Dalam tidurnya yang gelisah, Aiden terjerumus ke dalam mimpi mengerikan. Ia melihat pemandangan kekacauan dimana-mana: bintang-bintang meledak dan lalu padam, planet-planet hancur, lubang hitam memenuhi alam semesta, dan semua makhluk dari manusia sampai alien berubah menjadi mahluk yang penuh kekacauan, dipenuhi oleh emosi negatif kekacauan, lalu mati satu per satu. Di tengah kekacauan, Aiden melihat dirinya berdiri di atas puing-puing, dengan Zara yang terbaring sekarat. Di tangannya, Zara memegang sebuah chip reset yang bersinar redup.
"Aiden... ambil ini. Ini satu-satunya cara... untuk mengembalikan semuanya..." kata Zara dengan suara lemah. Aiden merangkak mendekat, air mata membasahi wajahnya. "Tidak, Zara! Aku tidak mau! Aku tidak bisa kehilangan kamu!" teriaknya. "Lakukanlah, Aiden... ini satu-satunya harapan... untuk alam semesta..." kata Zara, matanya memancarkan tekad. Perlahan, tangannya yang memegang chip reset itu mengendur, dan sebuah cahaya kecil memancar darinya.
Aiden terbangun dengan napas terengah-engah, keringat dingin membasahi tubuhnya. Mimpi itu terasa begitu nyata. Jantungnya berdebar kencang, dan ketakutan mencengkeramnya. Ia merasa ada sesuatu yang buruk akan terjadi, sebuah firasat kuat.
Pagi itu, Kai menjemput Aiden untuk pergi ke kelas. "Aiden, ayo. Kita sudah terlambat," kata Kai. Aiden berusaha menyembunyikan kegelisahannya. Ia menarik napas dalam-dalam dan mengikuti Kai. Di ruang kelas, seorang alien dengan penampilan feminin berdiri di depan, mengenakan jubah berwarna cerah. "Selamat pagi, para murid. Saya Guru Lumari, dan saya akan menjadi guru kalian," katanya dengan suara lembut namun tegas.