Wahyu melongo melihatku, kebingungan. Lalu, mendadak ia tertawa, kencang sekali.
“Kenapa tertawa?” Aku menggerutu kesal, mengibas-ngibaskan buku yang ternyata aku bawa berlari. Wahyu masih tertawa di hadapanku, menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Na, kamu berlari dari rumahmu ke rumahku, terengah-engah, lalu bertanya kartun seperti itu?”
“Kartun?”
“Iya, kan? Kartun Si Berjubah Hitam?”
Aku menyerngitkan dahi, kebingungan. “Bukan. Aku bahkan tidak tahu ada kartun seperti itu?”
Wahyu tertawa lagi, tersenyum. “Ya ampun, Na. besok libur, kok. Aku bisa temani kamu menonton Si Jubah Hitam. Tapi, jangan sore ini, ya? Lagipula, hari mendung, tuh.”
Aku menoleh, menyadari kelamnya langit, tampak mendung. Sambil menggaruk puncak kepalaku, aku berbalik, meninggalkannya.
Lalu, rasanya aku malu sekali.