaknya mereka adik kakak deh."
"Kakaknya kelihatan galak."
"Ada kemungkinan mereka berdua kembar."