Aku membiarkan diriku sendiri terjebak pada kisah semu. Meluapkan perasaan pada seseorang yang matanya bukan tertuju padaku. Mengikis luka baru yang ternyata bukan hanya melukaiku.
***
Baru saja beberapa langkah kakinya berjalan, tungkai panjang itu berhenti tepat di pintu masuk klinik. Alona yang sedari tadi diam dan mengikuti kemanapun Aska membawanya ikut menghentikan langkah.
"Kamu ada phobia hewan gak?" tanya Aska, memastikan terlebih dahulu sebelum ia mengajak Alona masuk lebih jauh ke dalam.
Alona menggeleng, kemudian mereka berdua di datangi oleh salah satu dokter yang ada di klinik. Dokter itu yang menuntun mereka melanjutkan perjalanan. Di sepanjang lorong klinik, Alona mendengar suara kucing yang saling bersautan, semakin jauh mereka melangkah memasuki klinik semakin jelas suaranya.
"Kita di sini ngapain sih?" tanya Alona lagi. Ia pikir Aska akan membawanya bertemu anak jalanan atau apapun yang biasanya nampak untuk membuat citra seorang lelaki terlihat baik, tapi lelaki satu ini malah membawanya ke klinik hewan.
"Kalo ke klinik hewan itu biasanya untuk apa?" tanya Aska balik yang langsung membuat Alona menggerutu kesal. Kebiasaan, pertanyaannya selalu saja di jawab balik dengan pertanyaan.
"Hewan peliharaan Lo sakit?"
Aska tersenyum kecil, melangkan lebih besar dan membuat Alona tertinggal di belakangnya. "Bukan, saya gak punya hewan peliharaan," jawabnya.
Keduanya berbelok, ke kanan kemudian memasuki ruangan pertama yang ada setelah belokan itu. Ruangan yang membuat Alona mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Kini yang ada di depan matanya adalah jajaran kandang yang berisi kucing.
Alona diam saja, tetapi matanya memperhatikan dokter tadi yang kini berjalan membuka satu kandang yang berisi seekor kucing berwarna putih dengan corak abu-abu yang kaki sebelah kanannya dibalut perban.
"Ini mas." Dokter lelaki muda dengan namatag Bagaskara itu memberikan kucing yang ia gendong ke pada Aska dan langsung disambut lelaki dengan setelah hoodie abu-abu itu dengan hati-hati.
"Dia kenapa?" Akhirnya Alona bersuara, setelah matanya tak berhenti menatap kucing lucu yang berada di dekapan Aska.
"Kakinya patah," jawab Aska, tangannya sibuk mengelus kepala hewan berbulu yang kini sudah mendengkur keras karena perlakuan Aska.
Gadis itu menyeka matanya yang berair, meskipun sifatnya selalu ketus, tapi Alona selalu tak bisa melihat ada yang terluka, baik manusia ataupun hewan seperti semut sekalipun.
"Kok bisa patah?"
"Saya juga gak tau, waktu saya temuin dia sudah seperti itu, saya bukan dukun yang tau segalanya."
Alona bersungut, kemudian ia menatap malas ke arah Aska dan kini beralih pada dokter muda dan tampan di depannya.
"Kucingnya bisa sembuh kan dok?" tanya Alona dengan lugunya, si dokter yang ditanyain seperti itu tersenyum kecil dan mengangguk.
"Kucingnya cuma perlu istirahat beberapa hari lagi, tapi-" dokter tampan bernama Bagaskara itu menghentikan kalimatnya karena ragu.
"Tapi kenapa?"
"Di sini sudah terlalu banyak hewan terlantar, jadi apa di antara kalian ada yang ingin mengadopsi kucing lucu ini?" lanjutnya. Meski ragu, Bagaskara tetap harus menyelesaikan kalimatnya.
Baru saja Aska ingin buka suara, tetapi Alona sudah lebih dulu menyalipnya. Dengan mata yang berbinar gadis itu berseru girang menyuarakan keinginannya.
"Biar gue aja!"
Aska yang biasanya tak pernah melihat sinis kepada siapapun, untuk pertama kalinya melakukan itu. "Kamu yakin?"
Alona mengangguk cepat.
"Tapi saya gak yakin," jujurnya.
"Kenapa?" Alona mulai melangkah maju mendekati kucing yang dengan nyamannya dipelukan Aska. Gadis itu mengelus kepala si kucing takut-takut dan kemudian berteriak saat dengan jahilnya kucing itu menggigit jari telunjuk Alona.
"Liat, kebukti kan? Kucingnya aja gak yakin kamu bakal becus jagain dia."
Alona mengerucutkan bibir. Gigitan kucing itu tak sakit sama sekali, ia berteriak hanya karena terkejut dan malu. Malu karena setelah ucapan Aska tadi, kedua lelaki tampan di dekatnya tertawa serempak.
"Bodo amat, yang penting kucingnya gue yang adopsi!" putus Alona. Ia mengehentakkan kakinya kencang kemudian mencoba mengambil alih kucing itu dari pelukan Aska.