Not My Q-time

Silah Fauzun Akbar
Chapter #3

Coretan 3 : Tempatkan Mantan Pada Masanya

Malam kian larut. Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Dan gue baru aja sampai rumah sepulang dari café. Eits! Tapi tumben banget Bokap masih melek. Gue samperin ah, sekalian mau nyampein salam dari Om Herlambang, Bokapnya Rara.

“Assalamualaikum Yah.” Gue menyalami Bokap.

“Wa’alaikumsalam. Sudah pulang kau Ga.”

“Iya Yah. Baru aja sampai. Tumben banget Ayah belum tidur?”

“Iya ini, mata belum ngantuk. Jadi ya mau bagaimana lagi.” Jawab Bokap santai.

Gue langsung duduk di samping Bokap. Sambil melepaskan lelah buat hari ini.

“Oh iya Yah. Dapat salam tuh dari Om Herlambang.” Ujar gue.

“Herlambang? Herlambang yang mana?” Tanya Bokap sambil baca majalah techno.

“Itu loh, sahabat Ayah waktu kecil dulu. Siapa itu, Herlambang Jingg… Jing siapa ya..” Gue lupa nama lengkap Bokapnya Rara.

“Oh iya Ayah ingat! Jinggo! iya?” Terka Bokap.

“Nah itu dia! Herlambang Jinggo!” Tegas gue.

“Ahahaha. Kamu ketemu dimana?” Tanya Bokap.

“Tadi siang, Dirga mengantar temen Yah. Ternyata Papahnya kenal sama Ayah. Ya begitulah singkatnya.”

“Oh begitu. Ah sudah lama Ayah tidak bertemu dengan dia. Nanti kapan – kapan, bawa Ayah ketemu dengannya.”

“Siap Kapten!” Jawab gue tegas sambil hormat.

Gue beranjak dari duduk. Lalu pamit sama Bokap buat tidur. Hoaaamz ngantuk banget.

Sebelum gue terlelap, gue chat si Rara. Sapaan gue enggak dia bales. Mungkin udah tidur tuh cewek. Ya udah akhirnya gue ucapin selamat tidur buat dia.

Goodnight Ra. Nice dream, for the best day tomorrow.”

Gue pun terlelap.

Hari pun berganti hari. Pagi yang biasanya monokrom, dan membosankan, hari ini berbeda. Ucapan selamat pagi dari Rara membuat pagi gue kali ini lebih berwarna. Walaupun ucapan selamat pagi ini, diikuti dengan pengakuan dosanya.

Morning Ga. Maaf gue semalem udah tidur. Hehehe.

Nah kayak gitu bentuknya. Gue jadi ketawa sendiri bacanya.

Morning too Ra. Iya enggak papa. Lagian semalem gue juga ngantuk banget jadi ikutan tidur deh. Hehe.” Balas gue.

Gue scroll layar handphone buat liat jam, dan jam sudah menunjukkan pukul enam pagi. Ah enggak asiknya itu gini, giliran enggak ada kuliah gue malah bangun pagi. Kalau ada kuliah, malah bangun siang. Tapi, senggaknya pagi ini hidup gue berwarna. Hehe.

Lo ada kuliah Ga?” Balas Rara.

“Enggak ada Ra.”

Oh, sama berarti. Hari ini dosen gue juga enggak jadi masuk.

BTW, ada agenda apa hari ini?” tanya gue.

Enggak tau nih. Paling juga di rumah.” Balasnya.

“Nonton yuk!” Balas gue spontan.

Enggak ada balesan dari Rara. Yah, mungkin dia sebenernya sibuk.

TINGTUNG! Ada notifikasi pesan masuk dari Rara.

Boleh, jam berapa? Lo jemput gue ya.

Mata gue terbelalak bacanya. CIHUUUY!!! Gue lompat kegirangan di atas kasur.

YES! Langkah awal akan berjalan. Semoga diberi kelancaran Tuhan… Aamiin.

“Jam sebelas gue jemput lo ya. Dan inget, gue sampe lo harus udah siap.” Balas gue.

Oke Ga. Udah dulu ya. Gue mau sarapan. Lo jangan sampai lupa buat sarapan. Karena sarapan lebih penting daripada harapan.” Balas Rara.

Apaan lagi neh cewek. Gue cuma bengong bacanya. Tapi ada benernya juga sih. “Ya udah, Ra. Sana sarapan yang banyak. Jangan terlalu kebanyakan menelan harapan.” Lalu gue akhiri dengan emoticon melet.

“Dirga… sudah bangun Nak?” Suara Nyokap terdengar dari balik pintu.

“Sudah Bu.” Sahut gue.

“Ya sudah. Lekas turun. Sarapan dulu.”

“Iya Bu.”

Gue pun beranjak dari kasur. Heran gue. Kalau libur gini nih kasur gaya gravitasinya enggak sekuat hari biasa. Sialan.

Di ruang makan, udah melingkar keluarga gue. Dari Kak Raya, kakak kedua gue, Bokap, dan Nyokap. Sementara Kakak pertama gue, Kak Roby, dia lagi bertugas di Syuriah buat misi Pasukan Garuda yang dimulai kemaren pagi. Gue langsung duduk di antara mereka. Nyokap mengambilkan nasi dan lauk pauknya. Dan Bokap, dari semalem tingkahnya aneh banget enggak kayak biasanya.

“Yah, makan gih. Nanti lauknya dingin, lho.” Ujar gue.

“Ayah masih kepikiran sama kakakmu, Ga.” Sahut Bokap.

“Do’ain Kak Roby biar dia berhasil menuntaskan misinya Yah. Enggak usah terlalu dipikirkan. Nanti malah yang ada Ayah sakit, kalau Ayah sakit kan nanti Kak Roby malah kepikiran dan enggak fokus ke misi.” Sahut Kak Raya nenangin Bokap.

Bokap cuman menghela napas. Lalu melanjutkan makannya.

Begitu juga gue, Kak Raya, dan Nyokap yang dari tadi mencoba nenangin Bokap dengan mengusap – usap punggung tangannya. Uh So sweet banget emang nih Nyokap gue.

Makan sudah, mandi pun sudah. Gue liat jam sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh. Gue cek kembali kerapihan gue. Oke!

T-Shirt Dark yang dirangkap jaket semi kulit Brown, dan jeans biru serta sepatu coklat bertali udah terpasang di tubuh gue. Sekarang waktunya berangkat. Enggak lupa juga sebelum berangkat, gue pamit dulu ke orang tua. Sebagai catatan, gue adalah anak teladan di rumah. Hehe.

“Yah, Aku pergi dulu” Gue menyalami Bokap.

“Mau kemana?” tanya Bokap.

“Biasa, anak muda Yah. Hehe” Jawab gue.

“Ya sudah sana hati – hati.” Kata Bokap lagi.

"Bu, Dirga pergi dulu!" Pamit gue ke Nyokap yang lagi di kamar mandi.

Setelah pamit sama Bokap dan juga Nyokap, gue langsung cabut ke rumah Rara. Eh sebelum cabut, gue chat Rara terlebih dahulu.

“Ra, gue OTW. Gue sampe lo harus udah siap.”

LET”S GO!!! Gue pun melaju menuju rumah Rara. Gue harap, hari ini lancar tanpa hambatan. Dan semoga aja, Rara enggak bosen pergi sama gue.

Satu jam perjalanan gue tempuh. Akhirnya sampai juga dengan selamat di rumah Rara. Setibanya gue, Pak Marto, tukang kebonnya Rara langsung membukakan pintu. Pertama kali gue liat Pak Marto itu ketika mengantar Rara untuk pertama kalinya. Rara yang menyebut namanya pada saat pintu gerbang masih terkunci dari dalam.

“Mas Dirga ya?” Tanya Pak Marto.

“Iya Pak. Rara-nya ada Pak?”

“Ah iya Nok Rara sudah menunggu Mas di dalam. Mari masuk Mas.” Pak Marto mempersilakan gue masuk. For your information, Pak Marto ini tukang kebon versi wong Jowo. Jadi dia manggil gue ‘Mas’ ketimbang dengan ‘Tuan’ atau 'Nak'. Yah karena cerita gue ini enggak kayak cerita yang lain. Hehe.

Sambil nunggu Rara keluar, gue duduk nunggu dia di teras. Gue perhatiin sekeliling, mobil Bokapnya enggak ada. Itu artinya Bokap dan Nyokap Rara lagi pergi. Duh, gue pamitnya gimana ya? Mengajak anak orang pergi, tapi enggak pamit orang tuanya, dosa enggak? Heumb… dilema kan jadinya.

Selang beberapa menit, Rara keluar. Pas dia keluar, waktu terasa melambat. Rambutnya yang biasa diikat pony tail, kali ini dia biarkan terurai dengan jepit rambut unyu menempel di rambutnya. Rok seukuran lutut, dan baju merah yang dirangkap jaket jeans khas cewek, membuat Rara kelihatan beda banget hari ini.

“Gila! Cantik bangeeet!” Hati gue histeris ngeliatnya.

“Ga?”

“Eh Iya Ra. Maaf. Hehehe.” Lagi lagi dan lagi suara lembut Rara menyadarkan gue dari pengaruh Genjutsu kecantikan Rara.

“Lo kenapa bengong gitu?”

“Enggak enggak kok enggak. Biasa ajah. Hehe.”

“Heeemb. Ya udah ayok.”

“Sebentar. Bokap Nyokap lo mana Ra?” Gue tengak-tengok sekitar.

“Bokap Nyokap lagi pergi. Udah ayok berangkat.” Rara melangkah pergi ke motor gue.

Lihat selengkapnya