Aroma roti bakar dan kopi memenuhi udara di toko kecil milik Mama Zara. Aiden, dengan celemek cokelatnya, sibuk membersihkan meja-meja. Sinar matahari pagi menembus jendela kaca, menerangi debu yang berterbangan.
"Aiden, jangan terlalu keras," Mama Zara terkekeh, mengawasi Aiden dari balik konter. "Nanti mejanya rusak."
Zara, dengan rambut hitam panjangnya yang diikat ekor kuda, keluar dari dapur sambil membawa nampan berisi kue-kue. "Iya, Aiden. Santai saja. Ingat waktu kita masih kecil? Kamu selalu bersemangat seperti itu."
Aiden tersenyum. "Bagaimana aku bisa lupa? Dulu kita sering main petak umpet di taman belakang toko ini. Kamu selalu yang paling jago bersembunyi."
(Dialog) Mama Zara: "Kalian berdua memang seperti anak kembar. Selalu bersama, susah senang."
(Dialog) Aiden: "Dulu Zara sering melindungimu dari anak-anak nakal di sekolah."
(Dialog) Zara sedikit marah. "Itu karena kamu yang agak sedikit lemah."
dan kemudian mereka ketawa
Suasana hangat dan akrab memenuhi toko. Kenangan masa kecil mereka mengalir begitu saja, mengisi pagi yang cerah itu dengan tawa dan kebahagiaan.
Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Aiden berpamitan pada Mama Zara. Ia berjalan pulang, menyusuri jalanan yang mulai ramai oleh aktivitas pagi.
Rumahnya sederhana, dengan halaman kecil yang dipenuhi bunga-bunga. Neneknya sudah menunggunya di meja makan, dengan sarapan yang sudah tertata rapi.
Aroma nasi goreng dan telur mata sapi membangkitkan selera Aiden. Ia duduk di kursi dan mulai makan dengan lahap.
(Dialog) Nenek: "Makan yang banyak, Aiden. Hari ini sekolah kan?"
Aiden mengangguk sambil mengunyah. Neneknya selalu perhatian padanya, memastikan ia tidak kekurangan apapun.