Wahyu tidak masuk lagi. Sepertinya ia memang harus bolak-balik tidak masuk sekolah setiap minggu, demi memenuhi kebutuhan kain di kampung kami. Apalagi, untuk mencari kualitas kain yang bagus, ia tentu harus memasok kain dari toko-toko ternama.
Tika tidak pula bisa datang hari ini. Nek Ipit sedang pergi ke toko pusat, dan ia harus menjagai warung. Sehingga, markas kini hanya ada aku dan Meisya, seperti sebelumnya. Dan tentunya suasana seperti ini tidak kami sia-siakan.
Penelitian makanan burung Wahyu dan Meisya sudah mencapai tahap akhir. Mereka melakukan banyak riset beberapa bulan ini, melakukan banyak penelitian untuk hasil yang memuaskan. Ada banyak kertas-kertas berisi desain mesin yang mereka buat, tetapi tampaknya semuanya belum sesuai dengan keinginan Meisya.
Aku mengadu kepada adikku itu, bahwa aku menemukan banyak surat-surat dengan hiasan hati di laci Wahyu. Iseng membuka beberapa, lalu merinding geli membaca isinya. Meisya tertawa mendengarnya, menambahkan bahwa teman-temannya pun ada yang mengaku ia menyukai Wahyu. Kami lalu berbincang mengenai apanya yang hebat dari Wahyu, sehingga ia begitu terkenal di kampungku.
Hari ini saja, semua orang menanyaiku mengenai keberadaan Wahyu karena kealpaannya. Akupun cukup dikenal setelah di liput media beberapa bulan tersebut, karena berhasil meringkus geng besar tersebut. Namun yang lebih menyebalkan, karena aku setelah itu selalu diperhatikan pergi bersama dengan Wahyu, mereka lebih fokus dengan Wahyu, dan mendekatiku karenanya.
Pak Jal hanya berkata singkat bahwa Wahyu pergi bersama Ibunya. Aku menghela napas, terpaksa memendam rasa bingungku akhir-akhir ini, mengenai percakapan yang tidak sengaja terdengar olehku di bangsal rumah sakit saat itu.
Tidak ada yang dapat aku tanyai. Pak Jal tampaknya tidak terlalu mengenal Wahyu, walaupun sepertinya Wahyu pernah berada di gengnya. Pak Jal juga menyebutnya sebagai ‘cabe rawit’, dan itu entah karena alasan apa. Aku tidak dapat pula menanyai Ibunya, karena menurut keterangan Wahyu sendiri, itu bukanlah Ibu kandungnya. Dan masalah paling besar, Wahyu itu misterius.
Aku hanya sedikit penasaran. Ia tampak mengetahui segala masalahku. Tetapi, aku bahkan tidak mengetahui tentangnya sedikitpun. Aku tidak mengenal masa lalunya, aku tidak mengenal kesehariannya, selain jika ia bersamaku. Aku bahkan belum pernah mendatangi rumahnya, walaupun aku mengaku sebagai sahabat dekatnya.
Bisa kalian bayangkan, tidak? Aku bahkan melewati banyak kejadian besar dengannya. Aku bahkan menggelarinya sebagai sahabatku. Aku memberi tahu ia kecemasanku. Aku memberitahunya apapun. Tetapi, aku tidak tahu apapun tentangnya.
Apakah dulu Wahyu berada di geng Pak Jal? Kenapa ia mengetahui masa lalunya Nek Ipit? Kenapa ia bisa berada di kampung ini? Kenapa Ayah dan Ibunya pergi? Apa ia tidak memiliki saudara sebelumnya? Siapa temannya sebelumnya, dan apa saja yang mereka lakukan? Kenapa ia mengetahui segala hal? Kenapa ia begitu pintar?
Dan dari semua pertanyaan itu, tidak ada yang aku ketahui jawabannya. Menyebalkan.