Nothing but King

Anakbarunulis
Chapter #6

Sepuluh Pembebas Menara

Adrianzel Tower, Hellheim Forest, dan Eksvloitarem. Pada awal peradaban, monster dari seluruh Midgard menjadikan ketiga tempat ini sebagai tempat peziarahan dan pemujaan untuk Sang Aesir dan sembilan pengikutnya. Hingga manusia mempelajari sihir dan ingin mendominasi. satu persatu pemukiman monster di Midgard dihancurkan dan dibanjiri darah. Peperangan agung umat manusia menyebutnya, Populasi monster yang menurun drastis membuat tempat peziarahan menjadi satu-satunya tempat persembunyian hingga saat ini. Eksvloitarem merupakan kerajaan tanpa raja, Hellheim Forest merupakan dunia tanpa dewa, dan Adrianzel sedang menunggu pembebasannya. Grandmaster, sosok misterius yang menunggu selama seratus tahun untuk dibunuh. Ratusan ribu kelompok telah mencoba namun hanya terbunuh sia-sia. Varduk, seorang orc yang kabarnya berhasil kabur keluar dari menara walaupun harus mengorbankan penglihatannya. Kini Grandmaster terus menunggu sebuah kelompok yang ia rasa dapat menjelaskan arti pertarungan sesungguhnya.

***

Di sebuah ruangan yang gelap berdiri seorang penyihir tua dengan perawakan yang samar. Dia membawa berbagai macam senjata tajam seperti kapak, gergaji, belati, pisau bedah, dan berbagai jenis gunting. Darah segar yang menyelimutinya membuat suasana terlihat mencekam. Penyihir itu mendekati seseorang. Anak kecil dipenuhi sayatan penuh darah sedang dirantai dan digantung di atas totem. Anak kecil itu terlihat meronta-ronta dan merintih kesakitan. Semakin keras anak itu berteriak, semakin dalam luka yang diberikan.

"Kenapa nak ? Bukankah kau menginginkan sihir ?" penyihir itu menyeringai.

"Sakit ! Hentikan ! Banyak darahku keluar ! Hentikan ! Sakit !"

Penyihir tua mulai mengambar lingkaran sihir disekitar totem itu. Ia menuangkan dua guci besar berisi darah segar mengitari lingkaran sihirnya dan meletakkan berbagai macam kepala hewan ternak. Sedikit demi sedikit mucul cahaya dari lingkaran tersebut. Cincin yang digunakan oleh anak itu bersuara layaknya segerombolan orang yang berteriak.

"Med blod tilbyr jeg ti guder, med tilbøyeligheter til hodet befaler jeg dem å bli våpen, Baldur, Vili, Vali, Magni, Modi, Loki, Freyja, Heimdallr, Thor, Tyr! Med såret jeg hugget på geita tappe over Asgards totem, Roar Valhalla !"

"Dengan darah aku mempersembahkan sepuluh dewa, dengan mengorbankan kesendirian dari kepala aku memerintahkan mereka untuk menjadi senjata, Baldur, Vili, Vali, Magni, Modi, Loki, Freyja, Heimdallr, Thor, Tyr! Dengan lukanya aku mengukir Sang Kambing di atas totem Asgard, Mengaumlah Valhalla !"

Aura mengerikan mengitari anak itu. Totem dibawahnya mengeluarkan sepuluh wajah dengan ekspresi yang mengerikan serta dari atas muncul sebuah portal. Terjadi ledakan yang dahsyat. Anak itu berteriak kencang karena kesakitan hingga membangunkan Hart dari tidurnya.

***

Mimpi buruk membuat Hart terbangun dari tidurnya. Setelah mereka memasuki pintu gerbang lantai dua, Largoth dan Ivartroth berpencar dan mencari lahan berburunya sendiri. Merlin terus membuntuti perjalanan Hart, Anne, dan Marduk. Setelah mereka menjarah beberapa sarang minotaur dan menerima tugas untuk membantai sekumpulan pemukiman centaur, mereka melanjutkan perjalanan menuju lantai empat, sebuah belantara yang sangat luas dan langit yang selalu gelap. Mereka berempat memutuskan untuk membuat area perkemahan, Saat itulah Hart tiba-tiba terbangun karena mimpi buruk.

"Mimpi buruk ?" Merlin dalam keadaan terjaga dan bersandar melihat suasana sekitar.

"Berisik ! Hanya ingin mencari udara segar, Ngomong-ngomong dimana Anne ?" ujar Hart.

Tepat di sebelahnya Marduk mendengkur keras, Merlin mengatakan bahwa Anne berkeliling untuk memasang dahan-dahan pohon dengan kertas sihir perangkap milik Merlin. Hart pun meminta tumpukan kertas sihir juga dan menyusul Anne. Setelah memasang beberapa kertas, ia berpapasan dengannya.

"Kau juga tak bisa tidur ?" Anne menghampiri Hart.

"Lupakan, Aku hanya mencari udara segar."

"Hart Lowrealm, bagaimana kalau kau cerita padaku ?" ujar Anne dengan tersenyum.

Hart bersandar pada batang pohon kemudian menghela nafas.

"Tak apa Anne, aku benar-benar sedang mencari udara segar."

"Baguslah kalau begitu." Anne memalingkan wajahnya. "Kalau begitu, aku saja yang bercerita, Boleh ?" ujarnya.

Hart tetap bersandar, terdiam, melihat sebentar ke langit kemudian mengangguk.

"Pada suatu hari di sebuah dataran yang luas, terdapat sebuah kerajaan megah dengan raja yang disegani. Raja itu terkenal dengan wibawa dan kekuatannya yang luar biasa. Sang Raja pun menjadi seseorang yang didamba-dambakan oleh seluruh kalangan, tidak diragukan lagi Ia memiliki banyak keturunan. Dengan kharisma nya yang luar biasa, Ia menghasilkan lebih dari ratusan keturunan, termasuk melalui budak, wanita penghibur, dan para selir. Ia memperlakukan semua anaknya dengan adil dan penuh kasih sayang. Pada suatu hari demi menyebarkan pengaruhnya, Raja menikahi seorang bangsawan dari Gauntlet, bangsawan itu meninggal saat melahirkan anak perempuan pertamanya, Terlahir setengah gauntlet, ia berpikir Raja akan memperlakukannya dengan penuh kasih sayang seperti yang lain. Pikiran polos dan lugu justru membawa penderitaan yang tiada henti baginya. Setiap hari hanya dicemooh, dihina, dianiaya oleh semua saudaranya, dan yang lebih menyiksa, Raja hanya menatap dan membalas perbuatan itu dengan menyeringai di hadapannya. Berlatih sekeras apapun taring milik putri itu tidak pernah tumbuh, Berjuang sekeras apapun tuan puteri itu hanya bisa menguasai sihir tingkat dasar saja, Perasaan bingung, kesal, dan amarah bercampur aduk, Ia kemudian meluapkan amarahnya dan menghancurkan hampir sepertiga dari istana kekaisaran. Mereka pun mulai mengurungnya dan kabar burung mengenai putri terkutuk mulai tersebar. Pada suatu malam saat pengangkatan putera mahkota, putri itu memanfaatkan kelengahan sistem keamanan, mencuri salah satu pusaka Raja dan lari dari istana. Awalnya berniat untuk mencari perhatiannya saja, tak disangka mereka mengirim satu batalion dan pembunuh bayaran. Lebih parahnya lagi, di tengah perjalanan ia membuat kesepakatan dengan seorang gauntlet muda yang bodoh dan kini nasibnya sangat suram."

"Mengapa juga putri itu terus mengikutinya jika tahu akan berakhir suram, bikin kesal saja." Hart menatap punggung Anne dari bawah pohon.

"Pemuda gauntlet itu mengajarkan bahwa sihir bukanlah segalanya, Ia juga menunjukkan luasnya dunia dan menawarkannya pada putri itu. Sang putri merasa tidak terasingkan lagi, Ia sekarang mengerti apa arti ikatan yang sebenarnya," Anne membalikkan badannya, rambut merahnya yang melebur dalam sinar rembulan, mata birunya yang menyala dengan terang, dan keanggunanya mengingatkan Hart pada pertemuan mereka.

"Tokoh dalam ceritamu itu, mereka benar-benar seperti bocah ya." Hart membalasnya dengan senyuman lebar.

Mereka berdua bertatapan selama beberapa detik kemudian memalingkan wajahnya.

"Ehh..ku..kurasa ini sudah cukup, Kurasa Merlin memberi kertas terlalu banyak padamu, Untuk sekarang ayo kembali menuju perkemahan." Anne melompat dan mendarat di samping Hart.

"Cih.. penyihir itu, Kalau begitu ayo !" Hart berlari dengan sangat kencang.

"Lagi-lagi perasaan aneh ini muncul." gumamnya.

***

Sementara itu di Kekaisaran Barat, Kaisar Harold van Lou Hawthrone sedang mengumpulkan para petinggi Suku Ainu. Sejak berita kegagalan mereka menyebar di seluruh Midgard, Rumor tersebar di ibu kota bahwa Raja ingin membunuh anaknya, Selain itu banyak perjanjian dengan Kaum Gauntlet yang dibatalkan. Pertemuan mereka tertelan oleh gelapnya malam, Suku Ainu memiliki adat untuk selalu memuja kegelapan saat bertemu dengan rekan bisnis mereka.

Lihat selengkapnya