Not Proscenium

Rima Selvani
Chapter #10

Sepuluh: Tepat dan Terlambat

Sering kali kita menunggu saat yang tepat. Tapi tak sadar apa yang ditunggu itu telah berlalu lama. Menjadikan semuanya terlalu terlambat untuk kembali hangat.

***

"Kalau mau nangis jangan ditahan, keluarin aja. Saya di sini gak bakal ketawain kamu."

Lima belas menit setelah mereka berdua memasuki kamar hotel milik Aska, dan yang Alona lakukan hanya diam. Wajahnya datar tapi Aska tau betul jika kepala kecil itu menyimpan banyak sekali teka-teki.

Dentingan pesan masuk membuat perhatian Aska teralih. Ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponsel pintar yang sedari tadi ia abaikan.

Kak Nadia:

Alona sama lo Ka? dia gak ada kabar dari kemarin.

Aska membaca pesan masuk dari Nadia, sepupu sekaligus Manajer Alona. Dapat ia bayangkan bagaimana khawatirnya Nadia karena seharian tak mendapat kabar dari Alona. Lelaki itu melirik ke arah Alona yang ternyata sudah kembali menangis dalam diam.

Asoka:

Gak usah khawatir, dia aman sama gue.

Setelah mengirim pesan balasan untuk Nadia, Aska berjalan ke pantry mini yang ada di kamar hotelnya. Mengambil beberapa bungkus mie instan kuah dan juga telur.

"Saya mau masak mie, kamu mau?" tanya Aska. Alona yang masih berderai air mata langsung menyeka pipinya dan melihat ke arah Aska yang kini sudah berdiri di meja dapur mininya.

"Lo kenapa baik ke gue sih?"

"Emang butuh alasan kalo mau berbuat baik?"

Alona menggeleng, ia menarik selembar tisu yang ada di meja kemudian mengeluarkan cairan kental dihidungnya. Alona tak peduli kalau Aska jijik dengan kelakuannya.

"Jangan-jangan lo naksir gue?" tanyanya lagi, membuat Aska heran dengan tingkahnya. Padahal baru saja gadis itu menangis dan kini ia malah kembali menjadi Alona yang narsis seperti sebelumnya. Meskipun begitu Aska tetap tersenyum menyadari jika saat ini Alona kembali memakai topengnya yang sempat jatuh.

"Kamu kalo abis nangis otakknya emang suka tiba-tiba ilang ya?" tanya Aska, ia masih sibuk mengotak-atik mie rebus yang sedang ia masak. Kalimatnya barusan ditanggapi dengan rollingan mata oleh Alona. Gadis itu kemudian berdiri dan menghampiri Aska.

"Gue serius!" gemas Alona. Ia duduk di kursi depan meja dapur tepat di hadapan Aska. "Cowo itu baik sama cewe alasannya cuma ada dua. Pertama karena ada maunya dan kedua karena naksir sama cewe yang dibaikin. Jadi, kalo bukan yang kedua berarti lo yang pertama?"

"Berarti saya cowo yang ketiga," jawab Aska. Ia telah selesai dengan dua mangkuk mie rabus dan telur setengah matang miliknya. "Ini buat kamu," lanjutnya.

"Tadi kan gue udah makan, lo mau gue gemuk?" protes Alona, tapi ia tetap menerima semangkuk mie yang Aska berikan.

"Nasi uduk yang tadi kamu makan udah keluar lagi lewat jalur air mata, jadi butuh makanan lain biar kuat akting baik-baik saja nya," ujar Aska. Kini ia sudah menyantap semangkuk mie miliknya.

"Kalo timbangan gue naik lo harus tanggung jawab."

Kini dua orang itu sibuk menyantap makanannya masing masing. "Cowo ketiga yang lo maksud itu yang gimana?" tanya Alona lagi.

Aska meletakkan sendoknya. Memandang Alona dengan pandangan yang jika bersuara mungkin akan berbunyi seperti ini, kamu beneran mau tau?

"Yaudah kalo gak mau kasih tau," ambek Alona. Ia kembali menyantap mienya.

"Kamu pernah dengar gak? Ada orang yang gak tau cara membahagiakan dirinya sendiri, tapi saat dia lihat orang di sekitarnya bahagia dia juga merasa bahagia. Saya pikir saya adalah salah satu orang yang seperti itu."

Alona tergelak mendengar penuturan Aska. Bahkan ia sampai tersedak makanannya sendiri sangking tak percaya ucapan lelaki itu. Alona pikir di zaman seperti sekarang ini takkan ada orang senaif dan sebaik itu. Tak mungkin ada.

Lihat selengkapnya