Notice Notes

Inne Gracea
Chapter #2

Chapter 2 : "Catatan Aneh, Lagi"

Maksudnya apa?! batin Hara.

Otak Hara mulai bekerja keras. Ada banyak kemungkinan yang terjadi dan dirinya sedang berusaha untuk menenangkan debaran jantungnya. Ia berusaha untuk berpikiran positif.

"Oh, ayolah Hara! Dunia ini ga luput dari orang iseng dan kurang kerjaan. Cih, palingan juga ada yang salah tempel, kan?" Hara mulai berbicara pada dirinya sendiri. Karena sifatnya yang ekspresif, anggota tubuhnya ikut bergerak untuk mempertegas maksud perkataannya. Hal tersebut tentu membuat Vina mengernyit heran.

Tanpa berlama-lama, Vina dengan cepat menghampiri Hara yang masih berbicara pada dirinya sendiri.

"Ra? Lo kenapa?" tanya Vina, memastikan bahwa sahabatnya itu baik-baik saja.

Hara menyipitkan kedua matanya dan meremas sticky note yang sedaritadi ia pegang. "Tunggu aja lo! Gue bakal cari sampe ketemu!" tegasnya yang membuat Vina sempat merinding.

"Lo kenapa, sih? Ngomong sama loker??" pekik Vina yang mulai panik.

———

Suasana malam dengan udara dingin yang menusuk-nusuk kulit Hara tidak membuat gadis itu menggigil. Gadis itu bahkan mengenakan piyama tidur berlengan pendek dengan bahan tipis. Di tangannya terdapat selembar sticky note berwarna merah muda yang ia remas tadi.

Entah mengapa, ia terus terngiang-ngiang dengan pesan yang ada di kertas kecil tersebut. Dan tebak sudah berapa lama ia memikirkan hal ini? Oh, tentunya sepulang dari sekolah, gadis itu tidak bisa berhenti memikirkan note tersebut. Niat hati ingin membuang namun Hara tidak tahu kenapa dirinya tidak bisa melakukan hal itu.

Hasilnya? Ia tidak bisa berpikir positif. "Akh! Anak Dandelion mana ada yang segabut dan seiseng ini, ya, Tuhan ..." Kepalanya terdongak, menunjukkan bahwa ia pasrah.

Hara menoleh cepat ke arah meja belajarnya saat ponselnya yang tergeletak disana berdering, melantunkan salah satu lagu dari band favoritnya, Day6. Tanpa berlama-lama, gadis itu segera mengangkatnya. Tentunya setelah ia mengetahui bahwa Vina-lah yang meneleponnya.

"Halo?" Hara membuka suara.

"Halo, Ra? Lo ada liat buku fisika gue nggak? Atau kebawa gitu?"

Terdengar begitu jelas bahwa gadis di seberang sana terdengar resah mencari bukunya. Hara memejamkan kedua matanya, berusaha mengingat. Mereka memang belum benar-benar belajar hari ini, namun semua siswa sudah menyiapkan masing-masing buku tulis mereka. Lengkap dengan nama, kelas, dan mata pelajaran.

Dan akhirnya, Hara tersadar.

"Ah, iya! Kayaknya tadi kebawa sama gue deh! Gue masukin ke loker!!" pekik Hara.

"Astaga! Nasib gue gimana ini? Kan, kita disuruh jawab tiga soal yang di papan tulis tadi. Gue belum apa-apa, Haraaa!!"

Rengekan dari sahabatnya itu membuat Hara menjauhkan sedikit ponselnya dari telinga. Suara cempreng tersebut berhasil membuat dirinya merasa bersalah. Oh, ceroboh sekali!

"Gi ... gini aja, deh. Gue ke sekolah ngambil bukunya, baru abis itu gue ke rumah lo, oke?"

"Okeeh! Btw, gue sekalian minta jawabannya, yaa, Hara sayang!! Daahh!!"

Hara memutar kedua bola matanya. Sahabatnya itu memang pintar mengambil kesempatan dalam kesempitan. Teringat akan buku Vina, gadis itu segera berganti pakaian.

"Ma!" panggil Hara dengan kedua kakinya yang buru-buru menuruni anak tangga.

Ibu Hara—Sonia yang sedang mengobrol bersama asisten rumah tangganya itu menoleh ke arah putri semata wayangnya. Kedua matanya membulat saat melihat anaknya itu sudah berpakaian rapi dan terlihat terburu-buru.

"Kamu mau kemana malam-malam gini, Ra?" tanya Sonia.

Setelah menceritakan kronologi yang begitu panjang, barulah Sonia mengizinkannya. Wanita itu segera memanggil sopir pribadi mereka, Dadang. Tidak butuh waktu lama, Dadang dengan cepat menghampiri mereka.

"Dang, kamu anterin anak saya, ya! Awasi dia, jangan sampe keluyuran," pinta Sonia. "Hara, kamu hati-hati. Jangan bohong sama mama," lanjutnya sembari membiarkan Hara mencium salah satu pipinya.

"Iya, Ma. Hara pamit, ya!" Setelah memastikan bahwa ia membawa ponsel, gadis itu melenggang pergi bersama sang sopir.

———

"Non mau ditemenin atau nggak pas masuk?" tawar Dadang saat mobil mereka sudah memasuki kawasan parkir sekolah.

Hara menggeleng sembari melepas sabuk pengamannya. "Nggak usah, Pak. Nggak pa-pa. Cuman ambil buku doang soalnya," jawab Hara.

Dadang mengangguk paham dan membiarkan Hara masuk ke dalam gedung sekolah sedangkan dirinya menunggu di dalam mobil.

"Hooo ..." Hara menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya, merasa kedinginan dan sedikit kengerian. Sekolah mereka sedikit gelap jika sudah malam-malam begini.

Tidak perlu pergi terlalu jauh karena deretan loker hanya berada di lantai satu. Itu artinya Hara harus melewati lobi dan koridor utama hingga ia bisa sampai di koridor loker. Ketahuilah, Hara menyesali jawabannya yang menolak tawaran Dadang.

Lihat selengkapnya