Dahulu kala terdapat suatu cerita bahwasannya Sang Raja Aesir beserta sembilan pengikutnya lenyap tanpa jejak. Sejak saat itu pintu kerajaan terbuka lebar dan meninggalkan banyak artefak dan manuskrip yang kemudian lahirlah ilmu terapan yang disebut sihir. Ilmuwan, filsuf, dan seluruh raja di dunia pun memberikan teorinya. Salah satu teori yang menarik adalah sepuluh orang agung itu melakukan sebuah pengasingan dari dunia yang fana, dengan kata lain perjalanan untuk menjadi Dewa.
Hutan Hellheim, alam penguatan diri, sengaja mangasingkan diri dari waktu. Sebuah eksistensi misterius yang sampai saat ini hanya terungkap dua puluh persen. Wilayah yang dipenuhi belantara dan monster, cocok digunakan sebagai tempat pertapaan dan pengasingan. Namun seiring berjalannya waktu, Kerajaan di dunia bekerja sama membangun sebuah balai pelatihan yang mengadopsi Hellheim Forest dimana seluruh penyihir dapat memperkuat diri mereka dengan bertarung melawan jutaan monster yang dikembangbiakkan disana. Menyediakan lokasi bertapa dan berburu yang efektif dan efisien membuat para penyihir enggan melakukan pertapaan dan pelatihan di Hellheim, Banyak petualang yang menyerah menelusuri hutan ini, Beberapa orang mengatakan bahwa takdir lah yang mengatur hutan tersebut. Hanya orang yang dipilih oleh takdir yang mendapat petunjuk dari Hellheim sendiri.
Hellheim telah memilih, dua orang bocah berandal dan orang tua tanpa tujuan hidup. Altar yang hanya dapat dilihat oleh mereka yang terpilih. Perjalanan mereka untuk menjadi lebih kuat mencapai titik baliknya. Beberapa hari setelah mereka berhasil mengalahkan penjaga gerbang lalu pingsan, mereka berdua akhirnya terbangun. Anne membuka matanya lebih cepat. Pandangan yang samar-samar kemudian menjadi jelas, Ia berdua terbangun di sebuah ruangan, mirip seperti kamar di penginapan. Anne melihat Hart yang sedang mendengkur keras di ranjang sebelah kanannya. Sementara di ujung ruangan Marduk Velle sedang minum ale dan menelan sepotong keju kambing. Mereka bertiga berada di salah satu penginapan
"Selamat pagi ! Satu minggu kalian tertidur." ujarnya.
"Selamat pagi dan terima kasih sebelumnya Tuan perisai, Kami berhutang nyawa."
"HAHAHA !! Tak kusangka putri bungsu Harold Hawthrone bertingkah seperti berandal ketika bersama bocah tengik itu, Marduk Velle de La Fille, panggil saja Marduk."
"Kau tahu sendiri Tuan Marduk, Dia bukan bocah tengik biasa. Seorang gauntlet pengguna Art of Sacrifice."
Marduk Velle kemudian meletakkan cingkirnya.
"Gauntlet, Art of Sacrifice. Kini aku mengerti mengapa belati itu membuatku merinding dan menggetarkan dua tamengku ini. Tetapi nona, aku juga merasakannya pada katana milikmu, Aku heran kejadian apa yang menimpa Tuan Puteri ini..?" Ujarnya dengan tatapan serius.
"Aku bukan yang memanggilnya Paman, Hart memberikannya padaku. Sepertinya ada yang ia rencanakan dengan kekuatanku kelak." Anne sedikit berkeringat melihat tatapannya.
"HAHAHA !! Sungguh, aku tidak peduli dengan itu semua, Tetapi tak kusangka kalian terpilih oleh altar putih di bukit atas jalan menuju gunung berapi, Kebanyakan orang melihat altar itu adalah sebuah reruntuhan.Dan sepertinya, paman tua ini juga terpilih ! HAHAHAHAHAHA !!"
Anne kemudian berpikir, Dia mengira itu adalah altar tingkat rendah karena dapat dibuka dengan mantra tingkat dasar, Melihat isi altarnya yang mengerikan membuktikan bahwa altar itu sengaja menarik kami masuk kedalamnya. Namun hal ini tidak menjelaskan mengapa dengan mudah paman itu membuat portal untuk menuju medan pertarungan kami. Kalaupun ia mengikuti ujian, ia pasti akan dipindahkan menuju dimensi area yang berbeda.
"Tuan Marduk, Jelaskan bagaimana kau bisa muncul tiba-tiba dari hutan itu ?"
"Salah satu senjata pada masa pemerintahan Aesir, Tanngrisnir dan Tanngnjostr. Dua tameng kokoh sekaligus dapat melakukan teleportasi kepada sesama pengguna senjata Valhalla. Kau datang karena tamengmu merespon keberadaan Skoll, Benarkan Pak Tua ?" ujar Hart sembari bangun dan bersandar di dinding ranjangnya.
"Apa yang kau maksud Hart ?" tanya Anne.
"Senjata yang aku dan Anne miliki adalah salah satu artefak yang ditinggalkan oleh Aesir dan pengikutnya sebelum menghilang. Berbeda dengan Baldur, Baldur the Dagger adalah artefak yang konon dibawa oleh Aesir dan pengikutnya di dalam gudang senjata bernama Valhalla, Hanya pengguna Art of Sacrifice yang dapat membuka portal penghubung menuju Valhalla, Semakin kuat senjata itu maka semakin besar pengorbanan yang diberikan. Aku paham Anne hanya mengerti sihir pengorbanan terlarang yang mempertaruhkan nyawa melihat kerajaan membatasi buku yang beredar untuk keamanan kekuasaan. Itulah Art of Sacrifice, pejuang terpilih Valhalla, Weizenhart Lorteal Realm, gauntlet berusia 6 tahun yang mendapat pencerahan dari Aesir itu sendiri dan satu-satunya subjek berhasil menjadi penghubung antara Midgard dan Valhalla, Status keberadaannya tidak diketahui. Setidaknya itu yang aku dengar." sahut Marduk.
"Hart, pendeta yang kau bicarakan itu apakah ia mengatakan dirinya Aesir ?" sahut Anne.
Hart tersenyum.
"Persetan dengan Aesir, sejak aku mengikuti pendeta itu, hari-hariku dipenuhi dengan darah dan penderitaan, Pencerahan ? Pejuang ? Cih ! Bagiku semua ini hanyalah kutukan, kutukan dari keinginan gauntlet berumur enam tahun yang menginginkan sihir.Ngomong-ngomong aku lapar, Apakah ada makanan enak di Hellheim's Heart, Paman ?"
"Dasar, kalian tidak ada rasa curiga sama sekali denganku ya, Ayo ke lantai bawah, Aku yang traktir."
Kemudian Marduk berdiri dan meletakkan kedua tameng itu di punggungnya. Ia berjalan keluar kamar kemudian menuruni tangga diikuti oleh Hart dan Anne. Seperti layaknya penginapan, lantai pertama terdapat ruang pemesanan dan restoran. Mereka terkejut melihat ramainya kehidupan di sebuah hutan yang telah lama ditinggalkan. Berbagai ras mulai dari manusia, peri hutan, peri hitam, orc, troll, lizardius, bahkan terlihat dari luar beberapa raksasa berjalan melewati penginapan itu. Tatapan Anne terlihat berbinar-binar sedangkan Hart tanpa basa-basi duduk di salah satu kursi restoran.
"Kita duduk disini, Kemarilah Anne !" sahut Hart.
Mereka berdua pun duduk disusul Marduk yang telah memesan beberapa makanan untuk sarapan.
"Jadi Tuan Marduk, Apakah anda memiliki petunjuk untuk kami agar menjadi lebih kuat ? Aku berjanji akan memberinya tiga buah tambang Kekaisaran Barat untuk melunasi pembelian Skoll." sahut Anne.
"Hmmm.... soal senjata kurasa kalian dapat dengan mudah mengalahkan monster tingkat tinggi sekalipun. Masalahnya adalah daya tahan kalian yang sangat lemah. Tubuh yang selalu bobrok setelah bertarung menjadi bukti yang tidak akan terbantahkan. Kalian sangat cepat dan insting kalian tajam, Namun seringkali membuat kalian mengabaikan kondisi ketahanan yang semakin menurun, Setelah sarapan kita akan pergi."
Beberapa saat kemudian, pelayan mengantarkan makanan mereka. Anne terpaku dengan tubuhnya yang bersisik dan memiliki ekor yang panjang. Setiap pelayan memiliki warna sisik yang berbeda, Terkadang lidah mereka sedikit menjulur layaknya reptil, Anne baru pertama kali melihat ras lizardius. Hart yang mengetahui hal itu segera menepuk pundak Anne dan memperingatkan Anne mengenai ras lizardius yang tidak suka ditatap terlalu lama, apalagi oleh manusia. Disisi lain, Marduk sedang mengisi perutnya dengan tumpukan pai daging dan sebotol susu. Hart dan Anne berlomba-lomba menghabiskan daging sapi bakar dengan beberapa kentang rebus dan jus rasberry. Waktu menunjukkan tengah hari, pelayan membereskan lima puluh piring di meja mereka.
"Oi Paman, apa mereka juga mengenal uang ?"
"Eksvloitarem, pusat perdagangan Hellheim, Terisolasi dari manusia Midgard, sebagian besar penduduk Eksvloitarem adalah penghuni lokal hutan Hellheim yang dianggap primitif oleh dunia luar, Mereka hanya mengenal sistem barter, Manusia yang kau lihat disini adalah monster jenis doppelganger, Dengan kata lain kita bertiga satu-satunya manusia di kota ini." ujar Marduk selagi memberi pelayan itu beberapa batu permata.
Mereka bertiga pun meninggalkan penginapan dan pergi menuju toko zirah kepercayaan Marduk. Mengikuti jalan utama selama tiga puluh menit melewati alun-alun kemudian tepat di sisi kanan tugu kota, berdiri sebuah toko dengan ukiran telapak tangan aneh yang memenuhi pintu depan. Toko itu dijaga oleh seorang orc dan dua goblin penempa. Marduk Velle de La Fille, seorang vanguard dengan identitas yang tak diketahui, salah satu pemempa toko itu menemukannya saat bayi di alun-alun kemudian membesarkannya bersama orc pemilik toko.
Bunyi lonceng tanda pelanggan pun berbunyi.
"Lama tidak bertemu, Ayah, Paman Gob dan Hob."
Terlihat dua goblin membawa palu memandang mereka bertiga. Hob si Merah dan Gob si Hjau, julukan saudara kembar yang membantu pemilik toko sejak awal berdiri.
"Marduk ? Marduk ! Oi ! Oi ! Oi ! Pria berjanggut hitam itu Marduk ! Lihatlah wajahnya, masih seperti pecundang !!" ujar Gob.
"Oi Tuan Varduk !! Pecundang nakal itu kembali !" teriak Hob.
Seketika seisi ruangan bergetar, dari atas seorang orc terjun ke bawah. Getaran dahsyat dan puing puing lantai beterbangan. Orc berpakaian tulang-belulang dengan mata yang putih pekat menatap tajam Marduk. Varduk memukul dada kanan Marduk kemudian Marduk membalas Varduk dengan memukul dada kirinya, Begitu pula seterusnya. Diakhiri dengan dua kepala yang saling membenturkan diri. Hart dan Anne pun perlahan mundur.Beberapa saat setelah kepalanya bertabrakan, mereka berdua terdiam dan kemudian tertawa terbahak bahak. Pengrajin zirah itu merabah wajah Marduk.
"Kau bilang ingin berpetualang hingga ke ujung dunia, Tak kusangka hanya dalam lima belas tahun kau sudah merengek pulang !"
"Itu hanya perasaanmu saja Ayah, Sepertinya aku ditakdirkan kembali kesini, Kau merasakannya juga kan Ayah ? Senjata dengan aroma Tanngrisnir dan Tanngnjostr ?"
"Hmm... sepertinya dua tameng itu belum sepenuhnya tunduk padamu ya ? Jadi, bagaimana perawakan pelangganku kali ini ?"